Mohon tunggu...
Fauzia Rihadatul Aisyi
Fauzia Rihadatul Aisyi Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Usai

16 April 2024   07:52 Diperbarui: 16 April 2024   08:14 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi-pagi sekali sudah terdengar suara berisik dari rumahku. Lagi-lagi mama dan papa bertengkar, entah kenapa mereka tidak suka sekali rumah tenang agak sehari. Hal ini terjadi saat aku di bangku kelas 3 SD. Diriku yang kecil dan tidak mengerti apa-apa hanya bisa berdiam diri dan bermain bersama adik ku yang baru berumur 4 tahun.

Gelas pecah, piring pecah, jendela pecah, ada pecahan kaca dimana-mana. Mama selalu menyuruh kami untuk selalu di kamar saat mereka sedang bertengkar. Aku kasihan melihat mama yang selalu dimarahi papa kenapa papa begitu kejam? Aku tak ingin menjadi seperti papa.

Ketika aku akan naik kelas 4 aku dihadiahi pergi jalan-jalan bersama keluargaku karna mendapat juara. Tapi tiba-tiba papa malah berkata tidak bisa karna ada rapat mendadak. Katanya dia harus pergi ke luar kota selama beberapa hari. Aku sedih, padahal sangat jarang kami bermain bersama. Tapi mama tidak mematahkan semangatku mama tetap mengajak kami pergi bermain ke luar kota tanpa papa. Aku tetap senang walaupun kami hanya bertiga yang pergi. 

Sampai dimana hal yang paling mama tak inginkan terjadi. Saat kami sedang makan di suatu cafe kami melihat papa bersama wanita lain, siapa itu ma? Mama langsung menghampiri papa dengan wajah marah dan sedih. Pada saat itu dia terlihat sangat marah ke papa dan mama mengajak kami pergi dari kafe itu. Mama menangis, aku tak tau harus berbuat apa waktu itu, adikku juga ikut nangis aku hanya terdiam tanpa melakukan apapun.

Keesokan paginya kami langsung pulang ke rumah. Papa juga langsung pulang tapi Mama tidak menghiraukan Papa, Mama pergi ke pengadilan dan akan mengakhiri hubungan mereka.

Usai sudah, pernikahan mereka yang penuh dengan duka daripada suka ini telah selesai. Pada saat itu aku tidak mengerti apapun tentang perceraian. Sekarang aku mengerti betapa beratnya menjadi Mama. Yang sudah diselingkuhi berkali-kali tapi tetap memaafkan papa demi aku dan adikku. Terimakasih Mama kamu adalah pahlawan kami. Aku tau kamu sangat kesulitan melewati ini semua aku tau kamu memiliki batas untuk selalu sabar terimakasih sudah bertahan semampumu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun