Pada saat ini kondisi kawasan perkotaan di Indonesia bersifat dualistik, Salah satu masalah yang muncul pada kondisi dualistic perkotaan yaitu masalah kegiatan informal di sektor perdagangan seperti kegiatan pedagang kaki lima (PKL). Menurut Buchari Alma (2005: 141), Pedagang Kaki Lima ialah setiap orang yang melakukan kegiatan usaha dengan maksud memperoleh penghasilan yang sah, dilakukan secara tidak tetap dengan kemampuan terbatas, berlokasi di tempat atau pusat-pusat konsumen, tidak memiliki ijin usaha. Kegiatan PKL ini biasanya menempati ruang publik seperti jalan trotoar, pinggir badan jalan, kawasan tepi sungai, taman atau di atas saluran drainase, yang menyebabkan ruang publik tersebut tidak dimanfaatkan oleh penggunanya sesuai dengan fungsinya dan mengakibatkan terjadinya perubahan fungsi ruang tersebut. Berkembangnya kegiatan PKL ini mengakibatkan terganggunya sendi-sendi kegiatan kota dan terlihat tidak tertata sehingga dapt menurunnya kualitas lingkungan kota. Pada kali ini penulis membahas tentang pedagang kaki lima yang berada di bahu jalan sepanjang sentul, kragilan, serang-banten.
Para PKL di sepanjang bahu jalan sentul, kragilan menjual berbagai macam barang serta makanan, dari makanan ringan sampai makanan berat. PKL disini masih tergolong baru karena baru berdiri sekitar 2 tahun yang lalu dan dimulai dengan beberapa penjual yang membuka warung rumahan biasa hingga sekarang semakin bertambah ramai. Jalan sentul, kragilan ini merupakan jalan masuk ke wilayah kendayakan, cikeusal, pematang dan berbagai perumahan seperti perumahan ciujung damai dan perumahan graha cisait. Sistem lapak PKL ini menggunakan sistem sewa, yaitu menyewa kepada orang yang rumahnya yang berada disekitar lapak tersebut karena dinilai mereka yang mempunyai hak atas tanah tersebut. Para PKL yang berjualan disini pun sebagian besar masih masyarakat yang bertempat tinggal disini, dan sebagian lagi para pendatang, serta rata-rata PKL ini merupakan pekerjaan utamanya. Alasan para PKL membuka lapaknya di pinggir jalan sentul, kragilan karena jalnan ini cukup ramai dan jalanan masuk berbagai perumaha. Pada siang hari sepanjang jalanan ini akan terlihat renggang dan tergolong longer namun ketika sudah jam 15.00 keatas makan jalanan pun berubah menjadi lebih padat dan macet karena pada jam itu para PKL mulai membuka lapak daganganya di pinggir jalan dan dahu jalan digunakan untuk memarkirkan kendaraan pembeli yang menunggu makanannya dibuat. Kendaraan pembeli yang terparkir atau berhenti di bahu jalan inilah yang menyebabkan masalah kemacetan sehingga sulit untuk kendaraan dua arah untuk melintas. Disini pun belum ada larangan dari pemerintah sekitar sehingga PKL bebas untuk berjualan meskipun mengganggu jalanan karena menurut para PKL mereka tidak mengganggu ketertiban umum sehingga tidak ada hak untuk melarangnya.
Yang menarik disini para konsumen atau para pengguna jalan ini justru tidak merasa keberatan dengan adanya PKL ini meskipun mengganggu aktivitas jalan dan menimbulkan kemacetan. Mereka para konsumen atau pengguna jalan merasa senang karena jalanan terasa ramai dan merasa terbantu karena semua kebutuhan mereka terpenuhi tidak usah mencari ke tempat yang jauh untuk membeli barang atau makanan yang mereka inginkan. Hal ini berkaitan dengan teori struktural fungsional oleh Talcott parsons yang merupakan sebuah teori yang berisi sudut pandang yang menafsirkan bahwa masyarakat merupakan sebuah struktur dengan bagian-bagian yang saling melengkapi, yang cirinya berupa gagasan tentang kebutuhan masyarakat. masyarakat sama dengan organisme biologis, karena mempunyai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi agar masyarakat tersebut dapat melangsungkan hidupnya serta berfungsi dengan baik. Ciri kehidupan struktural sosial ini muncul untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan merespon permintaan masyarakat sebagai suatu sistem sosial.
Teori struktural fungsional juga mengutamakan pandangan harmonisasi dan regulasi yang dapat dikembangkan lebih jauh sebagai berikut:
- Masyarakat harus dilihat sebagai suatu sistem yang kompleks
- Setiap bagian dari masyarakat memiliki fungsi penting dalam eksistensinya dan stabilitas masyakat secara keseluruhan
- Semua masyarakat mempunyai mekanisme untuk mengintegrasikan diri.
Jadi dalam pembahasan ini berparadigma fakta sosial menggunakan teori structural fungsional yang mempunyai empat imperetatif fungsional basi sistem “tindakan” yaitu skema AGIL. Fungsi adalah suatu gugusan aktivitas yang diarahkan untuk memenuhi satu atau beberapa sistem. Talcott parsons percaya ada empat ciri A (adaptasi, G (goal attainment/pencapaian tujuan), I (integrase), L (latensi/pemeliharaan pola). Agar bertahan hidup, sistem harus menjalankan keempat fungsinya tersebut dengan baik. Apabila dikaitkan dengan pembahasan kali ini yang dengan konsep AGIL parsons tetang sebuah sistem antara lain :
- Fungsi adaptasi : berguna untuk menyesuaikan PKL terhadap masyarakat, baik dari segi sosial maupun ekonomi. Menurut bapak edi salah satu PKL yang berjualan makanan ringan molen unyil mengatakan “berjualan disini tidak selamanya berjalan mulus, bagaimana proses awalnya, mencari pelanggannya, mengenalkan produknya, semuanya juga butuh proses tidak ada yang instant”. Yang artinya untuk berjualan di sentul kragilan inipun harus memerlukan adaptasi awal, baik dengan masyarakat sekitar karena izin sewa lapaknya juga dengan mayarakat yang tinggal diwilayah tersebut sampai memperkenalkan produknya agar dikenal dan disukai pembeli
- Fungsi goal : PKL ini salah satu tempat bagi kalangan bawah untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga ekonominya tetap stabil serta PKL ini berjualan dengan bertujuan untuk mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
- Fungsi integrasi : saat terjadi interaksi antara sesama PKL, konsumen, dan masyarakat sekitar menjadi hubungan yang baik dan kompak, sehingga tercapainya tujuan yang hendak dicapai. Menurut salah satu PKL penjual telur gulung mengatakan “sesama PKL disini saling support saja, tidak ada yang namanya persaingan pedagang karena kita juga jualannya berbeda-beda. Saling kerjasama saja”.
- Fungsi latensi : pada saat ekonomi itu dikembangkan dengan baik sehingga bersama-sama mempertahankan agar tetap berkembang.
Semua hal pasti ada dampak positif dan negatifnya, termasuk perihal PKL ini. Sosiologi juga bersifat non etis yang artinya tidak mempersoalkan baik buruknya fakta tetapi yang lebih penting menjelaskan fakta tersebut secara analisis dan apa adanya. Sehingga kita tidak bisa melihat PKL ini dengan satu sisi saja karena kita harus melihat di kedua sisinya. Berbagai jalan untuk menemukan pemecahan masalah terkait aktivitas PKL oleh pengelola kota, perencana kota dan arsitek masih belum tepat. Hingga saat ini perencanaan tata ruang, belum mempertimbangkan kebutuhan ruang atau kawasan bagi PKL yang ditandai dengan belum adanya penyediaan ruang yang tepat sebagai aktivitas lokasi PKL. Ruang-ruang kota yang tersedia hanya difokuskan untuk kepentingan kegiatan dan fungsi formal saja. Kondisi ini yang menyebabkan para pedagang kaki lima menempati tempat-tempat yang tidak terencana dan tidak difungsikan untuk mereka. Serta belum adanya kerjasama dari pemerintah sekitar untuk masalah PKL di daerah jalan sentul, kragilan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H