Mohon tunggu...
Rinda Mulyani
Rinda Mulyani Mohon Tunggu... -

Belajar menulis :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Omar, Oasis Kepemimpinan

16 Agustus 2012   00:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:42 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1345075358762937502

[caption id="attachment_206978" align="alignleft" width="460" caption="www.konsultasisyariah.com"][/caption]

Sayang kalau melewatkan sahur tanpa menonton film Omar, teladan kepemimpinan Khalifah Umar Bin Khattab. Pagi ini, inspirasi yang menjadi oasis bagi semua pecinta keadilan.

***

Dua majikan dengan dua budak menghadap Umar Bin Khattab. Salah satu majikan mengadu bahwa ontanya telah di curi oleh dua orang budak milik majikan yang satunya. Umar bertanya kepada para budak “Apakah benar kalian telah mencuri Untanya,” tanya Umar. “Benar ya Amirul Mukminin,” jawab dua budak tersebut ketakutan. “Kalau begitu saya akan menegakkan hukum Islam kepada kalian berdua,” ujar Umar. Dalam hukum Islam, pencuri dihukum potong tangan. Dua budak tersebut semakin ketakutan, mulut mereka bergetar, tidak mampu menjawab. “Tapi, saya mau bertanya, kalian apakan onta itu?,” lanjut Umar. Budak itu diam, tidak menjawab. “Tidak usah takut, jawablah dengan jujur,” kata Umar. “Kami sembelih dan kami makan ya Amirul Mukminin. Kami kelaparan dan belum makan,” akhirnya mereka menjawab dengan terbata-bata.

Umar menarik nafas panjang dan menatap mereka berempat. “Maka barang siapa terpaksakarena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” kata Umar membacakan surah Almaa-Idah ayat 3. Kedua budak tersebut dibebaskan dari hukum potong tangan. Umar membiarkan mereka keluar dari ruangannya.

Umar mengalihkan pandang kepada majikan dua budak tersebut. “Kamu memperkerjakan budak, tapi kamu membiarkan mereka kelaparan, maka kamu yang harus menanggung semua perbuatan mereka,” kata Umar tegas. Majikan yang dicuri ontanya bertanya kepada Umar “Lalu bagaimana dengan onta saya ya Amirul, siapa yang akan mengganti kerugiannya?” katanya menuntut ganti atas ontanya dicuri. “Berapa harga ontamu,” Tanya Umar. “400 Had,” jawabnya. Umar kembali mengalihkan pandangan kepada majikan yang memiliki dua budak yang telah mencuri onta itu, dan berkata “Bayar 800 Had, kamu juga harus membayar denda atas perbuatan budakmu,” kata Umar.

***

Begitulah cara Umar menyelesaikan sangketa yang terjadi pada umat Muslim di masa kekhalifahannya. Umar terkenal dengan sikapnya yang tegas dan adil. Kisah ini telah berulang-ulang didengungkan, dan mungkin juga sudah berkali-kali kita dengar. Namun, saat menyaksikan lagi kisah yang sama di film Omar, peristiwa ini tetap menyentuh mata batin orang-orang yang haus keadilan.

Ternyata keadilan tidak dilihat dari perbuatan salah yang dilakukan, tapi apa yang menyebabkan dan mendorong perbuatan tersebut terjadi. Dari sebab musabab yang jelas inilah kemudian Umar mengambil sebuah keputusan. Jika hukum atas perkara itu sudah diatur dalam Alquran dan Hadist, maka Umar tidak memperdebatkannya lagi. Namun, jika hukum atas perkara itu tidak ada dalam Alquran dan Hadist maka Umar menggunakan logika yang lurus dalam penyelesaiannya. “Kalian berhak berpendapat atas perkara yang belum diatur dalam Alquran dan Hadist. Bemusyawarahlah, dan ambil pendapat yang terbaik,” ujarnya kepada umat ketika itu.

Mengaca pada kisah Umar, terbetik pertanyaan apakah para pemimpin kita sudah bertindak adil? Baik pemimpin di tempat kerja, pemimpin organisasi, atau pemimpin negara?. Apakah penggusuran sekolah anak-anak jalanan itu perbuatan yang adil? Apakah penggusuran pedagang kaki lima itu sebuah tindakan yang adil? Apakah hukuman ringan untuk para koruptor adalah sebuah keadilan? Apakah memPHK karyawan tanpa pesangon karena mencuri untuk makan adalah sebuah keadilan juga, sementara dia digaji kecil dan tidak cukup untuk memberi makan keluarganya? Apakah hidup bermewah-mewah para pejabat, pimpinan perusahaan, orang-orang kaya, dan birokrat bangsa kita adalah prilaku yang adil?

Lalu, ketika perampokan merajalela dan semakin sadis, kita baru bertanya-tanya, apa penyebab semua ini? Para ahli dan pakar sepakat bahwa semua dipicu oleh kesenjangan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Saat yang kaya semakin kaya dan si miskin semakin miskin. Itulah yang terjadi ketika suatu perkara (baik perkara hukum atau sosial)tidak diputuskan berdasarkan nurani, tapi berdasarkan uang, kedekatan, dan kekuasaan.

Seandainya para polisi, jaksa, hakim, para birokrat, para anggota dewan, para pemimpin perusahaan, para pejabat, dan semua pemimpin bangsa ini menonton film Umar Bin Khattab, apakah hati mereka tergerak untuk berbuat adil? Semoga! Saya percaya semua manusia memiliki nurani, dan nurani menjadi jiwa Universal yang getarannya berdentum di dada semua umat manusia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun