Daripada upload makanan di media sosial mending kasih tetangga.
Pamer makanan di media sosial, udah ngasih tetangga belum?
Piknik ke taman kota aja pamer  di media sosial.
Terdengar familiar? Bagi saya iya. Terus bikin baper? Dulu iya sekarang wolesaja hehehe. Berbaik sangka saja, penulis sedang mengingatkan. Pamer atau tidak, hanya  hati dan Sang Pencipta yang tahu. Begitu pula urusan ngasih ke tetangga.
Bisa ditebak kenapa status di atas sempat bikin saya baper karena saya sering upload foto hasil masakan di IG,  kalau lagi sempat sekalian nulis  resepnya di caption. Saya juga uploadsatu dua foto di IG kalau lagi piknik walaupun pikniknya cuma seputaran Jabodetabek. Dan seringnya memang seputar Jabodetabek hehehe.
Tapi ketahuilah,  kini makin banyak orang memanfaatkan media sosial bukan untuk sekedar pamer tapi berbagi informasi atau  mendapat penghasilan, termasuk saya. Gak harus jadi artis atau orang terkenal lho untuk bisa mendapatkan penghasilan dari media sosial, walaupun tentu kalau selebritis honornya jauh beda dengan orang macam saya, orang biasa, ga terkenal ga dikenal hahaha.
Honornya receh dibanding seleb -- seleb media sosial yang bekerjanya pun sudah professional, tidak  disambi nyuci atau momong anak. Tapi bagi IRT macam saya, receh itu jumlahnya sangat lumayan untuk bisa jajan buku, bisa nabung sedikit -- sedikit buat bekal mudik.
Mama kreatif zaman now, Â memanfaatkan internet dan media sosial untuk hal positif
Saya Ibu rumah tangga dengan dua anak, saat memutusan resign dari kantor  4 tahun lalu sempat didera kegalauan cukup berat soal keuangan walaupun penghasilan suami bisa mencukupi kebutuhan rumah tangga. Namanya punya uang sendiri kan beda rasanya heheheh. Uang sendiri bisa bebas ngasih ke ortu atau saudara yang lagi butuh bantuan. Uang THR buat mudik nyenengin ortu. Setelah resign? Eit, bukan tidak percaya sama sang maha pengatur rezeki, tapi saya selalu percaya rejeki datang dengan usaha dan doa.
Saat masih kerja kantoran saya menyalurkan hobi menulis dengan menulis di  blog (mulai kenal blog akhir masa kuliah -- tahun 2003 namun mulai menseriusi ngeblog tahun 2010)  dan menjadi kontributor lepas sebuah majalah bertema parenting. Sebagai kontributor lepas penghasilan saya tidak tentu. Kadang satu bulan mendapat lebih dari dua order tulisan kadang tidak sama sekali. Seiring waktu, kemajuan teknologi digital dan media sosial menggerus dengan pelan media cetak. Media cetak mulai mengencangkan ikat pinggang, salah satunya dengan tidak lagi memakai jasa kontributor lepas. Di lain pihak dunia blog menjanjikan sesuatu yang tidak pernah diduga sebelumnya. Tawaran review produk, undangan liputan, placement post, lomba blog dengan hadiah berjuta -- juta dsb. Memiliki akun media sosial jadi keharusan karena jumlah mengikut dan konten media sosial menjadi bahan pertimbangan yang tidak kalah penting. Celah yang harus dimanfaatkan bukan?
Namun internet dan media sosial  juga memiliki sisi negatif. Bukan hal baru, kita mendengar berita perselingkuhan yang dimulai dari media sosial atau orang berhutang demi terlihat 'wah' di media sosial, mengikuti  gaya hidup para seleb media sosial yang diikutinya. Semoga kita terhindar dari hal -- hal seperti itu ya teman.