Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Melirik Peluang Oposisi atau Poros Baru Untuk Berlabuh

2 Maret 2024   21:41 Diperbarui: 3 Maret 2024   01:05 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oposisi yang mungkin terbentuk bisa saja gemuk atau kurus, terutama jika partai besar beralih menjadi oposisi, atau sebaliknya. Menjadi partai oposisi itu berat lho "prasyaratnya", apalagi jika harus menjadi "partai bersih". Itulah tantangan tersulitnya. 

Jadi akankah partai besar kuat memenuhi "prasyarat" itu atau justru ambil jalan mudah dan jalan pintas masuk dalam lingkaran koalisi atau poros baru dan seperti biasa meninggalkan partai-partai kecil menjadi "penghias demokrasi" sebagai oposisi.  

Padahal keberadaan oposisi menjadi sangat penting dan strategis, terutama untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi pemerintahan. Jangan sampai Pemerintah jor-joran dengan kebijakannya.

Sebagai oposisi juga harus taktis bertindak, terutama menjadi bagian evaluator atas sepak terjang Pemerintah, tak hanya itu juga harus sigap menawarkan alternatif yang konstruktif, jika ada temuan yang butuh masukan.

Dengan menggunakan sumber daya politik yang paling optimal. Tentu saja semuanya ini untuk membangun reputasi yang kuat sebagai "peng-kritik" kebijakan dalam bahasa yang mudah dipahami.

Dalam posisi itu juga, partai oposisi juga harus berlaku sebagai semacam panutan--tak korupsi jika memang pemerintahan yang berjalan korup, paling tidak itu yang cukup substansial bisa kita berikan contohnya, karena itulah penyakit yang paling banyak diidap para elitis kita.

Nah, apakah dengan semua itu, partai-partai yang sampai saat ini belum memutuskan ber-oposisi atau berkoalisi, siap menjadi "partai bersih" menjadi oposisi (yang berat di prasyaratnya yang kita sebut di atas tadi).

Menjadi oposisi harus berkomitmen pada kebenaran, transparansi, dan tanggung jawab, memperkuat peran mereka sebagai penjaga demokrasi yang sehat.

Selain itu, kehadiran oposisi yang aktif dan beretika memperkuat mekanisme checks and balances dalam sistem politik. Terutama ketika harus menjadi pengungkap ketidakadilan dan korupsi demi menjaga pemerintah tetap transparan dan akuntabel kepada rakyat.

Tentu saja menjadi oposisi akan makin berat, terutama dalam situasi dan kondisi perpolitikan saat ini. Oposisi sebagai pembawa perubahan dan pembela demokrasi jadi makin kompleks tugasnya.

Ilustrasi berkoalisi atau beroposisi sumber gambar benarnews.org
Ilustrasi berkoalisi atau beroposisi sumber gambar benarnews.org

Dinamika Politik yang Berubah

Apakah partai oposisi siap menopang demokrasi yang amburadul saat ini?. Apa yang paling krusial dibutuhkan adalah komitmen untuk tetap konstruktif.

Jika tak kukuh pendirian, pada waktunya nanti bisa beralih dari oposisi menjadi koalisi, terutama ketika keseimbangan politik tak sepadan. 

Mengingat kerja besar oposisi menjadi kekuatan pembanding. Tentu bukan dalam konteks perlawanan yang destruktif, tetapi sebaliknya bertanggung jawab dalam menghadirkan kekuatan konstruktif yang kritis dan memperkuat demokrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun