BOSNIA HERZEGOVINA SURGA YANG MENGALIR DI BAWAHNYA SUNGAI-SUNGAI JERNIH
Penerbangan dari bandara Ataturk Istanbul ke bandara Sarajevo kira-kira 2.30 jam. Bandara Sarajevo hanya sebesar bandara Polonia di Medan. Kami dapat melepasi urusan imigrasi dengan mudah, sayang ada bagasi salah satu peserta yang tidak sampai beserta kami. Kami ajukan komplen ke pihak Bandara dengan menunjukkan nomer bagasi yang hilang, Alhamdulillah bagasi itu telah tiba pada hari berikutnya di depan pintu kamar hotelnya.
Perjalanan dari bandara Sarajevo ke hotel hanya makan masa 30 menit. Kami menginap di hotel Hollywood di Sarajevo. Hotel ini berbintang empat. Ketika kami sampai di hotel ini di lobi hotel penuh dengan tetamu hotel yang agaknya merekapun baru sampai dan belum habis check-in lagi.Selepas check-in hotel kami masih sempat dihidangkan makan malam Setelah check-in hotel kami masih sempat mendapat hidangan malam walaupun jam sudah mendekati pukul 10 malam.
Esok hari jam 7.30 pagi kami berkumpul di depan hotel untuk melawat Mostar yang memakan masa perjalanan 2 jam setengah menggunakan bis besar yang muat 40 orang, jadi kami leluasa memilih tempat duduk yang sangat lapang. Kami bergerak tanpa pemandu wisata, karena pemandu wisata kami hanya akan menemani kami kelak setiba di Mostar. Untuk menghangatkansuasana aku berinisiatif menyebutkan beberapa ayat sederhana dalam bahasa Bosnia yang aku pelajari dari surface language seperti selamat pagi=dobro jutro, selamat siang=dobar dan, selamat petang=dobro vece, hello=dravo, goodby=do videnja, ya=da, tidak=ne, terimakasih=hvala pelase=molim dan excuse me=izvinjawam se
Sepanjang perjalanan kami melihat salju memutih di tepi-tepi jalan dan di atas pegunungan dan atap-atap rumah, pohon-pohon masih gundul tanpa daun terlihat seperti pokok mati. Suatu ketika bis kami mengisi bensin di SPBM yang disekelilingnya menumpuk salju. Wah apalagi kami orang yang tak pernah mengalami keadaan seperti itu sangat menikmati salju itu, ada yang berfoto berbaring di atas salju. Rupanya salju itu sangat segar rasanya, kalau saja kami membawa sirup, susu pekat, cendol serta kolang-kaling (buah enau) niscaya kami dah bergembira ria menikmati es teler atau ABC(air batu campur). Sayang masyarakat Bosnia Herzegovina ini tidak memanfaatkan kelebihan alam yang mereka miliki bahkan sekalipun kami tidak menemui hidangan es teler yang kami bayangkan.
Sepanjang perjalanan kami melalui jalan berliku perbukitan da jalan lurus yang di tepi jalan mengalir sungai-sungai lebar jernih membiru tanpa terlihat sampah atau kotoran-kotoran yang mencemarinya, keadaan juga sepi tak terlihat ada kegiatan orang memancing atau ada perahu-perahu nelayan yang menangkap ikan di sungai, melainkan ada beberapa tempat gerai penjual madu lebah dan buah tin yang dirangkai seperti kalung. Kami memesan sopir agar waktu pulang nanti dapat berhenti di salah satu gerai untuk membeli madu atau apa-apa yang dijual di tepi jalan. Kami juga melalui belasan terowong seperti di Makkah untuk menuju ke Mostar. Kami tak melihat ada tanah datar untuk lahan pertanian. Keesoakn hari ketika aku tanyakan kepada pemandu wisata di Sarajevo rupanya segala bahan pokok di Bosnia diimpor dari luar negeri.Masyarakat Bosnia tidak menghasilkan bahan makanannya sendiri.
Tiba di Mostar kira-kira pukul 10 pagi. Kedatangan kami telah disambut oleh pemandu wisata lelaki yang lancar berbahasa Inggeris seperti orang bule lainnya. Dia terangkan mengenai entiti masyarakat yang terdiri dari orang Kristen, orang Islam dan walau hanya beberapa puluh orang Yahudi mereka dibenarkan mendirikan Sinagog juga. Dia juga menunjukkan bangunan-bangunan yang rusak atau dinding-dinding bangunan yang berlubang akibat perang 3 tahun dari 1992-1995. Mereka tidak merenovasinya dan mengekalkan keadaannya seperti itu untuk menjadi ingatan tentang sejarah mereka. Membangun bangunan yang baru biayanya jauh lebih murah daripada memperbaiki bangunan yang sudah rusak.
Daya tarik utama wisata di Mostar adalah Jambatan bengkok Mostar yang beberapa kali dalam setahun ada atraksi terjun bebas dari atas jembatan setinggi 24m ke dalam sungai yang kedalamannya hanya 6 meter oleh anggota klub diving. Jalan menuju ke jembatan bengkok Mostar terbuat dari semen yang disulami dengan batu-batu sungai bulat-bulat atau lonjong yang licin saking seringnya para pelawat melaluinya.
Sepanjang perjalanan ke jembatan bengkok Mostar di kiri kanan jalan dipenuhi dengan para penjual cendera hati seperti magnet, T shirt, selendang dan lain-lain. Kami juga melawat Koski Mehmed Pasina Dzamija (Koski Mehmed Pasha Mosque dan Hammam dari luar, kami juga melaksanakan sholat jamak dzuhur dan Asar di masjid Karadozbegova Dzamija (Karadjoz-Bey Mosque).
Aku dapat membeli beberapa keping magnet seharga 1 USD sekeping. Memang kebanyakan penjual meletak harga sekeping magnet 1 euro, hanya sedikit penjualyang mahu menjual dengan harga 1 USD. Di kawasan perniagaan cendera hati yang dipenuhi oleh para pelawat itu wujud pengemis-pengemis wanita mengemis dengan menggendong anak untuk menimbulkan rasa belas kepada para pelawat. Mereka itu rupanya wanita-wanita Gypsi yang menjadikan kerja mengemis sebagi profesi mereka, karena itu pemandu wisata menasihatkan kami untuk tidak memberikan uang kepada mereka.
Pemandu wisata kami hanya menemani kami di Mostar karena dia akan menyambut rombongan lain. Dia akan melakukan sebanyak kerja yang boleh. Kesempatan bekerja untuk orang muda agak terbataskarena pekerja pemerintah bekerja sehingga masa tua. Gaji pekerja hanya 350 euro, sementara gaji pensiunan hanya 150 euro. Harga satu apartment hanya 35000 euro. Ramai rakyat Bosnia yang merantau ke luar negeri untuk bekerja di sana dan membawa pulang atau mengirim uang pendapatannya kembali ke Bosnia.
Sepulang dari Mostar bis kami singgah di satu gerai penjual madu dan buah tin. Harga sebotol madu seberat 1kg dan harga serenteng buah tin kering ialah 5 euro. Kami singgah untuk makan malam ketika waktu maghrib tiba di sebuah restoran tiga tingkat. Hati rasa sejuk dan tersentuh mendengar azan dilaungkan di masjid di dataran Eropa. Kami sampai di hotel kira-kira jam 10 malam.
Esok hari selepas makan pagi kami meneruskan lawatan di kota Sarajevo. Pemandu wisata kami seorang gadis muslimah bernama Nirmina fasih berbahasa Inggeris. Kami mulakan dengan berkeliling kota Sarajevo, ia menerangkan tentang stadium olimpik, latin bridge, city hall dan terowong Tunnel of hope. Pemandu wisata menerangkan peranan ibu Rashida seorang wanita tua berwajah lembut penuh senyum yang mengizinkan dibawah rumahnya dibangun terowong yang digunakan oleh para pahlawan Bosnia untuk mendapatkan segala barang keperluan atau senjata sewaktu perang tahun 1992-1995.
Di pintu terowong ini dipamerkan segala benda-benda peninggalan perang 3 tahun itu seperti : baju-baju perang, senjata-senjata sederhana yang dirangkai oleh para pejuang, makanan kaleng yang sudah kadaluwarsa yang dijatuhkan dari pesawat bantuan NATO, alat-alat penerangan dan komunikasi sederhana yang dirangkai dan digunakan oleh para pejuang. Terowong ini dibina sepanjang 800m selebar satu orang melaluinya dan setinggi 150 cm. Para pejuang Bosnia terpaksa jalan menunduk jika melaluinya. Apabila musim hujan terowong ini dipenuhi dengan air hujan setinggi dada. Hujung dari terowong ini hanya beberapa m jaraknya dari pangkalan udara Bosnia. Kini wanita itu menjadi kaya karena bangunan rumahnya telah dijadikan museum dan dia mendapatkan pampas an dari pengambilalihan fungsi rumahnya.
Lawatan seterusnya ke Bascaarnisja (bazaar). Di situlah lokasi peniaga-peniaga menjual segala barangan cendera hati. Kami juga ditunjukkan suatu lokasi yang dahulunya dijadikan tempat barter pertukaran barangan antara si dua pihak penjual dan pembeli. Ketika waktu dzuhur telah masuk kami sholat di masjid Gazi-Huzrev di kawasan bascaarnisja. Selepas sholat dzuhur kami makan di sebuah restoran di Sarajevo dan Nirmina bergegas untuk membawa rombongan wisata lain. Ada waktu senggang hinga jam 3 petang maka kami masih diberi kesempatan berbelanja lagi di bascaarnisja. Masih ada masa lagi untuk check-in di bandara untuk mengisi waktu kami masih ada masa untuk melawat ke taman Fairy tales dan singgah di pusat perbelanjaan. Kami singgah sebentar di sana dan terus menuju ke bandara. Kami chek-in selepas waktu maghrib. Ada peserta yang menggunakan kursi roda bermesin. Imigrasi menghendaki agar batterynya dibungkus terpisah dari kursi rodanya.
Kira-kira pukul 10 malam kami mendarat di bandara Ataturk Istambul untuk transit dan seterusnya terbang ke Jeddah pada pukul 1 pagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H