Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cicero: Ikan Membusuk Mulai dari Kepalanya

30 Januari 2017   19:08 Diperbarui: 30 Januari 2017   19:16 2064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: nasional.kompas.com

Di lingkungan eksekutif juga tidak mau kalah. Mulai dari menteri juga menyelipkan uang rakyat melalui rekening-rekening orang-orang dekatnya. Ada Andi Malarangeng, terdampak pembangunan proyek raksasa tempat pembinaan atlit Indonesia. Ada Surya Dharma Ali, melakukan tindakan korupsi penyelenggaraan haji. Ada lagi Jero Wacik, menggunakan uang negara untuk kepentingan pribadi.

Di lingkungan yang paling disiplin pun ternyata terjadi juga. Kasus terakhir di TNI adalah adanya korupsi 12 juta dolar terkait pembelian alat utama sistem pertahanan negara. Di lingkungan kepolisian ada perkara besar terkait mesin simulasi pembuatan Surat Ijin Mengemudi. Di Bakamla ada perkara terkait alat sistem pemantauan kapal yang menjaga laut Indonesia dan isinya dari penjarahan.

Kemanapun kita menatap, ke seluruh penjuru angin, aroma korupsi meruap ke angkasa. Tinggal menunggu waktunya untuk mengalami nasib sial atau ujian. Benar. Bagi pelaku korupsi yang tertangkap, itu adalah ujian. Mungkin ujian untuk korupsi berikutnya. Karena korupsi kali ini ketahuan. Sehingga harus dipertajam lagi lagi teknik dan metodenya. Ujian yang harus benar-benar dimanfaatkan.

Kejahatan Luar Biasa

Jika asumsi yang selama ini masih berlaku, bahwa 30% uang negara bocor alias dikorupsi, kira-kira berapa nilainya? Dengan menggunakan realisasi APBN 2016 sebesar Rp. 1.859,5 trilyun, maka nilai yang dikorupsi adalah sekitar Rp. 557 trilyun rupiah. Jika ini masih terlalu besar, mari kita gunakan angka 20%. Maka nilainya adalah Rp. 371 trilyun. Jika ini masih terlalu besar juga, maka kita pakai angka 10% kebocoran. Maka nilainya adalah Rp. 185 trilyun rupiah.

Ini jauh di atas anggaran APBN Kementerian Pertahanan yang berkisar di Rp. 108 trilyun untuk 2016, sebagai kementerian dengan anggaran terbesar. Jika dua anggaran teratas digabungkan yakni Kementerian Pertahanan dan Kementerian Pekerjaan Umum, maka hanya sedikit lebih besar dari kebocoran 10%. Dengan dana sebesar itu, jika bocornya mencapai 30%, maka hilanglah 2,8 juta lebih rumah murah perumnas bagi masyarakat dengan pendapatan rendah. Dengan dana sebesar itu, hilanglah kesempatan untuk merehabilitasi ruang kelas rusak sejumlah hampir 2 juta. Lalu, anak-anak didik kita kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan. Daya saing negara ini akan mengalami kemerosotan.

Betapa besarnya kerugian yang diakibatkan korupsi. Dampak lanjutannya adalah mengerikan. Pembangunan yang dirancang akan tertunda. Kualitas pembangunan akan sangat buruk. Pelayanan publik pasti akan sangat rendah. Jalan-jalan pasti akan banyak yang rusak dan berlubang. Mungkin busung lapar akan bermunculan. Rumah-rumah murah tidak akan terwujud. Kejahatannya luar biasa.

Pertanyaannya, akankah ucapan Cicero ini harus diwujudkan? Akankah satu generasi harus kita bumi hanguskan demi hilangnya korupsi di Indonesia? Akan kah kita biarkan bangsa ini membusuk hingga kemudian hancur karena kepala-kepala rakus yang tidak bernurani?

Bangsa ini harus dibebaskan dari kepala-kepala busuk ini. Terlalu banyak kepala busuk yang berkeliaran di negara ini. Kita hanya bisa berharap, kita bisa menyiapkan pisau yang cukup tajam untuk memenggal kepala busuk ikan itu. Hingga nantinya kita masih bisa menikmati daging lembut hingga ke ekornya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun