Alangkah damainya ketika jiwa bisa menjerit sepuasnya dengan bahagia yang dirasakan, laksana bunga yang mekar di pagi hari dengan baunya yang sedap,
Dipandangi dengan tatapan indah, senyuman dari mereka sambil memuji-muji keindahannya,
Lalu, satu ketika bunga itu dihampiri ulat kecil, dengan diam-diam memakan bagian-bagian bunga itu,
Yah, bunga itu terluka bahkan rusak.
Keindahannya perlahan hilang,
Mereka yang sempat mengagumi perlahan melangkah  sedikit demi sedikit,
 keindahan yang pernah mereka nikmati perlahan dilupakan,
Sungguh menikam hati,
Menekan jiwa,
Dengan jeritan hebat tak ada yang mendengar,
Hanya diriku sendiri mampu mendengar jeritan itu. Dan
Sang Maha memandangiku, mendengarkan semua jeritanku,
Jeritan hebat yang tak mampu lagi mengeluarkan air mata,
Sang Maha memberi waktu untuk semua jeritan-jeritan jiwaku,
Sang Maha memberi keyakinan bagiku,
Perlahan jiwaku menjadi tenang,
Sebab aku sudah puas dan semuanya sudah tersampaikan,
Keyakinanku kepadaNya bahwa Dia sedang membentukku menjadi suatu pribadi yang kuat, yang memaknai segala caraNya dalam menempahku,
Biarpun orang meninggalkanku, dengan seenaknya menilai tanpa melihat bahwa keindahanku berperan dalam kebahagiaan dan kedamaian jiwanya,
Yang kutahu bahwa Sang Maha selalu memakaiku dan membentukku dengan caraNya yang elegan.
Permenunga sepanjang malam hingga pagi ini.
Rajamaligas, 21 Juli 2021 Oleh Rini Lestari Rajagukguk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H