Bencana selalu mendatangkan kesempatan emas. Begitulah yang selalu dikatakan ahli-ahli bencana. Dan memang begitu adanya. Yang paling umum yakni kita merasakan betapa kecilnya dan tidak berdayanya kita di hadapan sebuah bencana. Betapa rentannya manusia di hadapan daya rusaknya. Menyadarkan kita untuk selalu bersyukur dengan semua yang dimiliki. Setidaknya mempertebal iman kita.
Kesempatan-kesempatan lain selalu bisa ditemukan. Kesempatan untuk mempelajari kebencanaan lebih lanjut, bisa jadi salah satunya seperti pasca gempa Aceh 2016. Lalu, misalnya melalui penilaian kerusakan dan kerugian, kita bisa menyadari betapa kerja keras yang dilakukan selama bertahun-tahun, hancur dan hilang hanya dalam hitungan waktu yang sangat singkat, bisa hitungan detik hingga jam. Hal ini pastinya menyadarkan kita akan perlunya mitigasi bencana, pencegahan.
Kalau mau belajar lebih lanjut, kita juga akan menemukan banyak pelajaran. Coba kita lihat bencana tsunami di Aceh. Kita sadar betapa bangsa Indonesia belum siap di hadapan bencana, setidaknya untuk mengurangi dampaknya. Tetapi, pada saat yang bersamaan ada kesempatan untuk membangun kembali kota dengan daya tahan yang lebih tinggi terhadap bencana. Di Yogya dan Merapi, kita belajar bahwa kebersamaan adalah kunci utama upaya rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana.
Dengan demikian, sudah seharusnya bangsa Indonesia harus punya sikap sense of disaster. Sebabnya kita dikelilingi oleh bencana. Sebut bencana apa saja, Indonesia punya. Indonesia di kalangan kebencanaan di dunia dikenal sebagai supermarket bencana, mulai bencana alam hingga bencana sosial. Lengkap, selengkap sebuah supermarket.
Akhir-akhir ini yang paling banyak terjadi adalah bencana banjir. Banjir melanda banyak kawasan di Indonesia. Kota-kota besar dan kecil diterjang banjir. Desa-desa terpencil tidak lepas dari serangan bencara hidrometeorologis ini, bencana akibat cuaca. Sungai-sungai tidak ingin sebenarnya membanjiri, tetapi wilayah pasang surutnya sudah dicaplok. Semua bencana banjir, pastinya disebabkan oleh rusaknya bentang alam, sistem alam yang mengendalikan banjir.
Menurut Badan Nasional Penanggulanan Bencana, kejadian banjir tahun ini terparah. Di samping perubahan bentang alam, juga diperburuk oleh musim hujan yang lebih lebat dan musim kemarau basah yang tejadi tahun lalu. Lengkaplah sudah, banjir akan menjadi rutin, jika masih berperilaku sama terhadap alam dan sistem alami sungai.
Banjir Berulang Jakarta
Jakarta tidak luput dari banjir. Banyak faktor yang menyebabkannya. Faktor di Jakarta sendiri dan juga di luar Jakarta. Untuk menyebut sebagian adalah buruknya sistem sungai di Jakarta dan daerah terbangun yang lebih dari 90%. Di luar Jakarta, dimana sungai-sungai di Jakarta berhulu di daerah Cianjur dan Bogor, mengalami perubahan juga. Akibatnya langganan banjir akan datang setiap tahun. Bencana banjir di jakarta selalu berulang dan bisa bertahan beberapa lama hingga berminggu-minggu.
Tetapi itu beberapa tahun yang lalu. Pekerjaan besar dan raksasa telah dilakukan pemerintah Jakarta sejak tahun 2012. Pemerintah mengupayakan perbaikan sungai-sungai dan saluran-saluran drainase di semua titik. Sejak itu, banjir di Jakarta memang masih terjadi, tetapi tidak lagi parah seperti dulu. Genangan-genangan yang terjadi sudah diantisipasi langsung dengan menggerakkan pasukan Orange, salah satunya. Genangan hanya berlangsung singkat. Mesin-mesin disiapkan, dananya diamankan dan sumber daya manusiakan dikerahkan.
Banjir masih akan ada, karena memang tidak mungkin menghilangkannya dengan kondisi yang sekarang. Menurut penuturan Ahok, masih ada 400 titik yang harus dibenahi dengan pembebasan lahan seluas 350 hektar. Dengan ini, maka Jakarta bisa dinyatakan banjir, dengan tetap mengontrol daerah hulu.
Kesempatan Emas Ahok