Kalau bicara soal kekompakan, solidaritas dan kebersamaan. Pastilah para pemuda pemiliknya.
Sama seperti yang terjadi di daerah tempat tinggalku. Anak-anak muda yang tinggal di RT.3 dan 4 Desa Beringin Agung kompak dalam setiap kegiatan di dalam ataupun di luar desa.
Karena kekompakan dan kebersamaan inilah yang pada akhirnya melahirkan sebuah kegiatan kesenian yang kemudian menjadi sebuah Paguyuban Seni Kuda Lumping yang sudah berjalan selama 2 tahun belakangan ini.
Berkat sumbangsih dan peran anak-anak muda ini, seni budaya yang sudah hampir tak tersentuh di kalangan anak muda menjadi lestari kembali. Ini juga tak lepas dari peran serta sesepuh desa yang selalu memberikan nasehat pada anak-anak muda untuk selalu kompak dalam melakukan kegiatan-kegiatan positif untuk desa.
Untuk itulah, anak-anak muda ini kemudian menjadi lebih intens bertemu dalam sebuah komunitas seni karena setiap malamnya ada jadwal latihan menari tari-tarian yang berasal dari Jawa.
Kebetulan di daerahku merupakan daerah transmigrasi yang juga ada masyarakat Temanggung. Juga ditambah dengan perantauan dari daerah Temanggung. Sehingga, anak-anak muda asli Temanggung dengan penuh semangat menularkan keseniannya di Samboja. Kekompakan anak-anak mudanya menjadi hal yang utama dalam keaktifan sebuah komunitas.
Di sini, bukan hanya anak-anak muda keturunan Temanggung saja, tapi juga ada anak-anak muda keturunan dari suku lain seperti banjar, sunda, bugis dll. Walau berbeda suku, namun mereka tetap kompak dalam melestarikan budaya indonesia.
Itulah sebabnya Paguyuban Seni Kuda Lumping Turonggo Lestari Budoyo tidak hanya diikuti oleh masyarakat Temanggung saja. Ada penari yang merupakan suku asli Kalimantan, ada yang bersuku Bugis, Sunda dll.
Berdirinya Turonggo Lestari Budoyo menjadi sebuah bukti kekompakan, kebersamaan dan solidaritas anak-anak muda dalam bergotong-royong membangun daerahnya. Sebab, Paguyuban ini berdiri sendiri dan didanai dari iuran masyarakat RT.3 dan RT.4 Desa Beringin Agung. Setiap kali TLB akan pentas, selalu dimintai iuran dari warga 2 RT tersebut, uang iuran itu nantinya akan digunakan untuk penyewaan sound, pembelian alat make up dan snack untuk para anggotanya.
Biasanya, warga akan bergotong-royong mengirimkan nasi kotak dari rumahnya masing-masing untuk para anggota TLB yang sedang melangsungkan pertunjukkan. Tidak ada warga yang merasa keberatan untuk menyumbang. Bahkan terkadang ada yang mau nyawer para penari-penarinya.
Seperti video yang aku tunjukkan di atas. Anak-anak muda kompak pergi berlibur ke pantai usai melakukan pertunjukkan pada hari sebelumnya hingga malam hari. Aku juga melihat di salah satu story mereka kalau mereka sedang masak bareng dan makan bareng di salah satu rumah anggota komunitas tersebut pada hari berikutnya.Â