Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Dilema Aviasi Nasional: Solusi di Balik 750 Pesawat

28 Januari 2025   20:04 Diperbarui: 29 Januari 2025   19:54 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dunia aviasi kita. Sumber: KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO 

Sebenarnya persoalan yang membelit industri penerbangan di Indonesia cukup kompleks.

Meskipun memainkan peran penting dalam menghubungkan lebih dari 17.000 pulau yang tersebar di seluruh nusantara, tapi sektor ini terus saja menghadapi berbagai tantangan yang berdampak signifikan terhadap efisiensi, aksesibilitas, dan keberlanjutan.

Sebelum kita bicara lebih jauh tentang apakah lebih baik Pemerintah menambah armada atau menambah jumlah maskapai? kita bicara dulu persoalan krusial dalam dunia aviasi indonesia saat ini. Bisa dikata setidaknya persoalan krusial itu mencakup lima masalah penting dan tidak sederhana.

Pertama, persoalan Infrastruktur Bandara yang Tidak Merata; Di banyak daerah terutama di wilayah Terluar, Terdepan, Tertinggal, dan Perbatasan (3TP) yang masih minim fasilitas bandara, sering kali tidak mampu menampung pesawat berkapasitas besar atau hanya memiliki landasan pacu pendek.

Sebaliknya bandara di daerah perkotaan justru sering mengalami overcapacity, seperti Bandara Soekarno-Hatta yang melayani lebih dari kapasitas idealnya. Artinya bahwa kita mengalami blunder terkait keterbatasan aksesibilitas udara di daerah terpencil, yang berarti juga adanya ketidakseimbangan distribusi lalu lintas penerbangan.

Kedua, Tingginya Biaya Operasional Maskapai. Persoalannya dipicu oleh mahalnya harga avtur di Indonesia yang lebih mahal dibandingkan negara tetangga karena monopoli distribusi. Akibatnya pajak tinggi untuk bahan bakar dan suku cadang pesawat. Belum lagi ketergantungan pada leasing pesawat dengan harga dolar AS sehingga membuat maskapai rentan terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah.

Akibatnya, hingga saat ini harga tiket bukannya makin murah, justru bertambah mahal, terutama untuk rute jarak jauh atau kurang padat.

Ketiga, Problem menyangkut; Ketimpangan Ekosistem Rute Komersial. Dimana masalah krusialnya?, Maskapai cenderung fokus pada rute-rute padat dan menguntungkan, seperti Jakarta-Surabaya, Jakarta-Medan, dan Denpasar-Jakarta. Dan akhirnya rute 3TP kurang dilayani karena dianggap tidak ekonomis.

Bahkan dalam kasus di Pulau Simeulu Aceh yang pernah menjadi episentrum tsunami 2004, pesawat komersial lebih memilih mengangkut udang beku daripada manusia?. Salah siapa?.

Persoalan ini berdampak pada konektivitas wilayah terisolasi menjadi tantangan yang bertambah besar. Tingkat ketergantungan tinggi pada subsidi pemerintah melalui skema Public Service Obligation (PSO) juga menjadi masalah tanpa solusi yang tepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun