Di kiri dan kanan jalur kereta yang dibatasi dengan pagar, sekilas menyajikan sifat dari negara Korea ini dan tentunya penduduknya. Lahan-lahan pertanian padi dan sayuran teratur dengan sistem yang modern. Tanaman-tanaman sayuran ditanam di lahan yang cenderung sempit dalam bangunan-bangunan seperti hanggar kecil yang ditutupi plastik. Sementara sawah-sawah ditanami padi dalam skala yang juga sangat kecil. Tidak tampak lahan pertanian terbentang luas seperti dalam perjalanan Jakarta-Bandung di sekitar Karawang.
Di beberapa titik, terdapat kota-kota baru dengan julukan kota internasional. Kota-kota baru ini pada umumnya adalah kawasan bisnis dan industri. Bangunan-bangunan masif seluruhnya vertikal.  Lahan memang makin sempit di Korea Selatan. Belum lagi lahan yang layak dibangun juga terbatas karena lahannya di Korea cenderung basah, berawa dan dikelilingi gunung—gunung. Seperti jalur kereta menghubungkan Incheon dan Seoul ini dibangun di atas lahan yang cenderung lembek. Jalur ini juga melewati selat dan sungai Hangang, yang merupakan sungai terbesar di Seoul. Untuk ini, tentunya diperlukan teknologi tingkat tinggi.
Sisi kiri kanan jalur kereta tidak terlibat kekumuhan. Hanya lahan pertanian, jalur jalan bebas hambatan, laut dan sungai yang membentang. Banyak pulau-pulau yang sangat kecil yang bertebaran di semenanjung pantai Barat Korea ini. Bangunan-bangunan dibangun di kaki-kaki bukit dan kelihatan beberapa bukit dipapas untuk memberi ruang bagi bangunan dan jalan. Jalur jalan bebas hambatan dibangun melintasi sungai dan menerobos bukit membentuk terowongan.
Pemandangan sepanjang perjalanan kelihatan bagus. Tidak ada sampah yang bertumppuk-tumpuk seperti layaknya jalur KRL Jakarta-Depok. Â Pagar-pagar pembatas jalur dengan lahan-lahan penduduk dan pertanian hanya dibuat dari pagar besi biasa yang banyak terdapat di toko-toko di Indonesia. Hanya pagar pembatas di jembatan-jembatan baik yang melintasi jalan raya, sungai dan laut dibuat jauh lebih kokoh.
Tidak tampak pagar-pagar yang dicorat-coret dan digantungi berbagai macam benda. Tidak ada bangunan yang menempel dengan pagar. Bahkan tidak ada pemukiman dalam jarak dekat dengan jalur rel kereta. Penulis juga melirik ke jalur kereta dari jendela, ingin melihat kebersihannya. Tidak ada sampah yang bertebaran. Tidak ada botol-botol plastik dan berbagai benda lainya yang biasa hadir di jalur KRL di Jakarta Depok. Pemandangan kelihatan bersih dan rapih. Bisa dipastikan ini karena secara umum orang Korea tertib dan bersih.
Dalam perjalanan pertama penulis ke Korea Selatan ini memberikan dorongan untuk dapat menikmati dan mengamati sebanyak-banyaknya negara ini, yang sebelumnya hanya diketahui dari bacaan, berita-berita di koran dan juga iklan-iklan perjalanan di koran-koran nasional di Indonesia. Negara yang terkenal dengan berbagai teknologinya dengan jualan budayanya yang luar biasa itu, ingin dinikmati langsung dan melihat sebenar-benarnya negara yang dari dulu terkenal sebagai penghasil ginseng. Ginseng sejenis rempah-rempah yang berbentuk akar-akaran yang khasiatnya bagus untuk kesehatan. Jika dulu, Korea hanya terkenal dengan ginseng, sekarang tidak lagi. Korea indentik dengan kemajuan. Korea sudah berhasil mensejajarkan diri dengan bangsa-bangsa lain di tengah keterbatasan sumber daya termasuk lahan yang tidak melimpah.
Berharap Indonesia, dan juga Jakarta bisa hadir dengan kemajuan seperti Korea Selatan. Padahal, Korea Selatan 5 tahun lebih lambat merdeka dari Indonesia dengan kondisi awal  yang hancur lebur setelah perang Korea dan perang saudara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H