Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Marah dan Tantrum Anak "Dikelola" Memangnya Bisa?

3 Juli 2023   21:50 Diperbarui: 11 Juli 2023   09:47 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Percaya atau tidak, jika orang yang bisa mengendalikan amarah, katanya bisa membuatnya sukses?. Sebagian besar dari kita berpikir, marah adalah sifat negatif, sehingga tak mungkin bisa menjadi motivasi, justru harus dihindari. Benarkah?

Tetapi ternyata di dunia ini ada tokoh sukses, justru karena ia bisa mengendalikan amarahnya. Bahkan kemampuannya itu bisa membuatnya berhasil di kemudian hari. Dan tentu saja ada rahasianya.

Memangnya bagaimana  ya caranya, orang yang sedang di landa kemarahan, kok bisa mengendalikan emosinya. Padahal pengalaman ketika kita marah selalu saja gagal membuat mood jelek itu hilang. 

Menurut "pakar kemarahan", istilah anger management adalah kemampuan mengelola emosi dan mengendalikan amarah dengan baik. 

Sebelum amarah mengendalikan diri kita, cobalah biasakan mengendalikan amarah dengan memahami anger management agar emosi tak meledak. Tentu saja butuh waktu, proses untuk melatihnya. Kuncinya adalah kesabaran dan pembiasaan.

Agar nantinya kita tak seperti angry bird. Hampir semua orang tau, tokoh permainan game yang berasal dari Finlandia, yang tokoh utamanya burung yang pemarah.

mengendalikan amarah anak-sumber gambar-haibunda.com
mengendalikan amarah anak-sumber gambar-haibunda.com

Mengelola Amarah

Mengapa istilah yang digunakan untuk mengendalikan amarah adalah "mengelola"?.

Secara harfiah "mengelola", artinya bukan menekan, menghindari, atau membiarkan. Emotion, berasal dari dua kata, E -berarti Energy dan Motion-pergerakan. 

Dalam gentry jurnal Anger Management for Dummies, emosi adalah pergerakan energi yang melindungi individu dari ancaman, mendekatkannya dengan lingkungan sosial.

Itu artinya setiap orang sebenarnya bisa mengelola dan bertanggungjawab atas emosinya. Bayangkan ketika kita sedang dilanda kemarahan besar, seringkali tak hanya diri kita sendiri yang merasa malu karena sudah menunjukkan perilaku buruk.

Kadang-kadang, reaksi dan akibat kemarahan bisa mencelakai orang lain, merusak barang dan menimbulkan kekacauan suasana disekeliling kita.

Emosi yang penuh antusias, akan menularkan energi  kepada orang lain, termasuk ketika kita marah atau sebaliknya ketika kita bertabiat baik.

kemarahan anak yang meledak-sumber gambar-pesantren darut tauhid
kemarahan anak yang meledak-sumber gambar-pesantren darut tauhid

Marah, bahkan tantrum yang sering terjadi pada anak-anak, sebenarnya bentuk emosi yang sangat rumit, tapi sesuatu yang wajar bisa terjadi dan dialami oleh setiap orang. Tantrum adalah;  kondisi saat seorang anak menunjukkan ledakan kemarahan dan frustrasi yang tidak terkendali. Biasanya ditandai dengan sikap keras kepala, menangis, menjerit, berteriak, menjerit-jerit, pembangkangan, mengomel marah,

Sehingga marah bukan hanya terjadi pada orang dewasa yang secara mental sudah memahami alasan mengapa harus marah, anak-anak juga bisa meluapkan amarah, sekalipun ia juga tak sepenuhnya berani ketika harus marah.

Marah yang Tidak Biasa

Dalam kasus seperti bullying atau perundungan, banyak anak-anak yang meskipun merasa marah luar biasa pada pelaku perundungan, tapi reakasinya justru hanya diam saja.

Ada istilah secara psikologi yang bisa menerangkan hal itu yaitu; Tonic Immobility.

Manusia memang dibekali kemampuan untuk mempertahankan diri, seperti melawan atau menghindar saat ada gangguan atau ada hal yang membuat mereka tidak nyaman. 

Namun, ada juga kondisi di mana saat seseorang mengalami pelecehan, dia hanya membeku bahkan tak bisa melawan, padahal ia tahu persis yang terjadi tersebut adalah hal yang salah tetapi tak bisa berbuat apa-apa. Kondisi inilah yang dinamakan dengan Tonic Immobility.

Tonic Immobility juga disebut sebagai strategi defensif tak disengaja, dimana seseorang dapat mengalami hambatan gerak sementara atau kelumpuhan sementara sebagai respon dari ketakutan ekstrim. 

Dan inilah yang banyak terjadi pada korban pelecehan seksual, sehingga membuat mereka seolah-olah membeku dan tak melakukan perlawanan. Ini dikaitkan dengan syok yang dialami yang terlalu berat, sehingga jangankan untuk lari atau menepis, berteriak atau berkata pun mereka tak bisa.

Disisi lain kita sebagai orang yang melihat kejadian, kadangkala bertindak menjadi bystander. Yaitu ketika seseorang yang ada pada suatu kejadian, seperti kekerasan dan pelecehan seksual, namun tidak terlibat dalam peristiwa tersebut. 

Mereka cenderung tidak membantu korban ketika banyak orang yang hadir di tempat kejadian.

Dilansir dari laman Very Well Mind, bystander effect adalah fenomena di mana semakin besar jumlah orang yang hadir, semakin kecil kemungkinan orang untuk membantu seseorang dalam kesulitan.

Begitulah realitasnya, bahwa emosi kita ternyata tidak sederhana. Ketika kita harus marah pun kita bisa dihinggap Tonic immobility, dan ketika kita bisa menluapkan kemarahan karena melihat orang lain mengalami kekerasanpun kita bisa bertindak sebagai bystansder effect.

Maka mengelola amarah dan emosi, menjadi sesuatu yang penting

Mengajarkan Anak Mengelola Amarah

memgjarkan anak menHelola amarah-sumber gambar-monev online
memgjarkan anak menHelola amarah-sumber gambar-monev online

Bagaiamana jika justru anak kita yang mengalama tonic emmobility atau menajdi bystander effect, keduanya merugikan diri kita dan orang lain.

Mengelola amarah dengan tepat menjadi solusi dan motivasi. Emosi meningkatkan intensitas atau energi dalam mencapai tujuan, dan bentuk ekspresinya harus menjadi alasan untuk bertindak. Kita bisa mengelola amarah jika kita juga memahaminya.
Anak juga harus paham apa saja bentuk kemarahan itu. 

Ternyata marah juga punya bentuknya yang beragam, setidaknya itu yang bisa kita pelajari dari para pakar anger management.

Ketika kita marah "kecil" alias pasif agresi; bisa jadi kita hanya hanya menunjukkan marah kita tidas secara langsung. Seperti kata orang, kita hanya bisa ngomong di belakang, tidak berani terang-terangan di depan banyak orang.

Tetapi harus diwaspadai karena jenis amarah ini bisa tahan lama dan terseimpan di dalam hati, bisa meledak suatu ketika, karena kita cenderung mengalah. Inilah yang sering kasusnya terjadi pada anak yang mengalami kekerasan dari teman-temannya.

Sarkasme; kemarahan anak-anak diwujudkan dalam bentuk sindiran halus. Misalnya kita membicarakan keburukan orang lain sebagai reaksi atas kemarahan kita kepada orang yang bersangkutan.

Anak-anak juga bisa menunjukkan rasa marah dalam bentuk, Kemarahan Dingin, mengapa disebut begitu karena anak-anak cenderung menghindari pembicaraan emosional ketika marah, karena bisa memancing emosi yang lebih besar. Bahkan seringkali ketika anak-anak kita marah, mereka justru tak memberitahu kita apa alasannya, sebab bisa memancing emosi mereka tambah meledak. Jadi lebih baik mereka memendam dalam hati sebelum terjadJ ledakan besar kemarahan.

Permusuhan, jenis ini biasanya ditunjukkan anak-anak yang yang memang "berani" ketika emosi kemarahannya meledak. Tak hanya wajahnya yang memerah karena marah, bahkan nada bicara-intonasi menggambarkan emosinya. Dalam banyak kejadian, emosi yang meledak akan semakin meledak karena selain rasa marah, di pemerah juga merasa sudah kepalang basah, malu sekalian.

Agresif; Jika kita sudah memborong jenis hewan di kebun binatang, mendorong, memukul, maka kita berarti sedang marah besar jenis kemarahan Ekstrim. Jika bisa menghindar, mungkin kita akan menjauhi orang yang sedang dilanda kemarahan agresif, kalau tak mau jadi korban.

Belajar Tak Gampang Marah 

Begitu banyak teknik yang diajarkan para pakar anger management, untuk meredakan arah saat sedang muncul atau memuncak karena terpancing suatu kejadian.

Dimulai dari berhitung;  Sebelum marah, berhitunglah dari 1 hingga 10. Apabila kita sangat marah, berhitunglah hingga 100. Pada saat berhitung, biasanya denyut nadi akan turun dan kemarahan sedikit mereda.

Tarik Napas yang Dalam dan Lambat; Tarik napas yang dalam dan lambat dari hidung dan keluarkan dari mulut untuk beberapa saat. Dengan menarik napas dalam dan lambat, diharapkan kemarahan Anda dapat mereda. karena ketika marah biasanya kita bernafas lebih cepat dari biasanya. Jadi teknik tadi bisa meredakannya.

Berolahraga; Mengendalikan emosi juga dapat dibantu dengan berolahraga seperti berjalan kaki, mengendarai sepeda, atau berlari. Olahraga bisa menjadi pengalih kemarahan kita.

Lakukan Relaksasi Otot;  tentu saja ini harus kita lakukan, karena ketika marah selruh otot mengejang. Teknik ini sebagai relaksasi. Lakukan peregangan berbagai kelompok otot pada tubuh dan kendurkan perlahan-lahan dengan membuang napas.

Tenangkan Diri sendiri; pikirkan sesuatu yang bisa membuat tenang dan fokus kembali dengan memilih kata seperti "tenang saja", dan "Aku akan baik-baik saja", atau seperti dalam sebuah film detektif yang konyol ada yang menghembuskan nafas dengan menyebut whossaah!.

Dengarkan Musik; juga bisa menjadi terapi yang baik. Biarkan musik membawa pergi emosi Anda dan membuat Anda menjadi lebih tenang.


Dengan banyak teknik tersebut bisa membantu kita dan anak-anak mengendalikan amarah. Teknik tersebut juga dapat dipraktekkan atau diuji cobakan pada anak-anak, agar secara perlahan mereka belajar bagaimana mengelola amarahnya. Sehingga bisa bermanfaat ketika mengalami langsung kejadian dan mencoba mempraktikannya.

Siapa Orang yang Paling Kuat?

mengajarkan anger manegement pada anak-sumber gambar-sehatQ
mengajarkan anger manegement pada anak-sumber gambar-sehatQ

Kata orang bijak, orang yang paling kuat bukan karena tubuhnya paling besar dan paling pemberani, tapi yang paling kuat justru yang dapat mengendalikan amarah dan emonsinya.

Hanya saja, ada waktunya kita juga harus bertindak proporsional, jangan juga menjadi bystander ketika melihat orang lain dianiaya, atau hanya diam membeku ketika mengalami kekerasan terus menerus.

Inilah yang harus kita ajarkan kepada anak-anak. termasuk dalam kasus ketika anak-anak mengalami kekerasan atau pelecehan seksual, selain ia harus paham apa yang boleh dan tidak boleh, ia juga tahu caranya bertindak, minimal dengan memberontak atau berteriak jika mengalami kekerasan.

Pada sebagian kasus, cara ini bisa membuat si pelaku merasa sungkan dan menahan diri dari tindkan jahat lanjutan. Kemarahan, jika bisa kita kelola dengan baik dapat menjadi motivasi yang positif.

Mungkin banyak dari kita harus belajar menjadi "orang kuat", meski harus sanggup menahan amarahnya sendiri, betapapun sulitnya. Tapi patut dicoba bahkan sejak kanak-akank, agar mereka terbiasa untuk bisa mengendalikan diri dan amarahnya.

referesi; 1,2,3,4

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun