Dengan berlian yang berbeda di sore ini. Padahal, ketika berbicara tentang berlian, bayangan pertama yang muncul adalah sebongkah keindahan. Mahal, bersinar, dan diincar oleh sekian banyak orang. Harga yang sepadan dengan tingkat kesulitan untuk mendapatkannya.
Gambar di majalah itu justru membuat saya sadar, bahwa ternyata berlian lebih mahal dan sukar dari yang saya kira. Lalu mata saya dapat melihat bagaimana mereka berjuang keras untuk mendapatkan berlian yang diincarnya. Matahari yang menyengat sudah menjadi sahabat bagi kulit mereka. Begitu pula dengan lumpur yang membenamkan kakinya, terkadang bercadas.Â
Jika kita bisa renungkan, sebenarnya mimpi kita adalah sama halnya dengan sebongkah berlian. Yang mahal dan bersinar, karena itu banyak yang mengincar untuk memilikinya. Bila kita tilik dari dua sisi, dari sisi penambang berlian diincar untuk sesuap nasi. Sedang mereka yang gemar koleksi, berlian diincar untuk memiliki keindahannya. Dua hal tersebut memiliki makna yang sama, berlian dicari untuk sebuah kenikmatan dan kepuasan.
Untuk mencapai mimpi kita, untuk mendapatkan kepuasan dan kenikmatan nantinya, kita harus mencari, menggali, bersaing, dan yang tak kalah penting adalah memiliki kekuatan tekad. Para penambang memiliki tekad yang kuat, mereka selalu yakin, jika tak hari ini pasti lusa akan didapatkan berlian itu. Apa buktinya? Jika mereka tak yakin, tak akan ada lagi penambang berlian yang mau membenamkan tubuhnya dalam lumpur di bawah terik matahari.Â
Demikian halnya bagi mereka yang lebih suka membeli berlian sebagai koleksi, untuk memiliki indahnya berlian mereka juga harus mengumpulkan uang terlebih dahulu, bisa saja ia harus menjadi pengusaha dan mengawali karirnya sejak usia remaja. Dari dua kasus diatas penambang dan pembeli berlian sama-sama mendapat kepuasan, serta sama-sama berjuang untuk mendapatkan kenikmatan tersebut.Â
Mencari bukanlah hal yang tidak melelahkan. Kita harus mencari dimana kita bisa menemukan mimpi itu. Ada banyak tempat memang, ada banyak pilihan, namun terkadang tempat dan pilihan itu tak sesuai dengan mimpi kita. Untuk mengawali sebuah pencarian kita harus memiliki keyakinan. Seperti halnya para penambang, jika tak yakin akan menemukannya maka ia tak akan pernah memulai untuk mencari berlian itu. Mencari memang tidak mudah, namun lebih sulit lagi ketika kita harus menggali.
Menggali juga kegiatan yang membosankan karena memerlukan waktu yang tidak singkat. Seperti para penggali berlian, kita harus menggali kemampuan kita, hanya jika kita memiliki mimpi kedepannya. Tak hanya satu, dua, tiga atau empat tahun. Banyak penemu hebat mulai menggali kemampuan dan inovasinya sejak kecil, sampai akhirnya ia mendapatkan apa yang diinginkannya di usia dewasa.
Bersaing merupakan suatu proses yang tidak dapat dilewatkan untuk menggapai sebuah kesuksesan. Ketika menggalinya, seorang penambang dihadapkan dengan ratusan penambang lainnya untuk memperjuangkan hal yang sama, dengan kekuatan tekad yang sama. Jika pesaing kita hanyalah orang yang mudah putus asa, kita tak perlu khawatir, waktu yang akan mendepaknya. Namun yang perlu diingat, hanya orang dengan asa yang kuat yang siap menggali sebongkah berlian.
Bagaimana penemu hebat dapat menemukan mimpi yang terus digalinya?
Alexander Graham Bell contohnya, pria yang terkenal dengan penemuan-penemuannya ini, sejak kecil ia telah mempersiapkan kesuksesannya. Sejak usia remaja ia telah belajar tentang suara manusia dan cara kerjanya. Lalu, pada usia enam belas tahun ia memutuskan untuk menjadi seorang guru di Scotland.
Ketertarikannya pada cara kerja suara manusia membuatnya semakin giat dalam mengajar tunarungu dan melakukan penelitian. Ia menghabiskan siang harinya untuk mengajar dan melakukan eksperimen pada malam harinya. Bell terkenal sebagai guru yang sabar kepada murid-muridnya. Ia menunjukkan bagaimana suara dapat bekerja, lalu mengajarkan kepada murid-muridnya bagaimana menggunakan jari untuk merasakan apa yang sedang mereka ucapkan serta bagaimana menggerakkan bibir dan lidah untuk menghasilkan suara.
Setelah mengabdikan diri sebagai guru bagi tunarungu, kemudian Bell menjadi seorang profesor di salah satu universitas di Boston. Setelah menikah ia mulai menjalankan proyeknya bersama Thomas Watson. Sejak saat itulah karir Bell mulai menanjak dan menciptakan berbagai penemuan lainnya.Â