Mohon tunggu...
RINDU RUMAPEA
RINDU RUMAPEA Mohon Tunggu... karyawan swasta -

cool

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengapa Anak Membenci Orangtuanya?

30 September 2011   17:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:27 3612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pertanyaan ini muncul secara tiba-tiba dari teman saya. Entah mengapa dengan spontan saya menjawab “ Seorang anak membenci orang tuanya karena anak tersebut tidak sadar bahwa ia lahir karena cinta kasih kedua orang tuanya atau orang tuanya tidak sadar bahwa anaknya lahir karena cinta kasih mereka”. Dan teman saya pun mengatakan bahwa jawabanmu singkat, padat, jelas, dan luar biasa. Dia senang karena pertanyaannya terjawab dan menyadarkannya. Saya juga cukup senang karena dalam kondisi sesingkat itu, saya bisa memberikan jawaban yang tepat kepada seseorang tanpa harus mencari-cari tahu apa penyebabnya ia bertanya kepada saya. Barulah setelah percakapan itu, saya mulai memikirkan jawaban saya tersebut.

Anak Tidak Sadar

Jika kita mau mengaku, sering kali kita sebagai anak tidak sadar bahwa kita lahir karena cinta kasih orang tua kita—sebuah pernikahan yang tidak dipaksakan (didasari cinta kasih). Anak sering bertindak sesuka hatinya tanpa peduli perasaan orang tuanya. Dia pergi bermain-main dengan temannya, berbelanja membeli mode-mode ter-update, meminta ini itu dengan sesukanya. Yang penting anak suka dengan keluarganya karena bisa melakukan atau mendapat apa yang dia inginkan. Tidak mau ketinggalan dengan keadaan/kemapanan teman-temannya.

Selain hal diatas, banyak juga anak yang tega melakukan tindakan-tindakan yang tidak hanya melanggar aturan orang tua tetapi juga aturan/norma yang berlaku dimasyarakat. Banyak anak yang telah melakukan seks bebas diluar nikah, mengkonsumsi narkoba, mencuri, berkelahi, dsb. Semua itu mereka lakukan sesuka mereka tanpa berpikir bahwa akibat ulah mereka tersebut akan berimbas kepada orang tua. Beban pikiran orang tua pun tambah banyak dan bisa-bisa orang tuanya tidak fokus untuk mengerjakan pekerjaan dan akibat fatalnya adalah terjadi kecelakaan kerja atau pekerjaannya berantakan, dan jika bekerja dalam lingkungan yang berbahaya bisa berakibat fatal apabila terjadi kecelakaan kerja.

Anak juga ada yang merasa tidak diperdulikan orang tuanya. Banyak rumah tangga yang hanya diurus oleh pembantu rumah tangga sehingga pembantu rumah tangga seakan menjadi orang tuanya bagi anak-anak dalam rumah tersebut. Anak pun merasa tidak diperdulikan. Ia menjadi minder, malas bergaul hingga menjadi orang yang apatis terhadap keluarga. Ia merasa terasing didalam rumahnya sendiri dan mencari kesenangannya sendiri. Akibatnya, terjadi broken home.

Memang kenakalan seorang anak bagaimanapun juga pasti membuat orang tua kesusahan. Anak tersebut merupakan darah dagingnya. Ketidaksadaran anak akan keberadaannya yang lahir karena cinta kasih orang tuanya akan membuat anak menjadi beban berat didalam keluarga. Anak menjadi semena-mena dalam keluarga, hanya menuntut kewajiban orang tuanya. Ia menjadi penguasa dalam rumah. Dan apabila yang ia inginkan tidak terpenuhi, maka ia akan sangat membenci orang tuanya, tidak peduli kepada keadaan orang tuanya. Alhasil, anak menjadi pembawa masalah dalam keluarga tersebut. Selain itu, ketidaksadaran anak akan cinta kasih orang tuanya akan membuat krisis kepercayaan diri anak didalam keluarga. Anak akan merasa menjadi anak tiri dalam keluarga.

Orang tua Tidak Sadar

Keadaan anak yang membenci orang tuanya tidak serta merta kita hanya menyalahkan si anak. Orang tua juga sebagai sumber masalah. Masalahnya, orang tua tidak sadar bahwa anaknya lahir karena cinta kasih mereka. Tidak mungkin terjadi pembuahan dalam rahim sang ibu jika tidak didasari oleh cinta kasih. Jika tidak demikian berarti hal tersebut bukanlah pernikahan tetapi pemerkosaan. Masa-masa manis ketika pacaran dan minggu pertama, bulan pertama dan tahun pertama dalam pernikahan menjadi alasan bahwa semangat cinta kasih masih menjadi dasar untuk menghadirkan seorang anak dalam keluarga tersebut.

Banyak orang tua yang setelah melahirkan anaknya, malah tidak peduli terhadap anak yang dilahirkannya tersebut. Padahal, butuh perjuangan panjang untuk melahirkan seorang anak. Akan tetapi, anak hanya dianggap sebagai sosok manusia lemah yang perlu diberi makan, pakaian dan rumah, serta sesekali diberi kasih sayang. Anggapan ini menjadi dasar orang tua untuk melakukan kesibukannya dalam mencari nafkah. Setelah kebutuhan pokok (sandang, pangan dan papan) terpenuhi maka tugas orang tua selesai mengurusi anak. Bahkan orang tua merasa jika segala yang dibutuhkan anak (fasilitas dan materi) terpenuhi maka orang tua sudah merasa menjadi orang tua yang baik dan bertanggung jawab kepada anaknya, walaupun tanpa sesekali ada disampingnya. Anak hanya didampingi cinta kasih harta orang tuanya. Anak merasa ia menjadi boneka yang dihiasi dengan segala kemewahan.

Bentuk lain ketidaksadaran orang tua yaitu mengekang anaknya dengan peraturan yang tidak bisa dirasakan anaknya bahwa peraturan itu adalah wujud cinta kasihnya kepada si anak. Banyak orang tua yang melarang anaknya untuk bergaul sehingga anak hanya bermain di dalam rumah, nonton tv dan main game seharian, tidur-tiduran, dan malah dipaksa belajar dengan guru les yang disediakan setiap hari. Banyaknya peraturan yang dibuat orang tuanya mengakibatkan anaknya tertekan, tidak bisa mandiri, tidak bisa merasakan dirinya sebagai manusia yang memiliki cita, rasa dan karsa. Niat baik orang tua pun malah menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Anak menjadi membenci ayahnya, membenci ibunya. Ia melihat orang tuanya hanya menjadikannya sebagai boneka yang diatur sesuka mereka.

Anak yang membenci orang tuanya merupakan gambaran keluarga yang tidak sehat. Keadaan ini akan berakibat fatal jika kebencian anak tersebut menggunung. Oleh karena itu, perlu dibangun kesadaran bahwa keluarga terbentuk atas dasar cinta kasih. Kesadaran ini bisa dimulai dengan saling terbuka dalam keluarga. Setiap anggota keluarga berhak mengutarakan keinginannya sehingga terkumpullah semua keinginan dalam keluarga tersebut. Setelah itu, semua anggota bermufakat untuk mencari hal-hal yang sama dalam setiap keinginan tersebut sehingga kesamaan atau kesinkronan keinginan menjadi hal utama untuk dikerjakan dalam keluarga. Selain itu, hal yang terpenting yaitu setiap anggota keluarga saling menunjukkan rasa cinta kasih dalam keluarga sesuai/sekadar tiap anggota keluarga, tidak membuat adanya unsur paksaan dalam menunjukkan cinta kasih tersebut. Anak yang membenci orang tuanya sangat jamak kita saksikan didalam lingkungan masyarakat dan hal ini akan sangat menghambat pembangunan keluarga yang harmonis. Oleh karena itu, mari SEGERA kita bangun keluarga tanpa adanya rasa benci.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun