Mohon tunggu...
Rindy Agassi
Rindy Agassi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

New chapter, New Story. \r\nhttp://rindy-agassi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tangan yang Tepat

17 Desember 2011   12:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:08 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suara mesin terus meraung-raung di telingaku, andai saja aku tidak biasa mendengar suara ini sudah pusing kepalaku pastinya. Hampir tiap hari aku terus mendengar suara mesin-mesin itu, suara dari berbagai macam mesin, ada mesin mobil, mesin truk raksasa pengangkut pasir, ada pula suara mesin traktor yang meraung dengan keras.

Ya aku sudah biasa dengan semua suara ini, hampir tiap hari aku diajaknya ke pertambangan milik ayahku ini. Pertambangan yang besar dan terbilang sukses di negeri ini. Dengan kerja kerasnya ayahku berhasil merubah tempat yang dulunya hanya tempat yang biasa saja kini menjadi tempat sumber utama mencari nafkah bagi warga di kotaku. Ayahku memang lebih suka memakai orang lokal untuk menjadi pegawai di pertambangannya, hasilnya pun sangat baik karena pertambangan milik ayahku ini menjadi perusahaan yang sangat sukses.

Tiap hari aku melihat bagaimana mereka bekerja, bongkahan batu diangkut dengan kendaraan berat, tumpukan pasir diangkut dengan truk-truk yang berukuran tidak normal. Lahan hijau tidak terlihat sejauh mata memandang, hanya tanah-tanah gersang yang tampak. Itulah yang selalu aku liat ketika ayahku mengajakku ke tempat ini.

Tidak terbayang memang ketika aku berada di kantor ayahku, melihat album foto-foto masa lalu. Melihat bagaimana daerah pertambangan ini dulunya, hanya ada kumpulan pohon-pohon tinggi, ada beberapa dataran yang tinggi pula membentuk suatu bukit-bukit kecil. Tidak terpikir olehku bagaimana ayahku bisa merubahnya seperti ini sekarang, bagaimana ribuan orang bekerja di pertambangan yang luas ini, bagaimana mereka bisa bekerja dengan tugasnya masing-masing, menjadikan perusahaan milik ayahku ini berkembang pesat dan sukses.

Ayahku benar-benar bisa membaca potensi yang dimiliki daerah ini, hanya karena pertambangannya, sekarang di sekitar daerah ini mulai banyak muncul usaha-usaha lainnya. Dari mereka yang mengambil sisa-sisa tambang dan membuka usaha sendiri, misalnya membuat barang-barang hiasan dari emas, tembaga dari sisa-sisa pertambangan. Potensi daerah ini memang dimanfaatkan benar oleh ayahku ini, di tangannya daerah yang memiliki potensi hebat ini ternyata berubah menjadi daerah sumber uang dan sumber penghidupan bagi warga di kotaku ini.

Pernah suatu waktu aku ikut pergi bersama ayahku ke daerah lain untuk melihat pertamabangan milik perusahaan teman ayahku. Aku melihat perbedaan yang sangat besar, melihat bagaimana daerah yang seharusnya bisa dimanfaatkan sebaik mungkin tetapi tidak bisa dimanfaatkan dengan baik oleh teman ayahku itu. Melihat lokasi pertambangannya saja aku sudah malas, semua tidak tertata rapi, banyak limbah-limbah berserakan dimana-mana, daerah hijau pun tidak ada padahal sangat penting daerah hijau di lokasi sekitar pertambangan apalagi jika memang sudah tidak digunakan lagi seharusnya ada daerah hijau sebagai ganti dari pohon-pohon yang ditebang dulu.

Akibat dari semua itu daerah sekitar pun tidak berkembang, tidak ada warga sekitar yang ingin membuka usaha di sekitar tambang. Para pekerja pun terlihat tidak bersemangat seperti para pekerja perusahaan ayahku. Mereka hanya berfokus pada uang, bagaimana bisa bekerja untuk menghasilkan uang bagi diri mereka sendiri. Berbeda dengan para pekerja di pertambangan ayahku, suasana kekeluargaan memang sudah ditanamkan oleh ayahku pada para pekerjanya, bisa terbayang bagaimana menyenangkannya bekerja dalam suasana kekeluargaan.

"Nak..!!" Aku seketika terbangun dari perjalanan kenanganku. Foto album segera aku tutup dan segera mengalihkan perhatian pada ayahku yang baru saja masuk.

"ikut ayah yuk." Belum sempat bertanya dan baru saja menoleh ayahku sudah mengajak aku pergi.

Kami berdua pun pergi, entah akan dibawa kemana aku. Aku hanya diam saja, mengikuti langkah kaki ayahku, hanya melihat-lihat suasana sekitar pertambangan.

Tidak berapa lama aku sampai di toko-toko kecil di luar pertambangan. Toko-toko kecil milik warga sekitar yang mengambil sisa-sisa barang tambang seperti emas untuk dijadikan hiasan. Ayahku tidak mempermasalahkan jika mereka mengambil hasil tambang miliki perusahaan tambang milik ayahku ini, toh itu semua hanya sisa-sisa hasil tambang yang tidak tersaring dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun