"Kamu lelah?"
Dia menanyaiku dengan suara datar yang diiringi tetesan peluh di kedua pelipisnya. Aku memandangnya sambil tersenyum. Lelaki berkulit coklat dengan wajah ramping itulah yang membawaku sampai di tengah lautan ini.
"Mungkin terlalu lama kita mendayung, Bang."
Kuletakkan pengayuh itu di tempatnya. Aku bangkit dari dudukku, kuambil selembar kain dari saku baju, lalu kuusap tiga butir keringat yang hampir saja jatuh dari pelipis kanannya, juga bekas-bekas peluh yang masih membasah disekitaran wajah lelaki itu.Â
Kami telah mendayung dalam waktu yang cukup lama, sehingga kami mengenal betul beberapa musim yang terbiasa mendatangi kami yang duduk dan berdiri di atas sampan ini.
"Hawa sudah dingin jika aku harus berpeluh."
Dia bicara sambil memalingkan wajahnya dariku. Memang udara dingin sempat datang pagi itu, seperti hari-hari biasa akan ada empat musim yang bermain di sekitar kami. Mereka adalah musim panas saat suhu meninggi dan sebagian orang bisa saja marah. Di musim seperti itu aku dan dia terkadang bercumbu pada amarah dan emosi yang memanas.
Aku juga pernah memahami musim gugur, saat dedaunan jatuh dengan hawa setengah basah yang kadang-kadang panas masih samar-samar membekas. Diwaktu yang seindah itu dia akan memelukku dengan alasan angin bisa saja datang mengoyak kehangatanku, lalu aku akan menggigil kedinginan seperti pada musim dingin.
Di musim dingin tahun lalu, aku tak mempedulikan suhu hubungan kami yang menurun tanpa alasan yang jelas. Hanya kami akan kurang berbicara. Terkadang aku coba menghangatkan tubuh namun dia menyulut perapian yang membesar hingga hampir membakar segala yang ada di sekitar kami. Termasuk tempat untuk hati kami berteduh.
Hingga memasuki musim semi, meski di belahan bumi yang ini sakura tak pernah turun, namun daun dari bunga-bunga akan menghijau dengan segera. Dia berkata, dulu dia sempat memetik satu bunga liar yang penuh duri. Aku sendiri sibuk bermain dengan angin yang mengayuh pelan mendaki dataran tinggi, menuruni lembah hingga sampai di tempat ini, di atas luasnya laut yang hanya ada aku dan dia mendayung - mendayung berdua lalu melelah.
"Jika tak ingin berpeluh kita takkan sampai di dermaga itu, Bang."