Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Marah dan Tantrum Anak "Dikelola" Memangnya Bisa?

3 Juli 2023   21:50 Diperbarui: 11 Juli 2023   09:47 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lakukan Relaksasi Otot;  tentu saja ini harus kita lakukan, karena ketika marah selruh otot mengejang. Teknik ini sebagai relaksasi. Lakukan peregangan berbagai kelompok otot pada tubuh dan kendurkan perlahan-lahan dengan membuang napas.

Tenangkan Diri sendiri; pikirkan sesuatu yang bisa membuat tenang dan fokus kembali dengan memilih kata seperti "tenang saja", dan "Aku akan baik-baik saja", atau seperti dalam sebuah film detektif yang konyol ada yang menghembuskan nafas dengan menyebut whossaah!.

Dengarkan Musik; juga bisa menjadi terapi yang baik. Biarkan musik membawa pergi emosi Anda dan membuat Anda menjadi lebih tenang.


Dengan banyak teknik tersebut bisa membantu kita dan anak-anak mengendalikan amarah. Teknik tersebut juga dapat dipraktekkan atau diuji cobakan pada anak-anak, agar secara perlahan mereka belajar bagaimana mengelola amarahnya. Sehingga bisa bermanfaat ketika mengalami langsung kejadian dan mencoba mempraktikannya.

Siapa Orang yang Paling Kuat?

mengajarkan anger manegement pada anak-sumber gambar-sehatQ
mengajarkan anger manegement pada anak-sumber gambar-sehatQ

Kata orang bijak, orang yang paling kuat bukan karena tubuhnya paling besar dan paling pemberani, tapi yang paling kuat justru yang dapat mengendalikan amarah dan emonsinya.

Hanya saja, ada waktunya kita juga harus bertindak proporsional, jangan juga menjadi bystander ketika melihat orang lain dianiaya, atau hanya diam membeku ketika mengalami kekerasan terus menerus.

Inilah yang harus kita ajarkan kepada anak-anak. termasuk dalam kasus ketika anak-anak mengalami kekerasan atau pelecehan seksual, selain ia harus paham apa yang boleh dan tidak boleh, ia juga tahu caranya bertindak, minimal dengan memberontak atau berteriak jika mengalami kekerasan.

Pada sebagian kasus, cara ini bisa membuat si pelaku merasa sungkan dan menahan diri dari tindkan jahat lanjutan. Kemarahan, jika bisa kita kelola dengan baik dapat menjadi motivasi yang positif.

Mungkin banyak dari kita harus belajar menjadi "orang kuat", meski harus sanggup menahan amarahnya sendiri, betapapun sulitnya. Tapi patut dicoba bahkan sejak kanak-akank, agar mereka terbiasa untuk bisa mengendalikan diri dan amarahnya.

referesi; 1,2,3,4

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun