Berbeda dengan Jepang yang serius membangun jalur sepedanya, di negara kita malah masih menjadi polemik. Keberadaannya tergantung pada mood dan kebijakan petinggi pemerintahannya,bukan pada kebutuhan atau komitmen membangun sebuah kota hijau. Kita mungkin harus belajar dari keseriusan Jepang. Jepang punya fenomena menarik tentang keselamatan berlalu lintas sejak dini dan khusus bagi pejalan kaki dan pengendara sepeda.
Skema peraturan keselamatan berlalu lintas ini adalah bagian dari upaya Pemerintah Jepang menjadikan kotanya lebih nyaman dalam berkendara dengan sepeda dan upaya menciptakan kota yang bersih dan minim polusi udara.
Di Jepang, kaya atau miskin, anak-anak diharuskan berangkat sekolah dengan berjalan kaki. Sedangkan siswa yang lebih besar diperbolehkan membawa kendaraan berupa sepeda!.
Di satu sisi, ini menunjukkan soal  penetapan sekolah zonasi yang telah tersistem, karena berarti rumah para siswa tak jauh dari sekolahan mereka.
Di sisi lain menunjukkan intensitas mereka dengan fasilitas publik berupa jalanan menjadi sangat familiar dan akrab dalam keseharian. Serta komitmen serius Pemerintah membangun kota yang bersih---green city, dengan menyediakan fasilitas bagi pejalan kaki dan pesepeda secara serius atas pilihan kebijakannya tersebut.
Kombinasi kebijakan yang menarik antara peraturan sekolah dan upaya pemerintah membiasakan warganya untuk tidak menggunakan kendaraan pribadi dan kendaraan publik jika tidak diperlukan (urgen) dan membiasakan menggunakan kendaraan yang anti polusi.
Di luar itu, kebijakan ini juga untuk menghindari kesenjangan sosial, termasuk penetapan seragam untuk pakaian, hingga tas sekolah yang mereka pakai.
Kecelakaan Sepeda dan Aturan Khusus Antisipasinya
Itulah mengapa, salah satu ciri kecelakaan lalu lintas di Jepang yang berbeda dibandingkan dengan negara lain adalah persentase kecelakaan pejalan kaki dan pengendara sepeda yang sangat tinggi.
Dari seluruh korban kematian dalam waktu 30 hari setelah kecelakaan, persentase kematian akibat kecelakaan pejalan kaki atau sepeda di Jepang  sebesar 52,9% (2015), sedangkan di negara lain seperti di Perancis  sebesar 19,4% (2014), 31,3% di Inggris (2014), dan 16,7% di AS (2013).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi angka kecelakaan pejalan kaki dan sepeda. Dengan keberhasilan tersebut, pada tahun 2016 angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas pada pejalan kaki menurun sebesar 12%, dan pengendara sepeda sebesar 14%.
Apa solusinya  dalam penurunan kecelakaan pejalan kaki dan sepeda?.
Dengan memastikan mobilitas yang lebih aman bagi pejalan kaki dan para pengguna sepeda dengan membuat jalur sepeda yang nyaman
Termasuk dengan membangun  zona khusus para pejalan kaki dan para pengguna sepeda. Jepang telah mempromosikan suatu area yang disebut "Zona 30" untuk memastikan mobilitas yang lebih aman bagi pejalan kaki dan orang lain termasuk bagi para pesepeda di jalan-jalan pemukiman di daerah perkotaan.
Zona 30 merupakan kawasan yang kecepatan maksimumnya dibatasi pada 30 kilometer per jam dan jalur samping dibuat atau diperlebar. Selain itu, pengerasan jalan taktil digunakan pada penyeberangan jalan pejalan kaki untuk meningkatkan keselamatan dan kenyamanan bagi tunanetra.
Begitu juga dengan tambahan rambu-rambu untuk mencegah kecelakaan lalu lintas dengan memisahkan waktu pejalan kaki dan sepeda versus waktu kendaraan.
Dari sekitar 80 persen kematian akibat kecelakaan sepeda, pengendara sepeda melanggar peraturan lalu lintas. Dalam banyak kasus, pengendara sepeda gagal memastikan keamanan situasi atau tidak mengendalikan sepedanya dengan benar, sehingga lalu lintas sepeda yang baik dan teratur sangatlah penting.
Ada  empat langkah dilakukan Pemerintah Jepang untuk membuat para pengguna sepeda menjadi lebih nyaman.
Pertama; Memperbaiki lingkungan lalu lintas untuk sepeda
Perbaikan sedang dilakukan untuk menciptakan lingkungan di mana para pengguna sepeda dan mobil dapat berdampingan dalam memanfaatkan fasilitas jalan raya, dengan memastikan keselamatan lalu lintas bagi pengendara sepeda.
Selain itu, ruang-ruang khusus sedang dikembangkan untuk sepeda, seperti  jalur sepeda, dan  tempat-tempat tertentu yang peraturan lalu lintasnya memperbolehkan sepeda berada di trotoar. Ini untuk memastikan keselamatan bagi pengendara sepeda.
Di negara kita terutama di ibukota masih menjadi perdebatan soal keberadaan jalur sepeda. Belum ada kebijakan yang menyeluruh dan sinkron yang diterapkan oleh para pemangku kepentingannya. Sehingga seolah masih bersifat parsial menjadi produk dari kebijakan seorang pemangku kepentingan, bukan kebijakan yang tetap dari sebuah kota.
Padahal ini menjadi bagian dari komitmen Pemerintah untuk memulai gagasan membangun green city. Secara bertahap memfasilitasi publik yang menggunakan fasilitas pedestrian bagi pejalan kaki dan jalur sepeda bagi para pesepeda yang memanfaatkannya untuk sekedar transportasi harian, sarana berolah raga dan akses untuk berangkat pulang pergi ke kantor dan keperluan harian lainnya.
Ketersediaan fasilitas publik yang semakin memadai disertai kebijakan peraturan yang serius secara perlahan akan membangun mind set masyarakat untuk menggunakan trasnportasi sepeda sebagai sebuah kebutuhan harian. Bukan sekedar kesenangan atau bagian dari aktifitas berolah raga.
Bahkan pemanfaatan secara masih hari khusus secara  Car Free Day adalah cara yang efektif sebagai pendukung kebijakan penyediaan jalur sepeda dan pejalan kaki, agar lebih masif dipahami oleh publik.
 Kedua;  Meningkatkan kesadaran pengendara sepeda terhadap peraturan lalu lintas
Program penyadaran mencoba untuk membiasakan pengendara sepeda dari semua kelompok umur dengan peraturan lalu lintas untuk sepeda, termasuk peraturan bahwa sepeda pada dasarnya harus berjalan di jalan raya; sepeda harus berada di sisi kiri jalan berdampingan dengan para pejalan kaki di trotoar.
Bahkan untuk mengurangi program kerusakan dan cedera akibat kecelakaan sepeda, di Jepang Pemerintah  mempromosikan penggunaan helm bagi pengendara sepeda, dan penggunaan sabuk pengaman bagi anak kecil di kursi anak sepeda.
Ketiga; Pendidikan keselamatan sepeda
Pendidikan keselamatan bersepeda diprioritaskan untuk anak-anak dan pelajar. Bahkan dalam pendidikannya Pemerintah berusaha memberikan konten edukasi yang baik, dengan menggunakan stuntmen untuk meniru kecelakaan lalu lintas, mengadakan kelas sepeda partisipatif, praktik langsung dengan menggunakan simulator sepeda, dan lainnya.
Tujuannya agar publik mengetahui aturan yang benar tentang tata cara bersepeda dan risikonya, serta mendorong kebiasaan bersepeda menjadi sebuah kebutuhan transportasi publik harian untuk jarak tertentu yang bisa mereka manfaatkan dengan moda transport sepeda.
Bahkan penyediaan fasilitas publik berupa penitipan atau penyimpanan sepeda yang aman, sehingga para pengguna sepeda dapat menyimpan kendaraan emreka jika berkeinginan menyambung dengan transportasi publik lain seperti MRT, atau  kereta api dan bus untuk jarak tempuh yang lebih jauh dari rumahnya.
Jadi tidak sepenuhnya bergantung pada transportasi  publik saja. Kombinasi antara trasnportasi yang ramah lingkungan dan transportasi publik.
Keempat; Â Panduan lalu lintas bagi pengendara sepeda
Pemerintah Jepang berdasarkan data kecelakaan yang ada terus berusaha melakukan perbaikan, termasuk dengan menetapkan 1.791 kawasan dan jalan prioritas secara nasional sebagai zona khusus untuk pembinaan dan edukasi lalu lintas sepeda per 31 Desember 2015.
Peringatan dikeluarkan ketika pengendara sepeda berkendara tanpa lampu, berkendara ganda, mengabaikan sinyal merah, dan gagal berhenti. Untuk pelanggaran lalu lintas yang berat dan berbahaya, penangkapan dan tindakan tegas lainnya akan diambil.
Dan bagi pelaku penyebab kecelakaan sepeda yang berulang akan mendapat pembinaan dan pembelajaran teknis tentang sepeda dan segala aturan serta konsekuensi yang bisa diperolehnya jika melakukan pelanggaran.
Empat langkah yang telah ditempuh oleh Pemerintah Jepang menunjukkan bahwa mereka tidak hanya berkeinginan menjadikan sepeda sebagai salah satu moda transportasi yang dipakai harian. Tetapi menjadi bagian dari budaya positif yang ramah lingkungan di lingkungan perkotaan.
Dalam jangka panjang, kebijakan ini akan menjadi bagian dari skema besar membangun kota hijau yang ramah lingkungan dan minim polusi.
Seperti juga kebijakan Pemerintah Singapura menyediakan taman di jalur para pejalan kaki dan pesepeda dengan tujuan memberikan nuansa teduh di kota yang kaku dengan gedung-gedung pencakar langit yang mengundang dampak negatif bagi pemanasan global dan kendaraan publik yang berlebihan seiring dengan pertambahan populasi penduduk yang dapat memicu polusi udara yang meningkat.
Jadi kebijakan menyediakan jalur sepeda sebenarnya bukan hanya persoalan apakah penting atau tidak, namun merupakan bagian dari kebijakan dan skema besar Pemerintah membangun kota hijau (green City) secara perlahan agar menajdi bagian dari kebiasaan dan pola pikir masyarakat perkotaan yang tinggal di dalamnya.
 Sejak Pemerintah di Aceh menetapkan zona atau area Car Free Day saja, ratusan orang berpartisipasi memanfaatkan setiap minggunya, dan kebiasaan bersepeda di kampus mulai perlahan terbentuk dan dilakukan tidak saja oleh para mahasiswa, tapi juga para dosennya.
Seorang teman dosen saya di Arsitektur USK, ternyata telah sejak lama melakukan kebiasaan bersepeda bahkan hingga ke kota yang berjarak 8 kilometer. Selain sebagai transportasi yang memudahkannya untuk hunting foto mencarai bahan arsitektur, ia juga mendokumentasikan banyak bangunan sebagai bagian dari bahan perkuliahannya di jurusan arsitektur yang diampunya di kampus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H