Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Teringat Gayus Tambunan di KPP Pratama Pulo Gadung

31 Maret 2016   23:59 Diperbarui: 1 April 2016   00:23 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Gayus Menghimbau Wajib Pajak Bayar Pajak. Foto: sicumi.com/"][/caption]Hari ini 31 Maret 2016 adalah hari terakhir penyerahan SPT untuk pajak penghasilan pribadi tahun 2015. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pulo Gadung berjibaku melayani masyarakat yang akan melakukan kewajibannya.

Keramaian sudah kelihatan sejak dari pintu gerbang. Tenda-tenda dipasang di halaman untuk memberikan layanan yang lebih baik kepada masyarakat wajib pajak, tentunya. Petugas-petugas dikerahkan untuk memberikan layanan terbaik. Anak-anak SMK yang sedang praktek kerja juga dimobiliasi.

Peningkatan pelayanan telah terlihat. Ada petugas yang berkeliling membantu wajib pajak yang tampak kebingungan harus memulai darimana. Apalagi bagi wajib pajak yang baru, pertama sekali membayar pajak, mereka akan sedikit kebingungan harus memulai dari mana.

Untuk peningkatan pelayanan yang lebih baik, pemerintah sekarang telah menggunakan bantuan teknologi. Wajib pajak nantinya dapat melakukan pengisian SPT dengan sistem elektronik. Hal ini tentunya akan memudahkan. Waktu tidak tersita banyak untuk melakukan penyerahan SPT ini. Di KPP Pulo Gadung juga boleh melakukan pendaftaran untuk layanan berbasis internet ini. Pemerintah tampaknya sangat serius untuk menggali potensi pajak dari masyarakat.

Sebenarnya, pemerintah tidak usah terlalu khawatir dengan wajib pajak pribadi ini. Mereka umumnya patuh untuk membayar pajak. Ada sanksi hukum apabila tidak membayar atau tidak melaporkan. Sama halnya dengan kredit, berdasarkan penelitian, para kreditor kecil seperti masyarakat menengah ke bawah, lebih patuh menyicil hutangnya. Angka pembayaran hutang dan kredit golongan masyarakat ini lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat dengan penghasilan sangat tinggi apalagi badan hukum. Tentunya, para wajib pajak ini berharap pemerintah akan menggunakan pajak mereka untuk melakukan pembangunan dan pelayanan publik yang berkualitas.

Ramainya kantor KPP Pratama Pulo Gadung bisa jadi karena memang hari ini adalah hari terakhir untuk penyerahan SPT. Diperlukan waktu yang khusus untuk menyelesaikan urusan SPT ini. Bagi para pekerja harus mengambil cuti setidaknya setengah hari untuk dapat menyelesaikannya. Untunglah pemerintah mulai membuka layanan online yang dinamakan e-filing. Untuk pengisian SPT dengan e-filing ini, tenggatnya diundur hingga April 30. Ini tentunya memberikan keleluasaan bagi wajib pajak dan sekaligus menguji kesiapan sistem yang dibangun pemerintah.

Di tengah antrian menunggu giliran mendapatkan pelayanan, tiba-tiba teringat Gayus Tambunan. Ya, Gayus Tambunan. Setelah itu, tidak lama kemudian, sebuah meme hadir di telepon pintar penulis. Di meme itu ada foto Gayus Tambunan. Dia berada di suatu tempat yang indah, di sebuah kolam renang sedang bersantai, sepertinya sebuah resor yang mahal. Ada pesannya, “Ayo sudah mau akhir bulan, jangan lupa isi SPT-nya”.

Banyak, tentunya, yang masih ingat dengan Gayus Tambunan ini. Dia adalah pelaku korupsi pajak dengan jumlah rampokan hingga ratusan milyar. Dengan segala pemahaman yang tinggi soal celah-celah peraturan pajak, dia memfasilitasi pengemplangan pajak berbagai perusahaan besar, supaya jumlah pajak terhutang perusahaan-perusahaan tersebut bisa lebih kecil. Selisihnya bisa dibagi-bagi, bisa happy-happy. Uang yang harusnya bagi kemakmuran rakyat, diambil untuk kemakmuran pribadi Gayus.

Dengan harta yang sangat berlimpah, hasil rampokan pajak tentunya, bisa dibayangkan betapa jumlah uang yang diganyang Gayus Tambunan ini sungguh luar biasa besar dibandingkan dengan gaji bulanannya. Gayus memiliki rumah berharga 3 milyar rupiah, mobil berharga 1 milyar rupiah dan deposito yang bejibun. Setelah Gayus, masih ada kasus-kasus pegawai pajak yang ditangkap karena permainan ini, baik kerjasama mengemplang pajak, maupun pemerasan terhadap wajib pajak. Para ‘perampok pajak’ ini dengan santainya melakukan kejahatannya tanpa merasa bersalah. Setidaknya bisa dilihat dari senyum Gayus Tambunan di foto-foto yang banyak beredar.

Di dalam penjara pun, orang-orang seperti Gayus ini mendapatkan perlakuan khusus. Mereka sepertinya dengan mudah keluar masuk penjara. Tentunya menggunakan kekuatan uang yang mereka kemplang. Gayus Tambunan dengan santainya bisa mendapatkan fasilitas menonton pertandingan tenis di Bali. Di Sukamiskin, dia membeli rumah persis di sebelah penjara. Sehingga dengan mudah dia bisa istrahat di rumahnya. Hanya berada di penjara ketika ada petugas pusat yang melakukan inspeksi yang katanya mendadak.

Belum lagi tamasya Gayus ke Singapura dengan wanita-wanita cantik. Tentunya, kesempatan emas ini tidak gratis. Gayus harus mengeluarkan biaya yang besar untuk mendapatkan ‘privilage’ dari pihak rutan. Orang-orang yang mendukungnya pasti kecipratan uang dalam jumlah besar. Uangnya, dari hasil rampok uang pajak rakyat.

Diyakini, Gayus hanyalah puncak gunung es dari perampokan uang rakyat ini, perampokan pajak rakyat yang dihasilkan dari bekerja keras. Pada tingkatan yang lebih bawah, terutama yang berada pada garis depan yang berurusan dengan para wajib pajak perusahaan, praktek-praktek ini pastinya ada. Hasil bisik-bisik dengan teman-teman yang keluar dari kantor pajak, tentunya ini tidak bisa dikonfirmasi, praktek ini adalah sebuah budaya. Bahkan ada kejadian, bagi mereka yang masih baru masuk, uang tiba-tiba muncul di rekeningnya, tanpa sepengetahuannya. Uang bagi-bagi. Sekali lagi, ini tidak terkonfirmasi. Hanya bisik-bisik tetangga. Hanya kemungkinan-kemungkinan. Hanya cerita-cerita.

Hal ini bisa kita pastikan jika melihat pada kecepatan ‘para oknum perampok’ pajak ini dalam mengumpulkan harta. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, rumah baru dan deposito serta alat-alat canggih yang tidak bisa dibeli kaum awam, jamak menjadi milik mereka. Bahkan, para istri petugas pajak ini katanya memiliki candaan yang unik. Harga barang mahal yang mereka inginkan dihargai dengan ‘amplop’. Katanya, kalau mau beli jam seharga, katakanlah puluhan juta rupiah, para istri ini mengatakan ‘cukup 2 amplop’. Penulis jadi iri. Benarkah berita ini?

Upaya menghilangkan niat buruk petugas pajak ini, telah dilakukan pemerintah. Pemerintah melakukan kebijakan remunerasi. Di antara pegawai pemerintah, pegawai pajak memiliki gaji paling tinggi. Remunerasi yang diberikan Sri Mulyani ini ternyata tidak berdampak banyak bagi para pencoleng uang rakyat ini. Seperti menaburkan garam ke lautan, katanya. Karena tentunya hasil ‘mengail’ mereka jauh lebih besar dari kenaikan pendapatan yang diberikan.

Dalam antrian, sempat berfikir, melihat kepada perjuangan para wajib pajak untuk mencari uang dan membayarkan kewajibannya kepada negara, masih kah praktek-praktek seperti Gayus ini akan terjadi? Para wajib pajak ini melakukan kewajibannya dan patuh kepada hukum. Mereka melakukan kewajibannya bukan karena tag line basi yang selalu dikumandangkan Ditjen Pajak: Orang Bijak Taat Pajak. Itu sudah basi. Tidak nendang dan tidak nyambung, itu kata anak-anak muda sekarang. Para wajib pajak ini melakukan kewajibannya karena patuh dengan pemerintah.

Para wajib pajak di KPP Pratama Pulo Gadung, yang menyerahkan SPT-nya, tanpa melihat jumlah pajak yang dibayarkan, tentunya memiliki harapan terhadap uang pajak yang dibayarkan. Mereka ingin agar pajak yang dibayarkan menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat. Pada dasarnya memang pajak adalah basis pemerintah untuk melakukan pembangunan. Tanpa pajak, pemerintah tidak bisa melakukan pembangunan dan membayar para pegawainya untuk menjalankan fungsi publiknya.

Upaya pemerintah dilakukan sedemikian rupa untuk menggenjot pendapatan dari pajak ini. Selama ini target-target pajak masih meleset. Pergantian Dirjen Pajak diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara dari pajak. Dilihat dari rasio potensi pajak Indonesia, ternyata pajak yang dipungut sekarang itu hanya berkisar dari 12-14% total potensi wajib pajak. Masih banyak yang belum membayar pajak. Apalagi pejabat-pejabat yang LHKPN-nya belum diserahkan. Mereka disangsikan telah melakukan pembayaran pajak dengan benar.

Pemerintah sedang berupaya untuk mengintensifkan pendapatan pajak ini dengan menambah jumlah wajib pajak, menghilangkan kebocoran, hingga berencana mengadakan suatu badan yang memiliki otoritas pemungutan pajak, seluruh jenis pajak. Hal ini masih ditentang banyak sektor, karena sektor-sektor yang memiliki potensi pajak akan ‘kering’. Polisi, misalkan, masih menangani pajak kendaraan bermotor. Seharusnya polisi hanya melakukan penegakan hukum terkait lalulitas ini. Kehutanan masih ada dana reboisasi ataupun dana recovery untuk petambang yang mendapatkan pinjam pakai wilayah hutan. Upaya-upaya perbaikan yang dilakukan pemerintah haruslah didukung.

Akan tetapi, di dalam antrian tadi, sempat ragu untuk melaporkan dan membayarkan pajak, melihat senyum Gayus di layar telepon pintar itu. Tapi, demi sebuah kewajiban kepada negara yang harus ditunaikan, demi pelayanan publik yang lebih baik, maka urusan SPT ini harus dituntaskan. Harapnnya, gayus-gayus lain tidak muncul merampok hasil keringat rakyat kecil yang berjuang untuk melakukan kewajibannya bagi negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun