Mohon tunggu...
Politik

Bencana dan Janji Para Calon Gubernur DKI Jakarta

12 Februari 2017   18:27 Diperbarui: 12 Februari 2017   18:37 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

disasterchannel.co – Dua putaran sudah debat calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta dilaksanakan. Hiruk pikuk  kampanye, perdebatan, demo serta proses pegadilan saling susul menyusul, seperti tanpa jeda, masyarakat Jakarta dan mungkin juga di seluruh Indonesia mengikuti seluruh prosesnya dengan lelah. Sampai para calon gubernurnya sendiri pun tidak sempat menyampaikan rencana ke depan bila meraka  terpilih  meminpin ibukota.

Padahal Jakarta – seperti ibu kota lainnya – tentu punya banyak persoalan.  Termasuk persoalan-persoalan dalam menghadapi potensi bencana yang  bakal terjadi. Selain pengembangan untuk kenyamanan yang akan dilakukan oleh para balon, tentu rasa aman juga menjadi tuntutan bagi warganya.  Seperti kita ketahui Jakarta adalah kota dengan luas 661,52 km, dengan  jumlah penduduk 10.187.595.

Berdasarkan data , Jakarta merupakan kota dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yag cukup pesat, saat ini lebih dari 70% uang negara beredar di Jakarta (Pemda DKI). Perekonomian Jakarta yang geliatnya sangat dinamis, ditunjang oleh sektor perdagangan, jasa, properti, industri kreatif dan keuangan, dua pusat perdagangan yang cukup besar peredaran keuangannya adalah tanah Abang dan Glodok.

Sebagai pusat bisnis, tentu rasa aman juga menjadi tuntutan, berdasarkan catatan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) potensi bencana di Jakarta adalah banjir, kebakaran dan gempa. Banjir di Jakarta dirasakan hampir setiap tahun, bahkan jaman pemerintah Belanda, Jakarta juga sudah kerap mengalami banjir.

Saat belanda menguasai Batavia, mereka menyebutnya sebagai kota “Dispereert niet” jangan putus asa, begitu julukan untuk Batavia  jaman ketika Belanda masih manduduki nusantara. Mengapa mendapat julukan seperti itu, karena Batavia hampir setiap tahun mengalami banjir, sejak Jan Pieterszoon Coen  di abad 17, dia merancang Batavia dengan konsep kota air  dimana  sebagai  Kota Pelabuhan Sunda Kelapa dengan kanal-kanal air seperti Amsterdam atau kota-kota di Belanda.

Sejarah mencatat, Batavia sudah kesulitan menangani persoalan banjir ini, dalam catatan tertulis Batavia pernah mengalami banjir  tahun 1621, 1654, 1873, 1918 hingga 1909, banjir ini menggenangi rumah-rumah warga akibat meluapnya sungai Ciliwung, Cisadane, Angke dan Bekasi.

Pada 1918, misalnya, banjir juga pernah melumpuhkan Batavia. Sarana transportasi, termasuk lintasan trem listrik terendam air. Dua lokomotif cadangan dikerahkan untuk membantu trem-trem yang mogok dalam perjalanan. Banjir pada tahun itu merupakan yang terparah dalam dua dekade terakhir.

Ironisnya, banjir tetap mengepung setelah Belanda hengkang dari Jakarta, misalnya pada periode 1979, 1996, 1999, 2002, 2007 hingga kini. Artinya, sejak era Coen, hingga periode kepemimpinan gubernur-gubernur Jakarta, termasuk era  Ahok, banjir juga masih kerap terjadi. Walau beberapa wilayah langganan banjir, seperti Bukit Duri, Manggarai, relative berkurang jauh, tetapi banjir di wilayah Kemang cukup mengejutkan .

Banjir Jakarta juga pernah tercatat sebagai tragedi bencana nasional. Misalnya pada 2002 dan 2007 lalu. Catatan pemerintah provinsi, pada 2002 banjir menewaskan dua orang dan menyebabkan 40.000 orang mengungsi. Sementara 2007, sedikitnya 80 orang dinyatakan tewas selama 10 hari karena terseret arus, tersengat listrik, atau sakit, dan jumlah pengungsi mencapai 320.000 orang.

Berdasarkan catatan, Belanda pernah membenahi system pengendali banjir di Batavia, berdasarkan buku yang ditulis oleh Restu Gunawan, Selain membangun beberapa infrastruktur baru, mereka juga membangun Kali Grogol, dan Pintu Air Manggarai lengkap dengan Saluran Banjir Kanal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun