Aku merasa dejavu ketika melihatnya menolongku di taman hari itu. Seingatku kita tidak pernah bertemu sebelumnya. Tetapi kenapa wajahnya terasa tidak begitu asing. Ah, entahlah. Aku bingung ketika memikirkan itu. Kala itu, setelah berterima kasih aku langsung pergi meninggalkannya. Tapi, kenapa sesampainya di rumah aku masih mengingatnya? Aku bahkan lupa bertanya siapa namanya. Apakah kita pernah bertemu sebelumnya? Tapi kapan? Dimana? Apa aku pernah mengalami amnesia? Kurasa tidak.Â
Bahkan aku masih ingat dengan jelas teman-teman semasa tingkat menengah dulu. Hanya kenangan masa kecil saja yang sedikit ku ingat. Tapi kurasa wajar, karena itu sudah terjadi bertahun-tahun lalu. Kenapa ketika mengingatnya kepalaku terasa sakit? Ah, sudahlah. Aku lelah terlalu memikirkan itu. Lebih baik kutanyakan saja pada kakakku nanti. Tapi bagaimana bisa? Aku bahkan tidak begitu ingat wajahnya juga tidak tahu namanya.Â
Tak kusangka, di esok hari aku bertemu lagi dengannya. Apakah ini hanya kebetulan? Benar, lagi pula ini tempat umum. Pasti banyak orang yang datang. Dia memakai gelang yang mirip denganku. Aneh. Bukankah kakakku mengatakan bahwa gelang ini hanya dipesan untukku saja? Tapi kenapa ada orang lain yang memilikinya? Baiklah, aku akan bertanya kepada kakakku nanti. Aku tersadar dari lamunan, ketika dia berada tepat di depan wajahku.Â
Dia mengajakku berbicara dan memperkenalkan diri. Anehnya dia tahu namaku, bahkan nama kecilku. Tapi tunggu. Namanya tidak asing. Ah mungkin itu hanya pikiranku saja. Toh banyak orang yang memiliki nama yang sama. Saat itu aku dijemput kakakku, aku bercerita kepadanya bahwa aku bertemu dengan pria itu. Tubuh kakakku menegang ketika kusebutkan namanya. Â Ada apa ini? Apa mereka saling kenal? Tapi aku hanya diam tanpa menanyakannya. Kupikir kita memang hanya kebetulan bertemu hari itu. Karena dia sudah tidak muncul lagi di hadapanku.
Suatu hari, kakak mengajakku pergi ke sebuah pemakaman. Aku bingung, kita akan mengunjungi siapa? Namun aku hanya diam. Sesampainya di sebuah makam, aku terkejut. Bukankah itu nama pria itu? Tak lama kakakku mengatakan yang sebenarnya. Bahwa pria itu adalah tetangga kami dulu. Aku dan dia sering bermain bersama. Aku memegang kepalaku, kenapa terasa sakit sekali. Ingatan-ingatan itu perlahan mulai datang. Aku mengingatnya.Â
Dia laki-laki yang kusukai sejak aku masih kecil. Dia menyelamatkanku ketika aku hampir tertabrak mobil di taman. Kami menjadi dekat setelahnya. Bahkan dia berjanji akan kembali dan menemuiku. Dia pergi karena ayahnya sudah pindah tempat kerja. Hingga akhirnya dia bersama keluarganya langsung pindah hari itu juga. Setelah itu, kita sudah tidak berkomunikasi lagi. Tapi dia berjanji akan kembali dalam waktu singkat.Â
Aku sedih ketika dia pergi, aku jatuh sakit dan perlahan ingatan tentangnya mulai hilang tak tersisa. Hingga sepuluh tahun kemudian dia baru muncul kembali di hadapanku. Kakakku mengatakan bahwa akhir-akhir ini dia sedang sakit, tapi dia berusaha menepati janjinya untuk menemuiku lagi. Aku terlambat mengingatnya. Aku menyesal. Kenapa kita harus berpisah lagi? Kali ini aku sudah tidak akan bisa bertemu lagi dengannya. Setelah mengingatnya aku justru sudah kehilangannya. Adakah yang bisa menggambarkan bagaimana perasaanku saat ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H