Kasus yang terjadi di Tanah Abang dapat dijadikan sebagai contoh. Kawasan Tanah Abang sebagai kawasan bisnis, jalan-jalan di sekitarnya merupakan barang publik. Setiap orang mempunyai akses ke jalan tersebut. Karena akses terbuka, maka ada sekelompok orang yang menempatkan roda-roda jualannya dan berdagang di trotoar dan pinggir jalan.
Secara ekonomis, si penjual di pinggir jalan tersebut mendapatkan kenikmatan dan keuntungan yang bertambah. Dengan melihat satu orang yang memasang kios, individu lainnya mengikutinya dan juga membuka lapak dan berjualan. Individu lainnya mematok sepetak wilayah di jalan itu untuk memberikan jasa parkir yang dikelolanya. Di petak yang lain seorang individu menunggu pedagang yang mau jualan di lapak yang ‘dikuasainya’.
Setiap individu yang yang menggunakan kebebasan invididu tadi didorong oleh motif ekonominya mendapatkan keuntungan. Tetapi, kerugian bagi orang lain juga terjadi dengan terjadinya kemacetan dan akses ke dalam pasar juga terganggu. Pada akhirnya, jika kondisi itu terjadi, para pembeli akan malas datang ke lokasi tersebut dan akhirnya sumber ekonomi itu akan mati.
Akses terbuka setiap individu pada sumber ekonomi dimana setiap individu melakukan eksploitasi sumber ekonomi secara bebas sesuai dengan motif ekonomi masing-masing, pada akhirnya akan menghancurkan sumber ekonomi bersama tersebut.
Sepertinya Anies Tidak Berwenang?
Pada pemerintahan Anies nantinya, gejala yang sama tampak. Dalam perjalanan proses pemenangan Anies-Sandi terlihat peran dari mesin tim suksesnya yang bergerak. Unjuk ‘kekuatan’ Prabowo mendapatkan angin segar ketika itu. Anies tampak hanya seperti anak yang diarahkan untuk bergerak kesana-kemari. Sementara konduktornya sendiri adalah orang-orang besar yang memiliki motif tersendiri.
Sudah jelas dimana Prabowo mengatakan jika ingin dirinya menjadi presiden, maka pemilih harus memilih Anies. Disini kelihatan perebutan kekuasaan di Jakarta tidak ada kaitannya dengan proses penyejahteraan masyarakat seperti yang selalu disuarakan.
Belum lagi berbagai kumpulan yang mengijon ke Anies. PKS secara nyata meminta agar Anies memenangkan lebih banyak kursi di DPRD DKI. Ini diskusi di permukaan. Tentunya prosesnya tidak akan diinformasikan. Kaum buruh juga dijanjikan untuk mendapatkan peran dalam menentukan kebijakan. Bahkan, berbagai pihak diberikan peran untuk berdiskusi untuk mendefinsikan program terbaik bagi Jakarta. Belum lagi partai-partai pendukung lain. Termasuk juga, ditenggarai, proses pengembalian modal kampanye. Secara individual, Sandi menghabiskan hingga Rp. 100 milyar.
Anies, seperti disampaikan di atas, sepertinya akan memberikan ruang kepada lebih banyak ‘orangnya’ ke ‘ladang rumput’ di DKI tersebut. Ladang rumput yang bernilai hingga Rp. 72 trilyun. Pada pidato kemenangannya pun tampak para pemeran menampilkan dirinya.
Bahkan di media telah muncul beberapa indikasi tentang itu. Pengamat mengatakan bahwa Anies tidak akan bisa memutuskan hal-hal strategis sendirian. Sebanya, ada kepetingan yang harus disesuaikan. Bahkan masih dari media, Anies dikatakan berkumpul dengan 20 duta besar negara-negara Uni Eropa di kediaman Prabowo. Terlepas dari keanehan pertemuan ini, karena biasanya pertemuan sebagai duta besar sifatnya government to government, pertemuan itu diinisiasi oleh Prabowo. Bukan sosok Anies dan Sandi yang mengemuka.Â
Dari fakta-fakta yang diajukan di atas, sepertinya setiap individu akan bebas masuk ke ladang itu. Masing-masing akan diberikan kebebasan untuk menjalankan motif-motif ekonominya. Sebagai mahluk ekonomi, pastinya akan selalu meningkatkan kepuasan dengan mengambil lebih banyak dari ladang tersebut. Pihak yang lain juga akan melakukan hal yang sama. Dan pada akhirnya, terjadi kerusakan yang dahsyat dan tetes-tetesnya saja yang mengalir ke masyarakat dalam bentuk pelayanan publik yang buruk.