Masa pandemi covid-19, menyebabkan banyak orang akhirnya lebih menikmati di rumah saja. Walau setelah berjalan setahun dan di rumah saja bukan merupakan keharusan lagi, Ghina masih menikmati di rumah dengan rajin membersihkan rumah.Â
Saat mengelap jendela kamarnya, dia terkenang jendela tua di rumah ayahnya. Apalagi sekarang 2 anaknya, masing-masing sudah memiliki keluarga sendiri. Ghina hanya berdua saja  bersama Arga suaminya, kini mendiami rumah di atas tanah 400 meter persegi.
Arga lebih sering menceritakan kesuksesan masa kerja sebelum dia pensiun, yang membuatnya bisa memperoleh rumah yang sekarang menjadi tempat berteduh bersama istri. Sebenarnya Ghina agak bosan mendengar cerita yang berulang kali, dan merupakan pengalaman bersama.  Tetapi Ghina enggan membuat suami kecewa, bukankah menjadi pendengar baik itu sangat mudah. Sebuah kemampuan yang sebenarnya tak memerlukan pendidikan khusus.
Berbeda dengan Ghina yang sekarang hanya tinggal berdua dengan Arga, menjadi sering menceritakan masa kecilnya. Ditambah lagi dengan seringnya mengelap sambil melihat ke luar jendela, semakin terkenang jendela tua di rumah ayahnya.
"Ada apa dengan jendela tua itu?" tanya Arga ingin tahu.
Jendela adalah bagian dari rumah yang menghubungkan bagian luar dan bagian dalam.Â
Untuk hubungan sekedar melihat, biasanya menggunakan daun jendela kaca mati yang tidak bisa dibuka. Sedangkan untuk melihat sambil mengganti udara dalam ruangan, pastinya daun jendela bukan kaca mati dan bisa dibuka.Â
Jendela masa kini, kebanyakan berkusen kayu atau baja ringan dan berdaun kaca yang bisa dibuka. Tetapi kalau hanya ingin melihat keindahan alam di luar, daun jendela tak perlu dibuka.Â
Jendela masa lalu, sama berkusen kayu. Ada perbedaan pada daun jendela yang dobel, daun kaca yang dirangkap dengan daun kayu berbentuk sirip-sirip.
Perumahan pabrik gula (PG) tempat Ghina menghabiskan masa kecil, memiliki jendela masa lalu. Gara-gara pandemi covid-19 harus di rumah saja dan keseringan mengelap jendela, hadir kental dalam ingatan saat berdiri berdua dengan ayah di balik sebuah jendela tua.
"Jendela rumah ayah yang di perumahan PG itu," jawab Ghina.
"Iya kenapa?" tanya Arga lagi, "Melihat tanaman stoberi, tabulampot, pisang, buah naga, seperti yang sering kamu lakukan saat mengelap jendela?"
"Hehehe," Ghina tertawa gembira, "Masih ada kekurangan dalam mengabsen kegiatan istri memandang jendela tuh."
"Apa?" tanya Arga.
"Melihat bunga anggrek kesayangan yang mulai banyak berbunga!" jawab Ghina.
*****
Saat ayah menjelang pensiun dari PG, Ghina membantu ayah membereskan barang-barang di rumah. Ayah harus keluar dari perumahan PG. Ghina tidak tahu ke mana ayah akan pindah, karena sejak SMP Ghina sudah tidak tinggal bersama ayah dan ibu.
Ibu adalah istri ayah yang bukan melahirkan Ghina, mungkin definisi yang benar ibu tiri. Mama yang melahirkan Ghina sudah tiada sejak Ghina kelas 2 SD.Â
Sambil memandang truk yang melaju perlahan dari sebuah jendela tua di kamar tidurnya di perumahan PG, ayah menepuk bahunya.
"Ayah lebih percaya kalau barang-barang itu dititipkan kepada bibi, daripada dititipkan kepada ibu," kata ayahnya.
Ghina yang saat itu baru lulus SMA tidak terlalu memperhatikan kata-kata ayahnya. Dia merasa sangat letih membantu ayah membungkus dan mempersiapkan barang-barang yang akan dijemput sebuah truk. Â
Sebenarnya barang-arang apakah itu?
Dan siapakah bibi?
Sudah menjadi kebiasaan ayah, setiap anak-anak masing-masing memiliki tempat tidur-lemari baju-meja belajar. Ayah memiliki 5 anak dari almarhum mamah Ghina, dan 2 anak dari ibu.Â
Sejak Ghina kelas 2 SMP, semua anak-anak mamah Ghina sudah tidak tinggal bersama ayah dan ibu. Kakak sulung merantau sebagai mahasiswi. Kakak ke-2, merantau masuk asrama sebagai siswi SMA. Adik yang lulus SD, tertarik mengikuti pendidikan di sebuah seminari rendah. Terakhir Ghina dan adik bungsu dititipkan ke seorang uak, kakak ayah, untuk pindah sekolah kelas 2 SMP dan 2 SD.Â
Ghina menerima keputusan ayah, tanpa banyak bertanya. Sampailah pada masa lulus SMA membantu ayah mengepak barang-barang, yang sebenarnya adalah 5 set  tempat tidur-lemari baju-meja belajar milik 5 bersaudara kandung anak-anak ayah dan mamah Ghina.
Ditengah perjalanan tinggal di rumah uak hingga lulus SMA, ada suatu peristiwa yang mengejutkan bagi Ghina. Pada akhir ujian SMP, sekolah Ghina meliburkan siswa-siswa kelas 3 SMP yang baru menyelesaikan ujian. Dalam masa liburan yang bukan merupakan libur resmi, ada ayah datang menengok.Â
Ghina ingin ikut pulang, tapi ayah menolak dengan alasan ayah ada kegiatan di kantor pusat. Ghina yang masih SMP dan belum malu untuk menangis, membuat ayah berjanji akan menjemput setelah pulang dari melaksanakan kegiatan di kantor pusat.Â
Sungguh Ghina tak pernah membayangkan sebelumnya.
Ayahnya mengajaknya ke rumah bibi. Dan lebih mengejutkan, salah seorang kakaknya juga sudah ada di rumah bibi. Ghina mengerti apa makna bibi bagi ayah, dan tentunya bagi dirinya sendiri juga. Tapi Ghina yang pendiam tak pernah menceritakan semua itu kepada siapa-siapa. Juga kepada uak tempat Ghina tinggal, untuk melanjutkan sekolah.
Hingga tiba saatnya, hampir semua rekan ayah secara terbuka mengatakan bibi adalah simpanan ayah, yang sudah ada restu dari ibu. Dan selanjutnya kapan pun tak seorang pun dari 5 barsaudara menerima kabar atau wujud barang-barang yang dititipkan ayah kepada bibi.
*****
Arga sudah tahu akan adanya bibi sebelum menikahi Ghina, tetapi kenangan jendela tua bagi istrinya yang baru diketahuinya pada masa pandemi covid-19 ini. Â Kalau diperhatikan secara detail sepanjang jalan yang telah dilalui bersama istri, dia merasa beruntung mengabulkan dan menerima pandangan tentang jendela .
Ghina meminta adanya jendela pada setiap ruangan, saat mereka awal membangun rumah.
"Jendela merupakan jalan masuk udara dari luar alam raya dan jalan keluar udara dari dalam sebuah ruangan," kata Ghina.
Ghina terkadang membersihkan jendela, menanam banyak pepohonan dan bunga di depan jendela, serta gemar memperhatikan pemandangan di luar jendela.
"Bisa melihat kejadian baik untuk diikuti, juga kejadian buruk untuk dihindari dijadikan pelajaran," kata Ghina lagi.
Dalam perjalanan hidup dengan kurun waktu panjang, Ghina dan Arga akhirnya memiliki sebuah pandangan yang sama terhadap jendela.Â
"Jendela bisa terbuka atau tertutup, dengan waktu lama atau sebentar."
"Memanfaatkan dengan baik selagi terbuka, jangan merasa terlambat atau menyesal jika terlanjur tertutup."
Sambil saling menggenggam jari-jemari, Ghina dan Arga saling menguatkan diri untuk menjaga keberanian menjalani kehidupan yang tampak sebagai bayang dan kenangan pada masa lalu, sebagai rasa yang dijalani pada masa kini, serta sebagai khayal dan angan pada masa yang akan datang.
Bumi Matkita,
Bandung, 05/03/2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H