Wacana pemblokiran media sosial X (Twitter) ternyata menuai polemik yang meluas, namun justru menjadi sebuah kesempatan bertukar pikiran yang baik. Meskipun wacana itu tidak elok, agaknya ini menjadi sebuah cara pembelajaran agar publik kita kritis dan responsif dengan berbagai permasalahan sosial yang ada.
Agaknya ketidakseriusan Pemerintah dalam mengatasi masalah judi online adalah pangkal masalahnya. Buktinya dalam proses penyelesaian kasus saja masih tebang Pilih.Â
Barangkali jika Jose Mourinho yang filosofisnya "bertanding harus menang" dijadikan orang pemerintahan, mungkin ia memakai taktik "parkir bus melintang" untuk melawan judi online!. Artinya bahwa ia tidak akan main-main untuk bisa "menang atasi masalah judi".
Rencana pemblokiran itu bermula dari banyaknya judi online di media sosial X, tapi benarkah solusi itu bisa dianggap efektif untuk memerangi judi online, sedangkan judi bersifat adiktif-candu bagi banyak orang. Atau sebaliknya justru akan memicu dampak berantai?.
Jika menyimak berbagai pandangan para pakar mungkin kita lebih jernih melihat permasalahan ini.
Apakah dengan ancaman Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang akan memblokir X atau Twitter jika tak mengikut aturan karena menampilkan konten-konten judi, memang benar bisa menjadi solusi efektif?.
Namun daripada menerima sanksi itu, Twitter pastilah akan memilih membatasi tagging dan pembatasan umur untuk konten judi yang dilarang di Indonesia agar tak dicekal.
Apakah kemudian dampaknya akan efektif jika Twitter benar-benar diblokir?. Bagaimanapun masyarakat akan kesulitan mengakses Twitter dari internet service provider (ISP) Indonesia. Dan  jika terpaksa pun harus mengakses menggunakan Virtual Private Network (VPN) dan proxy.
Dan ini juga membuka peluang turunnya market share yang kemungkinan malah akan diambil alih oleh pesaing seperti platform alternatif Threads akan mendapatkan limpahan user dan tambahan traffic. Artinya masalah belum menemukan jalan keluarnya.
Padahal konten judi tidak hanya di Twitter meskipun tidak terekspos secara luas dan butuh pengetahuan yang tepat untuk mengaksesnya alias tidak bebas.
Bagaimanapun dengan potensi cuan yang "legit",  apakah mungkin membuat  Twitter malah melakukan monetisasi atas penyebaran konten judi yang tidak terkendali di Twitter dengan mengkategorikan dan tagging konten agar bisa dihindari oleh minor. Inilah kebandelan yang sulit dikendalikan jika sudah menyangkut uang.
Dan, pembatasan seperti rencana pemerintah terhadap medsos X, kemungkinan tidak akan berjalan dengan baik karena kondisi masyarakatnya belum siap memberikan pendidikan etika dan moral yang baik.Â
Karena pada akhirnya justru membuat pemerintah mengharapkan lingkungan media sosial Twitternya yang berubah, bukan masyarakatnya?.