Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Marah dan Tantrum Anak "Dikelola" Memangnya Bisa?

3 Juli 2023   21:50 Diperbarui: 11 Juli 2023   09:47 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
mengajarkan anger manegement pada anak-sumber gambar-sehatQ

Dalam kasus seperti bullying atau perundungan, banyak anak-anak yang meskipun merasa marah luar biasa pada pelaku perundungan, tapi reakasinya justru hanya diam saja.

Ada istilah secara psikologi yang bisa menerangkan hal itu yaitu; Tonic Immobility.

Manusia memang dibekali kemampuan untuk mempertahankan diri, seperti melawan atau menghindar saat ada gangguan atau ada hal yang membuat mereka tidak nyaman. 

Namun, ada juga kondisi di mana saat seseorang mengalami pelecehan, dia hanya membeku bahkan tak bisa melawan, padahal ia tahu persis yang terjadi tersebut adalah hal yang salah tetapi tak bisa berbuat apa-apa. Kondisi inilah yang dinamakan dengan Tonic Immobility.

Tonic Immobility juga disebut sebagai strategi defensif tak disengaja, dimana seseorang dapat mengalami hambatan gerak sementara atau kelumpuhan sementara sebagai respon dari ketakutan ekstrim. 

Dan inilah yang banyak terjadi pada korban pelecehan seksual, sehingga membuat mereka seolah-olah membeku dan tak melakukan perlawanan. Ini dikaitkan dengan syok yang dialami yang terlalu berat, sehingga jangankan untuk lari atau menepis, berteriak atau berkata pun mereka tak bisa.

Disisi lain kita sebagai orang yang melihat kejadian, kadangkala bertindak menjadi bystander. Yaitu ketika seseorang yang ada pada suatu kejadian, seperti kekerasan dan pelecehan seksual, namun tidak terlibat dalam peristiwa tersebut. 

Mereka cenderung tidak membantu korban ketika banyak orang yang hadir di tempat kejadian.

Dilansir dari laman Very Well Mind, bystander effect adalah fenomena di mana semakin besar jumlah orang yang hadir, semakin kecil kemungkinan orang untuk membantu seseorang dalam kesulitan.

Begitulah realitasnya, bahwa emosi kita ternyata tidak sederhana. Ketika kita harus marah pun kita bisa dihinggap Tonic immobility, dan ketika kita bisa menluapkan kemarahan karena melihat orang lain mengalami kekerasanpun kita bisa bertindak sebagai bystansder effect.

Maka mengelola amarah dan emosi, menjadi sesuatu yang penting

Mengajarkan Anak Mengelola Amarah

memgjarkan anak menHelola amarah-sumber gambar-monev online
memgjarkan anak menHelola amarah-sumber gambar-monev online

Bagaiamana jika justru anak kita yang mengalama tonic emmobility atau menajdi bystander effect, keduanya merugikan diri kita dan orang lain.

Mengelola amarah dengan tepat menjadi solusi dan motivasi. Emosi meningkatkan intensitas atau energi dalam mencapai tujuan, dan bentuk ekspresinya harus menjadi alasan untuk bertindak. Kita bisa mengelola amarah jika kita juga memahaminya.
Anak juga harus paham apa saja bentuk kemarahan itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun