[caption caption="Yusril Ihza Mahendra. Foto: tribunnews.com"][/caption]Setiap orang tentunya dalam hidupnya setidaknya memiliki satu orang idola. Idola itu bisa jadi orang terkenal, tokoh politik, tokoh agama dan bahkan orang terdekat, misalnya ayah atau ibu. Idola bisa diartikan, seperti menurut Merriam-Webster, seseorang yang sangat dicintai atau dikagumi, secara berlebihan dan bisa juga secara membabi buta.
Kecenderungan memiliki idola adalah keinginan yang sangat besar untuk menjadi seperti idola tersebut. Mengikuti pemikirannya, gaya hidupnya, tingkah lakunya, idealismenya dan tindakan-tindakannya. Segala sesuatu yang berhubungan dan identik dengan sang idola, pasti akan diterima dan ditelan bulat-bulat. Segala gerak-geriknya akan diikuti bahkan pada tingkatan detik per detik. Pada keadaan tertentu, sang idola akan dijadikan tokoh sepanjang hidupnya dan ada kemungkinan memaksa orang lain untuk mengidolakan idolanya tersebut.
Seperti Andi F. Noya, pembawa acara Kick Andy, yang mengidolakan Ahmad Albar vokalis grup cadas Godbless. Tindak-tanduk Ahmad Albar diikuti. Gaya rambut yang kebetulan sama, mendukung proses mengidolakan rocker terkenal tersebut. Tampilan rocker seperti jins, sepatu boot setinggi lutut, baju you can see, menjadi kesehariannya. Pernah, karena mengidolakan satu orangrocker bule yang suka memakai kalung dot bayi, Andy muda pun melakukan hal yang sama bahkan mengisap dot tersebut kemana pun dia pergi. Demikianlah Andi F. Noya tentang idolanya seperti diceritakan dalam buku biografinya yang berjudul sama dengan namanya.
Secara psikologis, memiliki idola tidak menjadi masalah, jika tentunya masih dilakukan dalam kondisi yang wajar. Akan menjadi masalah ketika sudah mengikuti segala tindak-tanduk sang idola tanpa wajar. Seperti yang disampaikan oleh Craig Fergusson, seorang pembawa acara televisi Amerika yang juga penulis, aktor dan sutradara. Begini katanya, “Be careful who you choose as your hero or who you choose to deify. You put all your hope and all your dreams and all your ideas about stuff into one human being”. Dia tambahkan, “You can't make someone your hero because of something you read on the internet”
Hati-hati memilih idola, karena sang idola akan merasuk ke dalam diri yang mengidolakan. Yang juga terjadi adalah ketika mengidolakan seseorang akan terbentuk ‘kepatuhan’ kepada segala tindak-tanduk sang idola, karena harapan, mimpi dan ide-idenya tentunya sudah merasuki hati, jiwa dan akal pikiran. Yang mengidolakan juga akan menaruh harapan, mimpi dan ide-idenya pada idolanya.
Adalah Yusril Ihza Mahendra, salah seorang calon gubernur yang sedang dalam pencarian partai pendukung selain partainya sendiri, yang adiknya duta besar Indonesia untuk Jepang yang dituduh rasis, sangat mengidolakan Presiden Turki bernama Recep Tayyip Erdogan. Enaknya memanggilnya dengan Presiden Gagan karena agak mirip dengan nama dari Jawa Barat. Tetapi dunia internasional mengenalnya sebagai Presiden Erdogan. Akibat sangat mengidolakan Erdogan, Yusril bahkan pernah menyarankan Jokowi untuk meniru Erdogan. Yusril merasa Erdogan adalah pemimpin yang paling ideal. Erdogan adalah idola Yusril.
Mimpi Yusril memang ingin menjadi presiden. Seperti sering disampaikan, bagi Yusril menjadi Gubernur DKI hanya sebagai batu loncatan. Meskipun Yusril tidak mengidolakan Jokowi, dipastikan dia ingin mengikuti jejak Jokowi. Tetapi, kalau memang mau mengikuti jejak Jokowi, harusnya dia mencalonkan diri jadi walikota dulu, bisa dimana saja. Turun pangkat dari mentri menjadi walikota sepertinya tidak masalah bagi Yusril.
Presiden Erdogan saat ini dianggap sebagai presiden dengan banyak kontroversi. Tindakannya memberangus demokrasi penyebabnya. Arahnya menjadi lebih intoleran, anti terhadap kritik dan otoriter. Ujung dari ketidaksukaannya kepada kritik, sebagai contoh, diterjemahkan lewat ancaman hukuman seumur hidup kepada dua jurnalis Cumhuriyet, jurnalis oposisi di negaranya dengan tuduhan membocorkan rahasia negara. Ketika pengadilan Konstitusional Turki tidak mengindahkannya, Erdogan menegur lembaga tersebut. Pengadilan untuk para wartawan ini, yang dihadiri oleh diplomat asing, awalnya terbuka tetapi kemudian ditutup dengan alasan rahasia negara.
Selanjutnya, penahanan terhadap jurnalis yang beroposisi juga telah dilakukan. Telah 5 jurnalis ditangkap dan ditahan. Terakhir yang paling parah adalah pengambilalihan surat kabar terkemuka Turki,Zaman, karena pemberitaannya tidak disukai Erdogan, cenderung menyerang kebijakan yang diambil sang penguasa.
Tidak berhenti sampai disitu, hingga 18 bulan terakhir menurut koran Jerman Der Spiegel, Erdogan memeriksa hampir 2000 orang dengan tuduhan menghina presiden. Untuk menghentikan hal—hal seperti ini terjadi, Erdogan juga pernah menginstruksikan menutup Twitter, FacebookdanYoutube. Jalur-jalur demokrasi daring, dihantam.
Masyarakat Turki juga sangat berhati-hati dengan ucapan dan tindak-tanduk mereka. Jangan sampai membuat Presiden mereka tersinggung. Sialnya, presidennya sangat gampang tersinggung. Hal ini dialami oleh seorang guru yang membuat gerakan tangan yang mencibir sang Presiden, yang waktu itu masih perdana mentri. Hasilnya Ibu guru beranak dua ini diganjar 11 bulan 20 hari penjara. Bahkan 2 bocah berumur 12 dan 13 tahun pun diadili karena merobek poster Erdogan. Tambahan, seorang remaja berumur 15 tahun juga dipenjarakan karena menghina Erdogan.
Kebijakan lainnya adalah berusaha membangun hubungan diplomatik dengan Israel. Bahkan Rusia menuduh Turki melakukan perdagangan minyak ISIS, yang tentunya digunakan oleh ISIS untuk membiayai aktivitas pemusnahan para musuhnya.