taka"Kok nggak dicatat soalnya", tanya saya pada seorang siswa sewaktu memberikan lima buah salinan soal ujian di papan tulis. "Nggak perlu Bu, sudah hafal kok", ujarnya santai, sambil terus mengerjakan jawaban soal ujiannya.
Jika dilihat sepintas tak ada yang salah dengan siswa saya ini, secara fisik sehat, bahkan daya ingatnya melebihi siswa lainnya. Kecuali dalam satu hal, saat berinteraksi dengan teman sekelasnya ia sedikit lambat merespon. Sehingga ia sering menjadi bahan candaan.
Keberadaan siswa dengan latar belakang pribadi, dan status yang beragam adalah bagian dari dinamika, sekaligus juga tantangan di sekolah. Masalahnya  sangat beragam, apalagi ketika sekolah harus berhadapan dengan urusan stigma!.Â
Stigma bisa muncul dari berbagai aspek, seperti penampilan fisik, latar belakang sosial, kemampuan akademis, atau bahkan orientasi seksual, sehingga menimbulkan kesenjangan--diskriminasi, ketidaksetaraan sosial.
Stigma adalah bentuk prasangka yang menolak atau mendiskreditkan seseorang atau kelompok karena menganggapnya berbeda dari banyak orang secara umum.Â
Menciptakan lingkungan belajar yang bebas dari diskriminasi bukanlah tugas mudah, namun hal ini justru harus menjadi perhatian sekolah dan guru, agar terbentuk pola pemahaman siswa yang inklusif, bisa memahami perbedaan dan keragaman yang ada di sekolah mereka.
Dampak Stigma pada Siswa
Diskriminasi, baik yang bersifat terbuka maupun terselubung, dbisa membuat suasana belajar tidak nyaman, Â dan membatasi potensi siswa. Stigma bisa berakibat menurunkan rasa percaya diri mereka, dan menghambat perkembangan akademis.
Sebenarnya kasus stigma bukan sesuatu yang spesial, karena banyak temuan kasus tersebut di hampir semua sekolah. Mulai dari kasus  diskriminasi penampilan fisik. Misalnya, ketika siswa dengan penampilan fisik berbeda jadi sasaran cemoohan dan sindiran dari teman-temannya, efeknya bisa menurunkan rasa percaya diri dan performa akademisnya.
Begitu juga dengan diskriminasi kemampuan akademis. Bukan hal yang aneh jika di kelas menengah kita masih menemukan kasus dimana siswa belum mampu berkomunikasi dengan baik dalam berbahasa (Indonesia), karena  kebiasaan menggunakan bahasa daerah dalam keluarga dan dilingkungan tempat tinggalnya.Â
Begitu juga dengan kemampuan menulis yang performanya rendah. Hal ini bisa memicu isolasi sosial dan menurunkan motivasi belajarnya.
Stigma berlatar belakang sosial, kasus ini menjadi temuan saya yang paling umum di sekolah, mengingat para siswa memang berasal dari latar belakang ekonomi, sosial, yang beragam.Â