[sebuah refleksi seorang guru]
Hari Pendidikan Nasional tahun ini spesial, selain temanya masih terkoneksi dengan Merdeka Belajar--"Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar", bulan Mei juga ditetapkan Mendikbudristek sebagai bulan Merdeka Belajar. Tentu ini menjadi bagian penting dari evaluasi menyeluruh atas berbagai capaian kita selama ini.
Dunia pendidikan kita memang terus merevolusi sistem dan kurikulumnya, namun yang menjadi pertanyaan besar tentulah, bagaimana kita bisa mewujudkan impian besar tersebut.
Langkah menerapkan berbagai sistem, kurikulum dan berbagai kebijakan berkaitan dengan peningkatan pendidikan seperti di negara lain yang telah maju pendidikannya, menjadi bagian dari pencarian solusi menguatkan kualitas pendidikan kita menjadi lebih baik.Â
Meskipun langkah ini, mungkin masih prematur dalam kondisi kekinian dunia pendidikan kita yang masih banyak kekurangan,namun mendorong perubahan memang harus terus dilakukan.
Bagaimanapun usaha ke arah itu memang tidak mudah, bahkan sangat kompleks. Terutama karena persoalan substansial bahwa kapasitas SDM Pemerintah kita, dan para guru kita juga belum merata, untuk bisa menerima perubahan yang luar biasa dan "dipercepat"sejak saat pandemi.
Buktinya, Kurikulum Merdeka yang dianggap representasi dari kurikulum yang diadopsi dari berbagai negara yang dianggap berhasil menjadi kiblat pendidikan terbaik, ternyata juga tidak sertamerta bisa diadaptasi dan dipahami oleh kalangan dunia pendidikan kita dan masih menyisakan masalah yang belum tuntas.
Masih banyak status quo yang masih juga membutuhkan perhatian, termasuk kendala keterbatasan teknis seperti adaptasi teknologi, sistem yang juga tidak mudah dipahami oleh para guru.
Tantangan yang Dihadapi Pendidikan Kita
Hari Pendidikan Nasional 2 Mei menjadi momentum penting bagi kita untuk mengevaluasi kembali berbagai tantangan yang dihadapi oleh sistem pendidikan kita. Terutama karena peran krusialnya dalam pembentukan karakter, peningkatan kualitas hidup.
Apakah pencapaian kita masih jalan ditempat dan kita terjebak dalam siklus stagnasi?.
Ketidakmerataan akses pendidikan masih menjadi hambatan yang signifikan. Masih banyak daerah di Indonesia yang sulit dijangkau oleh layanan pendidikan yang berkualitas. Disparitas ini menciptakan kesenjangan yang merugikan  anak-anak di daerah terpencil, yang tidak mendapatkan kesempatan yang sama dalam mengakses pendidikan yang layak.