Agama Islam yang dibawakan Nabi Muhammad Saw mengajarkan akhlakul karimah yang sesuai dengan nilai-nilai universal. Nilai (value) adalah sesuatu yang dianggap baik, yang diinginkan dan diharapkan oleh seluruh warga masyarakat.
Secara universal sesuatu dianggap bernilai apabila sesuatu itu memilki sifat menyenangkan (pleasant), berguna (useful), memuaskan (satisfying), menguntungkan (profitable), menarik (interesting), dan meyakinan (belief).
Dengan adanya nilai maka seseorang dapat menentukan bagaimana ia harus bertingkah laku agar tingkah lakunya tidak menyimpang dari norma-norma yang berlaku. Nilai (value) yang disepakati secara universal itu sesungguhnya adalah fitrah manusia.
Berkaitan dengan penampilan seseorang dalam interaksi sosial di masyarakat, Islam mengajarkan tiga nilai yakni kebersihan, kerapihan dan keindahan. Â Tentu seluruh ulama sependapat dalam menjaga tiga nilai itu. Perkara penampilan yang dimaksud itu termasuk pula menyangkut masalah jenggot, yaitu rambut yang tumbuh pada daerah dagu, pipi, dan leher seorang laki-laki.
Pandangan Ulama Berbeda
Namun dalam perkara memelihara jenggot, para ulama berselisih pandangan tentang hukum syari'at memanjangkan jenggot bagi laki-laki. Â Ada sebagian ulama yang mewajibkannya, namun ada pula yang berpandangan hukumnya sunah (mazhab Syafi'i), bahkan ada yang pula yang menghukumi makruh atau mubah.
Salah satu dalil yang mewakili beberapa hadis serupa yang dijadikan dasar rujukan hukum fiqih adalah hadis dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: Juzzu al-syawariba wa arkhu al-lihay khalifu al-majusa, artinya: "Pendekkanlah kumis dan biarkanlah (panjangkan) jenggot kalian. Â Selisihilah orang-orang Majusi." (HR. Muslim no. 260)
Matan (redaksi kalimat) dalam hadis, "Arkhu al-lihay (panjangkanlah jenggot)" oleh sebagian ulama dimaknai secara tekstual sebagai perintah sehingga memanjangkan jenggot hukumnya wajib. Sementara ulama lain memaknai sebagai anjuran (mazhab Syafi'i) sehingga hukumnya sunah. Bahkan ada yang memahami secara kontekstual dan menghukumi mubah karena bersifat lokal dan temporal (ulama modern saat ini).
Sedangkan mencukur jenggot oleh sebagian ulama dihukumi haram secara fiqih, karena perintahnya dalam teks hadis adalah memanjangkan jenggot (Ibnu Taimiyah). Sementara Iyadh, ulama mazhab Maliki berpendapat mencukur jenggot hukumnya makruh (dalam Fathul Bari). Sebaliknya Syaikh Qardhawi dan ulama mazhab Hanafi berpandangan mencukur untuk merapikan jenggot hukumnya sunnah.
Asbab wurud
Ditinjau segi asbab wurud hadis berkenaan dengan historinya, sabda Nabi itu disampaikan kepada para sahabat di pedesaan negeri Ajam, di mana orang-orang Majusi di daerah itu memiliki kebiasaan memanjangkan kumis dan mencukur jenggot, sehingga dibutuhkan suatu identitas untuk membedakan di antaranya.Â
Tetapi kebiasaan seperti itu berbeda dengan kebiasaan masyarakat di Mekah, karena orang-orang kafir seperti Abu Lahab, Abu Jahal dan pemuka kaum Kafir di Mekah juga memelihara jenggot, tetapi tidak mencukurnya seperti masyarakat Majusi Ajam.
Jadi perintah dalam matan (bunyi kalimat) hadis ini diperuntukkan kepada sahabat Nabi di pedesaan yang berinteraksi sosial dengan kaum Majusi Ajam, bukan kepada sahabat di Mekah. Dan ternyata sahabat nabi, Ibnu Umar yang mendengar langsung sabda nabi itu masih memotong jenggotnya jika merasa terlalu panjang.
Sebagaimana atsar dari Ibnu Umar, Naafi' berkata: "Adalah Ibnu 'Umar (sahabat Nabi), ketika ia menunaikan ibadah haji atau 'umrah, maka ia menggenggam jenggotnya. Maka apa-apa yang melebihi dari genggaman tersebut, ia potong" (Diriwayatkan oleh Al-Bukhaari no. 5892).
Selain Ibnu 'Umar, Abu Hurairah juga melakukan hal serupa. Telah menceritakan kepada kami Wakii', dari Syu'bah, dari 'Amru bin Ayyuub, dari Abu Zur'ah, dari Abu Hurairah : "Bahwasannya ia memotong jenggotnya yang lebih dari genggaman tangan" (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 25878; hasan).
Maka dapat dipahami bahwa kandungan matan hadis "biarkanlah (panjangkan) jenggot kalian" selain bersifat lokal juga temporal, tidak bersifat universal. Dalam konteks kekinian, hal tersebut dianggap tidak relevan dengan melihat bahwa banyak pula tokoh dan umat non-muslim yang memanjangkan jenggotnya.
Merapikan jenggot hukumnya sunah.
Orang-orang lelaki dewasa Arab pada umumnya berjenggot panjang dan lebat, dengan demikian maka berjenggot panjang merupakan kebiasaan dan tradisi bagi orang Arab. Â Demikian pula dengan nabi Muhammad, beliau berjenggot panjang dan lebat. Sehingga bisa dikatakan bahwa berjenggot panjang merupakan sunah (prilaku) nabi, meskipun tidak ada penjelasan detil mengenai seberapa panjang jenggot nabi.
Harus dipahami bahwa antara sunah nabi sebagai prilaku dan sunah dalam hukum syariat Islam adalah dua hal yang berbeda. Â Tidak semua sunah (prilaku) nabi selalu berimplikasi pada hukum syariat. Â Seperti misalnya nabi berpoligami dan berambut panjang hingga bahu, maka poligami dan rambut gondrong adalah sunah (prilaku) nabi. Â Tetapi tidak berarti prilaku poligami dan berambut gondrong hukum syariatnya sunah dan berpahala bila melakukannya.
Lalu bagaimana dengan memelihara jenggot? Sesuai dengan konsep universal tentang nilai (value), Islam mengajarkan prilaku hidup yang bersih, rapih dan indah. Meskipun tidak dijelaskan dalam suatu hadis, tentu nabi akan selalu merawat jenggotnya agar tampil rapih, bersih dan indah. Hal yang tidak mungkin bila nabi tidak merawat jenggotnya, sehingga akan berantakan tidak rapih dan indah.
Meskipun dinilai dhaif (lemah) hadis berikut dijadikan rujukan oleh ulama yang berkeyakinan bahwa nabi selalu merawat jenggotnya agar selalu nampak rapih. "Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dulu memotong jenggotnya karena sangat lebat dan panjangnya." (HR. At-Tirmidzi no. 2762, dan beliau berkata, 'ini hadits gharib')
Dengan dasar pemikiran seperti itu maka cukup beralasan apabila ulama mazhab Hanafi menyatakan bahwa memotong jenggot yang melebihi genggaman tangan hukumnya sunnah, sebagaimana disebutkan oleh Muhammad dari Abu Hanifah (al-Fatawa al-Hindiyyah [5/358]; al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225]).
Bahkan ada juga pendapat ulama dari kalangan Hanafiyyah yang menyatakan bahwa wajib hukumnya memotong jenggot yang melebihi genggaman tangan, dan berdosa membiarkannya (tidak memotongnya). (Hasyiyah Ibn 'Abidin [2/417]; al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225]). Hal itu tentu mengacu pada ajaran Islam untuk hidup bersih, rapih dan indah.
Dengan demikian maka memangkas untuk merapihkan jenggot hukumnya adalah sunah, dan sebaliknya membiarkan jenggotnya panjang berantakan adalah tercela. Hal itu sesuai dengan fitrah manusia dan ajaran Islam yang mencintai kebersihan, kerapihan dan keindahan.
Referensi:
- Hukum memelihatra jenggot menurut 4 madzhab
- Apa hukum memelihara jenggot? Ini kata ustaz Abdul Somad.
- Benarkah semua perbuatan nabi itu sunnah yang wajib kita ikuti?
- Memotong jenggot yang lebih dari satu genggam.
- Memelihara jenggot bukan sekedar pembeda dengan kaum musyrik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H