Mereka banyak foto-foto. saya dan kawan-kawan juga sih. Dan saya mah buat kenang-kenangan aja karena nggak pengen lagi ke sana. Cukup tau sejarahnya deh. Saya emang suka kagum sama senja. Apalagi kalo yang wana jingganya itu menyala banget gitu. Tapi untuk ngejar-ngejar kayak gini rasanya BIG NO, deh.
[caption id="attachment_403339" align="aligncenter" width="300" caption="Doc. Rinda Gusvita - Semoga langgeng sampai ke surga"]
Coba pikir lagi, berapa liter bensin yang diabisin buat nyampe sini? Ini berarti saya udah berkontribusi terhadap kelangkaan bahan bakar minyak. Selain itu saya juga udah berkontribusi terhadap gas buang kendaraan yang saya kecer-kecerkan sepanjang perjalanan. Emisi yang mampir di batang-batang padi, kambing, dan kehirup sama warga sekitar termasuk saya juga jadi korbannya. Sedikit banyak juga berkontribusi udah ngerepotin penjaga kebersihan tuh yang pada jorok.
Dan yang paling kurasakan nggak rela adalah hilangnya waktu menuju senja yang harusnya bisa dipake buat muhasabah diri. Mendekatkan diri sama Tuhan. Dan waktu itu adalah yang tergenting karena di antara dua masa. Siang dan malam. Ujung-ujungnya sholat maghrib jadi telat gara-gara nggak nemu masjid. Keujanan di jalan pula.Capek rasanya badan jadi malam juga nggak produktif. Pengen langsung tidur aja, abis itu bangun juga nggak pagi-pagi amat.
[caption id="attachment_403331" align="aligncenter" width="300" caption="Doc. Rinda Gusvita - Keceriaan anak muda"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H