Pertama dilihat dari jenis katanya. Kata menarik bisa kata sifat dan bisa kata kerja. Jika sebagai kata kerja, maka kata ‘menarik’ adalah kata kerja transitif, artinya kata kerja yang memerlukan objek.
Jika yang dimaksudkan Kompasianer itu adalah mengajak atau menyuruh kita untuk menyetujui bahwa ada yang menarik dari pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan, maka kata menarik dalam frasa tersebut adalah kata sifat. Jika ‘menarik’ adalah kata sifat dan Kompasianer tersebut memaksa kita untuk mengikuti idenya, maka struktur yang benar adalah “Menarik, bukan!”. Jadi ada koma di antara menarik dan bukan.
Tetapi melihat frasanya, Kompasianer tersebut, setidaknya dari rasa bahasanya, sebenarnya melakukan persuasi supaya pembaca menyetujui idenya. Struktur seharusnya adalah “Menarik, bukan?”.
Dalam frasa “Menarik bukan!”, maka kata menarik adalah kata kerja, karena tidak ada koma di antara kata menarik dan kata bukan. Dalam pengertian tersebut maka ada yang menarik kata bukan. Sementara kata ‘bukan’ tidaklah kata benda. Dalam struktur yang benar, “Menarik, bukan?”, kata bukan adalah ekor pertanyaan. Dalam Bahasa Inggris dikenal sebagai question tag biasanya digunakan untuk mengonfirmasi atau pun melakukan persuasi.
Selanjutnya, kembali kepada frasa yang dituliskan Kompasianer tersebut, terjadi kesalahan struktur untuk makna yang dimaksudkan. Kata ‘menarik’ bukanlah kata sifat dalam frasa tersebut, tetapi merupakan kata kerja, karena tidak dipisahkan oleh koma.
Penggunaan tanda seru juga tidak tepat, karena maksud Kompasianer tersebut bersifat persuasi atau mengajak pembaca untuk setuju dengan idenya, bukan memerintah. Menurut pedoman EYD, tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat. Tidak mungkin juga kita memerintah orang dalam konteks citizen journalism seperti Kompasiana ini. Dengan demikian, apa yang diinginkan oleh Kompasianer tersebut dengan cara penulisannya, kurang pas.
Maka dari itu, dalam menulis seorang penulis harus memperhatikan tanda baca dalam upaya memberikan makna yang sejelas-jelasnya atas buah pikiran yang hendak disampaikan dalam bentuk tulisan. Selalu ada tantangan untuk bisa dengan lancar menyampaikan ide dengan struktur kalimat yang benar dan tentunya dengan tanda baca yang tepat. Karena pada kenyataannya, tanda baca hadir untuk memberikan makna dan untuk itulah tanda baca harus digunakan secara tepat.
Untuk ini pun, penulis masih terus belajar. Bahkan penulis berupaya untuk selalu membaca ulang artikel yang dibuat sebelum ditayangkan, bisa sampai dua kali. Upaya untuk memastikan ide sudah tersampaikan dengan struktur dan tanda baca yang benar. Untuk itulah adanya tanda baca karena memang punya makna. Mari terus menulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H