Tragedi itu terulang lagi. Korban-korban berjatuhan. Korban-korban tidak berdosa itu tewas oleh rentetan peluru yang melesat dari laras senapan serbu semiotomatis AR-15. Peluru-peluru itu disemburkan oleh Nikolas Cruz (19) ke siswa dan guru SMA Marjory Stoneman Douglas di Parkland, Florida Amerika Serikat. Dampaknya, 17 nyawa siswa dan guru melayang sia-sia pada peristiwa brutal di 14 Februari 2018 itu.
Kejadian ini menambah rentetan peristiwa penembakan oleh sipil kepada sipil di Amerika Serikat. Peristiwa penembakan sebelumnya menyasar berbagai target sipil. Dari kompas.id (15/02/2018), dikutip bahwa peristiwa penembakan siswa juga terjadi di tahun 2012 di SD Sandi Hook Elementary, Newton, Connecticut. Penembakan ini mengakibatkan kehilangan nyawa 28 orang. Terdapat 20 siswa dan 6 guru serta penembak yang bunuh diri setelah membunuh dirinya.
Setelah kejadian di Florida tersebut, gerakan moral untuk membatasi penggunaan senjata digalakkan. Berbagai kelompok terutama murid-murid dan guru menghadap anggota parlemen untuk menyampaikan protes mereka.
Bahkan beberapa perwakilan murid dan guru bertemu dengan Trump untuk mendapatkan perhatian lebih besar. Bahkan beberapa tokoh terkenal perfiliman di Holliwood mendukung gerakan ini.
Tetapi, bukan Trump namanya kalau tidak memberikan masukan yang bertentangan dengan keinginan para murid, guru dan orang tua tersebut. Alih-alih menyetujui pengurangan atau pembatasan penggunaan senjata, malah Trump menyarankan agar guru-guru dipersenjatai.
Jelas ini tidak masuk akal para pendukung pembatasan tersebut. Mempersenjatai guru-guru tentunya menambah peredaran senjata di masyarakat. Meskipun akhirnya mengubah pandangannya tersebut, tetapi Trump tetap tidak menerima proposal tersebut. Presiden yang dikenal temperamen dan mau menang sendiri ini malah mengajukan agar setiap guru di Amerika Serikat mendapatkan pelatihan militer.
Asosiasi Senjata Nasional (NRA) Amerika Serikat langsung bereaksi dengan tuntutan masyarakat yang semakin meluas dengan berbagai perusahaan yang membatalkan beberapa kerjasama dengan NRA.
Diberitakan kompas (24/02/2014), NRA melihat bahwa masyarakat mengeksploitasi kejadian di Florida untuk membatasi kebebasan individu masyarakat Amerika Serikat yang dijamin oleh Amandemen Kedua Konstitusi AS yang diundangkan tahun 1791. Kebebasan individu yang memberikan hak kepada warga negara Amerika Serikat untuk memiliki senjata.
Pantas saja NRA meradang. Jika ada pembatasan, maka industri senjata ini akan mengalami penurunan yang ujungnya memberikan kerugian besar serta mengurangi nikmat yang sudah didapatkan selama ini.
Kesan yang tampak kemudian yakni Trump tidak ingin mengurangi industri senjata lewat pembatasan karena NRA merupakan pendukung utama Trump. Usulannya dengan mempersenjatai guru-guru tentunya yang terbaik menurut NRA.
Bisa dibayangkan, dengan penjualan senjata kepada 700 ribu guru di seluruh Amerika Serikat maka pundi-pundi yang didapat akan sangat banyak. Jika diperlukan kira-kira 1000 dolar per senjata, katakanlah senjata genggam, sesuai dengan gunbroker.com (26/02/2018), maka akan ada pembelian senilai 700 juta dolar. Nilai yang sangat fantastis.