Sebagai masyarakat yang semakin cerdas politik, kita semakin bisa memahami banyak hal yang berkaitan dengan politik, atau sesuatu yang bisa dikaitkan dengan politik. Hal ini penting kita pahami agar kita bisa memberikan saran atau pendapat kita.Â
Meskipun mungkin tidak ditanggapi secara langsung, namun dengan semakin banyak yang menyuarakan tentang perbaikan dari sebuah kebijakan atau keputusan yang belum tepat bisa menjadi bentuk partisipasi kita dalam politik dengan cara yang baik meskipun sederhana.
Hal ini penting kita lakukan seperti ketika kita mengkritisi wacana yang sedang berkembang berkaitan dengan usulan draft RUU DKJ yang sedang terjadi saat ini. Terutama tentang adanya pasal mengenai penunjukkan langsung Pejabat Gubernur DKI Jakarta oleh Presiden, meskipun hal yang wajar dalam iklim demokrasi.
Apakah sebenarnya RUU DKJ memang sudah sangat penting dan mendesak harus dimunculkan saat ini?. Apakah bukan sekedar bagian dari strategi untuk melanggengkan kekuasaan dengan gaya yang demokratis.Â
Apalagi dengan alasan efisiensi ongkos pemilihana kepala daerah yang mahal?. Padahal ada dampak positif lain terhadap pergerakan ekonomi dari semua proses pilkada tersebut.
Kita juga tahu bahwa proses pembentukan undang-undang atau legislasi oleh pemerintah dan DPR saat ini masih menunjukkan adanya ironi. Ada sejumlah rancangan undang-undang yang menjadi kebutuhan masyarakat yang lebih penting tapi malah tidak kunjung dituntaskan.Â
Contohnya seperti rancangan undang-undang (RUU) yang sekarang sedang dibutuhkan publik jsutru belum tuntas dibereskan, yaitu RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP). Bahkan RUU-nya sudah dibahas sejak tahun 2020.
DPR dan Pemerintah justru lebih memilih beberapa rancangan undang-undang yang berkaitan dengan kepentingan pemerintah dan kepentingan politik.  Wajar jika masyarakat berpikir jika  Pemerintah dan DPR belum benar-benar memperhatikan kebutuhan masyarakat.
Keanehan yang terjadi justru terjadi penolakan para ketua parpol setelah RUU DKJ disahkan. Sikap partai politik di DPR RI membuat peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus keheranan. Mereka menolak klausul gubernur Jakarta ditunjuk presiden.
Padahal, RUU DKJ itu sudah disetujui mayoritas fraksi menjadi RUU inisiatif DPR RI dalam rapat paripurna pada Selasa (5/12/2023).
Delapan fraksi di DPR menyetujui RUU itu, hanya fraksi PKS yang menolak. Belakangan, pimpinan parpol justru menyatakan menolak gubernur Jakarta ditunjuk presiden.
Keanehannya karena mengapa penolakan itu tidak muncul sat proses penyusunan draf dan proses sinkronisasi di Badan Legislasi DPR. BIsa jadi mereka menyadarinya terlambat, bahwa keputusan itu tidak menguntungkan, atau akan menjadi preseden buruk dalam pembelajaran demokrasi kita.
"Masalahnya kalau sudah sejak awal mereka tidak kritis dengan keanehan dalam draf RUU DKJ, bagaimana bisa kita percaya di tahap pembahasan nanti mereka berubah sikap?" kata Lucius.