Peran Besar Guru
Banyak orang tua beranggapan, anak cukup di sekolahkan untuk menjadi orang pintar dan sukses kelak. Sekolah pun menawarkan beragam program yang siap ‘menyiapkan anak pintar dan sukses’ , baik melalui kurikulum atau metodenya seperti Multiple Intelegent, di mana anak secara personal di cari dan kembangkan minat dan bakatnya sejak usia dini. Bukan hanya itu, sekolah pun di buat aman dan nyaman untuk anak fokus belajar.
Namun anak-anak yang (awalnya) lugu dan polos ini harus siap berhadapan dengan kenyataan ‘membuai ‘ begitu keluar ruang kelas dan sekolah. Game dari gadget , tontonan tv dan akses internet tanpa batas melalui smartphone. Keadaan yang berbeda 90 derajat dengan jaman saya dulu.
Kemajuan teknologi ini sebenarnya sangat positif dan menunjang pendidikan jika saja dibimbing dan diarahkan penggunaannya.
Gadis remaja ini bisa di jadikan contoh, bagaimana seorang pelajar yang memanfaatkan internet dengan baik hingga menemukan passionnya di usia dini. Seorang fashion blogger muda yang kemampuannya cukup mumpuni dalam dunia fashion padahal umurnya baru belasan tahun, Evita Nuh. Blognya bisa diintip di sini.
Sayangnya, yang terjadi lebih banyak yang lose control nya. Lebih banyak anak-anak dan remaja tak menyadari bahwa keterlenaan dan keasikan terhadap teknologi, tanpa tujuan dan arahan jelas, malah merusak masa depannya. Hingga akhirnya mereka benar-benar terlenakan. Tak heran kemudian kita dapati rental game online tak kehabisan peminat bahkan dibuka 24 jam, tingkat melek baca stagnan, selalu terdengar berita pelajar membuat video tak senonoh, tawuran yang tak pernah selesai, pelajar yang terlibat narkoba sampai tindak kriminal. Pelajar berprestasi ada tapi jumlahnya masih sedikit di banding pelajar yang biasa.
Mengutipistilahnya psikolog perkembangan anak, Ratih Ibrahim, dalam salah satu sesi parentingnya yang pernah saya ikuti, anak-anak yang terlalu intens dengan gadget dan tontonan tanpa batasan waktu, bimbingan dan arahan, hanya akan menjadi menjadikan generasi Culun, Cupu dan Cukup.
Padahal negeri ini membutuhkan generasi yang bisa melakukan hal-hal luar biasa. Kenapa? Tahun mendatang, 2015, Indonesia memasuki pasar bebas, di mana barang, jasa, investasi hingga tenaga kerja bisa bebas masuk ke seluruh negara-negara ASEAN. Indonesia bersaing dalam AEC (ASEAN Ekonomy Community). Persaingan ini akan mensejahterakan negara ini jika kualitas SDMnya mumpuni. Sudah siapkah kita? Sudah siapkah anak-anak kelak menghadapi itu, 5 atau 10 tahun mendatang dari era pasar bebas, saat batas wilayah geografis tak ada artinya.
Yap, anak-anak kita, dituntut untuk lebih berkualitas bukan hanya dalam nilai-nilai ujian di atas kertas juga karakter dan sikap positif seperti kreatif, tidak pantang menyerah, toleran dan egaliter.
Guru, Internet dan Media Sosial
Guru memiliki makna, ‘di gugu’ dan ‘di tiru’, ini bukan sekedar jargon lho karena bagaimanapun guru adalah role model nyata anak-anak setelah orang tua mereka.
Dengan menilik makna itu, mau tidak mau guru di tuntut tidak sekedar hadir di depan kelas, tapi ruang-ruang di luar sekolah yang sering di isi anak-anak saat ini salah satunya internet dan media sosial.
Sudah jadi hal umum, bahwa sekarang anak kelas tiga sekolah dasar pun sudah terbiasa dengan internet dan facebook. Bahkan beberapa sekolah dasar sudah merekomendasikan internet sebagai sumber tugas sekolah.
Menurut saya, guru perlu memiliki akun media sosial di mana banyak muridnya juga memiliki akun itu. Bukan sekedar memantau tapi mengarahkan dengan cara yang luwes dan tanpa menggurui. Media sosial bukan ruang kelas lagi, jadi jika menggurui malah akan di unfriend.
Di sinilah menurut saya diperlukan kemampuan guru menulis. Menulis ide dan gagasannya dengan kalimat yang bisa dipahami murid-muridnya dengan pesan yang tersirat. Atau menshare hal-hal positif.
Kemampuan menulis terbangun dengan kebiasaan membaca
Tapi saya tidak terbiasa menulis? Bagaimana memulainya? Pertanyaan itu biasanya banyak di keluhkan orang yang merasa tidak bisa dan terbiasa menulis.
Menulis berkolerasi dengan intensitas membaca. Makin sering/banyak membaca, aktivitas menulis akan mudah, tidak ada istilah ga ada ide atau bingung menuangkan ide dalam bentuk tertulis. Malah banyak membaca akan memunculkan keinginan menulis.
Cara paling mudah meningkatkan minat baca adalah di mulai dengan membaca hal-hal yang kita minati. Sedangkan membiasakan menulis saya kira bisa di awali dari dan dengan menulis status positif yang kemudian bisa di kembangkan menjadi sebuah tulisan agak panjang.
Manfaat menulis secara umum
Menulis secara tidak langsung akan membuat kita mengenali potensi diri karena saat menulis kita dipaksa berpikir, menggali pengetahuan dan pengalaman yang selama ini tersimpan dalam bawah sadar.
Menulis memaksa menyerap,mencari dan menguasai informasi sehubungan dengan yang kita tulis. Jadi secara tidak langsung menulis memperluas wawasan.
Menulis mendorong belajar secara aktif termasuk dalam menyelesaikan suatu masalah dan menuangkan gagasan atau ide dalam bentuk bahasa yang teratur.
Pentingnya menulis bagi guru
Dengan melihat manfaat menulis di atas, kemampuan menulis sangat mendukung peran guru. Guru menjadi bukan sekedar pengajar juga pengamat dan pencari solusi permasalah pendidikan di sekitarnya, bagaimana memahami setiap anak didiknya yang unik, bagaimana melihat potensi dan mengembangkan bakat anak didiknya.
Saya yakin, guru yang memiliki minat baca dan kemampuan menulis tak mudah melabeli anak didiknya dengan sebuatan ‘anak bermasalah’ karena menyadari pada dasarnya semua anak memiliki kelebihan dan memiliki cara menyerap informasi (belajar) dengan gaya berbeda.
Dan efeknya akan luar biasa jika ide guru ditulis dalam flatform blog seperti citizen jurnalis kompasiana. Menurut saya inilah ruang yang perlu di manfaatkan guru. Menuliskan ide dan gagasan mengenai apapun yang positif kemudian share di media sosial di mana banyak anak didik memiliki akun itu, mulanya mungkin akan tak dianggap tapi semakin sering menulis, saya yakin posisi ada sebagai guru akan di kagumi dan menginspirasi anak didik untuk menuliskan ide dan gagasannya di blog tidak sekedar status alay di media sosial. Terlebih saat ini blog menjadi trend positif.
Dengan demikian, secara tidak langsung guru sudah membangun kebiasaan basa tulis. Bagaimanapun teladan lebih baik dari sekedar teori bukan?
Yap, pendidikan adalah salah satu cara mengubah dunia menjadi lebih baik dan mengentaskan kemiskinan. Dengan tujuan itu pula Tanoto Foundation yang didirikan pada tahun 2001 oleh Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto. Tanato Foundation secara terus menerus dan konsisten melaksanakan Program Peningkatan Sekolah di lebih dari 200 sekolah dasar di Riau, Jambi, dan Sumatera Utara. Melalui koordinasi dan kolaborasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di tingkat nasional dan Dinas Pendidikan di tingkat provinsi dan kabupaten, Program ini dilakukan dengan melibatkan masyarakat setempat dan membangun model yang berkelanjutan. Dan salah satu programnya adalah peningkatan kapasitas guru.
Kualitas guru sangat penting, saya jadi ingat salah satu kalimat yang diucapkan Malala, Gadis Pakistan yang mendapat Nobel Perdamaian saat menyumbangkan hadiah Nobelnya untuk pembangunan sekolah di Palestina,”satu anak satu buku satu guru akan mengubah dunia.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H