Mohon tunggu...
Rina Sutomo
Rina Sutomo Mohon Tunggu... Berfantasi ^^ -

Hening dan Bahagia menyatu dalam buncahan abjad untuk ditorehkan sebagai "MAKNA"

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[Bulan Kemanusiaan RTC] Hampir 71 Tahun Merdeka, Bukankah Aku Punya Hak yang Sama?

27 Juli 2016   07:33 Diperbarui: 27 Juli 2016   08:22 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum subuh terlampau jauh beranjak 
Tak ada rasa malu meski tak dapat kubanggakan seragamku  
Kaos dan celana lusuh menemaniku mengejar ilmu 
Dan lagi, jauh sebelum senyum matahari menghangatkan angan 
Dengan tas plastik terus kukejar banyaknya ilmu kehidupan 
Ya, ditumpukan sampah ini aku belajar menerima pedasnya kenyataan  

Sebelas tahun lalu di tanggal ini 
Pagi yang terlalu cerah tanpa rintik hujan 
Seperti dia, kawan seusiaku berseragam merah putih sepatu hitam tertawa riang 
Memandangku tersenyum dan berkata, "Kamu harus sekolah." 
Senyumnya meyakinkanku untuk terus bermimpi 
Sebuah mimpi suatu hari aku bisa menulis ini dibuku harian 

Dua tahun lalu dihari ini 
Aku telah tumbuh dengan kulit menghitam 
Kulihat senyum gadis nan jelita jauh dari tumpukan sampah tempat kumengais nasi 
Seragam biru putih dengan topi di kepala melindungi wajahnya dari panas dunia 
Dari jarak itu aku menggantungkan mimpi untuk bisa membacakan puisi yang hanya untuknya 

Aku di tujuh belas tahunku ini, 
Di hari ini, 
Aku ingin memakai seragam abu putih dipagi hari 
Berjalan dengan mereka untuk belajar banyak teori 
Aku menerima mimpiku yang tak berjalan seimbang 
Aku yang hanya bisa menulis melalui suara 
Dan membaca di dalam hati saja seperti buku yang coba aku baca 
Aku memandangi tulisannya tanpa ada makna yang dapat kutangkap 

Aku bermimpi berjalan dengan seragam yang sama 
Bukan hanya melihat dari tempat kumengorek tumpukan sampah 

Tuan yang baik hati, aku telah lulus belajar dari kerasnya kehidupan 
Namun aku belum mengerti rasanya mendapat teguran dari bapak guru 
Juga tidak pernah merasakan pujian dari ibu guru 

Tuanku orang yang bijak, ijinkanlah saja aku lulus dengan lembaran kertas 
Biarkan aku mencoba memainkan pena mencoretkan ilmu dengan rasa senang 

Akan kubiarkan Tuan membacanya, 
Bersama tumpukan sampah ini aku menahan perihnya lapar 
Tulisan ini tentang lelahku untuk bergulat dengan ilmu dari kerasnya kehidupan 

Karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event Bulan Kemanusiaan RTC 

rumpis-5794e4df0e9773593f22a965-5797ff855fafbda5222b858a.jpg
rumpis-5794e4df0e9773593f22a965-5797ff855fafbda5222b858a.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun