Saya bukan penikmat gending Jawa meskipun sejak kecil saya telah menggandrungi seni. Kadang keinginan untuk membiasakan telinga saya dengan iringan gamelan Jawa justru membuat kepala pusing dan akhirnya sama sekali tak punya ide untuk mengembalikan perasaan dan pikiran saya seperti semula. Sebagai bagian dari orang Jawa saya terlahir bukan untuk membencinya, lebih tepatnya saya belum dapat menerimanya.
Saya doyan anime sampai usia dua puluh empat tahun ini, lebih dari kecintaan saya terhadap Sushi yang biasa saya beli Take Out dari toko langganan saya. Saya kurang paham bagian mana yang menunjukkan saya menyukai Jawa selain sebagai tanah kelahiran dan banyaknya budaya yang memang saya gandrungi kecuali gending Jawa. Mendengar suara gamelan dalam bayangan saya yang datang adalah sosok halus yang menari dan menyanyi disamping telinga saya dimalam saat saya tidak dapat memejamkan mata seperti malam ini. Seperti biasa, saya buka YouTube "5cm per Second" adalah film anime yang selalu menemani saya sebelum tidur, orang Barat menyebutnya Bedtime Stories.
Selain sebagai Guru Kelas ayah juga mengajar Tari Reog sesuai dengan darah warok Ponorogonya. Juga suaranya ayah yang merdu menjadikan ayah sebagai Guru Musik ekskul di sekolah tempat ayah mengajar. Sedang saya hanyalah penggandrung budaya saja, budaya itu luas kecuali Gending Jawa.
Saya rasa setelah meninggalkan Jawa saya akan terbebas dari gending horor yang selalu saya hindari, ternyata saya salah. Bekerja di Hong Kong sebagai pekerja rumah tangga setelah saya resign dari sekolah tempat saya mengajar secara langsung menjungkirbalikkan kehidupan dan pemikiran saya. Mulai dari saya membawa buku, laptop, spidol, pulpen dan alat tulis lain, sampai akhirnya saya terjun kebidang perpancian, pengepelan, pembelanjaan, management keuangan, dan lain sebagainya.Â
Saya tidak menyesal, tidak akan pernah menyesal dengan keputusan saya. Termasuk ketika gending Jawa versi Hong Kong sering mengganggu ketenangan batin dan telinga saya. Pernah saya teriak namun yang terjadi justru volume gendingnya dibesarkan. Setelah dua tahun berada di Hong Kong akhirnya saya paham, Gending Jawa versi aslinya bukan hal yang perlu saya takuti, bukan sesuatu yang harus saya hindari, tapi kenyataan yang harus saya terima seperti gending Jawa versi Hong Kong yang siang tadi saya dengar. Gending Jawa lain versi itu berasal dari pita suara majikan saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H