Mohon tunggu...
Rindo Sinaga
Rindo Sinaga Mohon Tunggu... Akuntan - ancora imparo

Lebih banyak mendengar daripada berucap

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Dokter Apa Dokter?

21 September 2013   16:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:35 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Pekerjaan sebagai dokter merupakan hal yang diidam-idamkan bagi sebagian orang. Tidak seperti pekerjaan yang lain, mungkin bekerja sebagai dokter di samping mendapatkan gaji yang lumayan besar (katanya) juga apresiasi yang tinggi terhadap orang yang berprofesi sebagai dokter adalah hal yang biasa di Indonesia. Ada kebanggaan tersendiri ketika seseorang menjadi dokter, entah itu gengsi atau apapun namanya. Mungkin karena pekerjaan sebagai dokter adalah pekerjaan yang selalu berhubungan dengan nyawa seseorang, tidak sembarang orang pula untuk bisa menjadi dokter. disamping membutuhkan dana yang tidak sedikit (apalagi kuliahnya di swasta), seorang calon dokter harusnya mempunyai IQ di atas rata-rata. Dengan banyaknya universitas swasta yang membuka fakultas kedokteran, muncul pertanyaan bagaimana kualitas lulusannya kelak. Hal ini menimbulkan kesan dokter yang dibentuk asal jadi.

Pendapat saya mungkin ada benarnya dan mungkin ada salahnya juga, kenapa saya katakana benar? Pengalaman ketika saya sakit awal bulan juni 2013, saya pergi berobat ke dokter, gejala yang saya rasakan pada waktu itu adalah badan meriang seperti demam, tetapi tidak disertai dengan keluarnya keringat.Ketika saya berobat saya dikasih obat penurun demam, kata si dokter saya hanya kena demam biasa mungkin karena pengaruh cuaca yang kadang tidak menentu. Setelah demam saya tidak turun selama 2 hari, muncul lagi bintik bintik di sekitar badan, waktu itu masih di area tangan dan punggung, saya konsultasi kembali ke dokter tempat saya berobat semula , si dokter menanyakan sakit apa? Saya kaget dengar pertanyaan beliau, bukankah saya yang seharusnya yang bertanya demikian. Namun saya menutupi kekagetan saya dengan menjelaskan apa yang saya alami, diagnose pertama dokter tersebut adalah saya terkena penyakit campak. Saya semakin kaget dengan diagnosa si dokter. Pertama, bagaimana seorang dokter dapat mendiagnosa penyakit tanpa melakukan uji tes misalnya uji tes darah. Kedua, sebelum saya berobat, sudah terlebih dahulu saya searching di ‘uncle google’ tentang gejala penyakit seperti yang saya alami yang tak lain menurut‘uncle google’ itu adalah penyakit cacar air atau chicken Pox. Ketika si dokter menyusun resep obat yang cukup lumayan banyak entah itu obat apa, yang jelas ketika itu saya langsung mengatakan “apa saya benar kena campak dok bukannya cacar”? setelah saya mengatakan demikian, si dokter kemudian memeriksa saya kembali lebih detail tentang bintik-bintik di kulit saya, dan si dokter pun hanya manggut-manggut. Hal yang menjadi pertanyaan saya waktu itu adalah orang ini dokter apa dokter? Sudah dua kali saya berobat, dua kali pula si dokter salah mendiagnosa penyakit saya. Masih menurut ‘uncle google’ kalau misalnya pada awal munculnya gejala penyakit cacar air seperti demam dapat diketahui, maka penyaklit cacar air dapat disembuhkan lebih cepat.

Pengalaman salah diagnose seperti di atas mungkin sudah dialami sebagian masyarakat indonesia walaupun pada kasus yang berbeda-beda. Tapi yang jelas, dengan kejadian di atas, jujur saya sendiri mempertanyakan kualitas dokter di Indonesia, apakah memang sedemikian gobloknya? Sehingga sudah mendiagnosa penyakit tanpa melakukan test? Kaitannya bagaimana pula lulusan sekolah dokter yang ada di Indonesia. Tidak heran kalau masyarakat Indonesia yang tergolong mampu jika sakit langsung berobat ke luar negeri, hal ini mungkin diakibatkan oleh ketidakpuasan masyarakat itu sendiri atas pelayanan kesehatan yang diperolehnya. Salam sehat

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun