Dunia ini panggung sandiwara, Cerita yang mudah berubah, Kisah Mahabarata atau tragedi dari Yunani, Setiap kita dapat satu peranan, Yang harus kita mainkan, Ada peran wajar ada peran berpura pura, Mengapa kita bersandiwara, Mengapa kita bersandiwara. Peran yang kocak bikin kita terbahak bahak, Peran bercinta bikin orang mabuk kepayang, Dunia ini bagaikan jembatan kehidupan, Mengapa kita bersandiwara, Mengapa kita bersandiwara, Dunia ini penuh peranan, Dunia ini bagaikan jembatan kehidupan, Mengapa kita bersandiwara.
Text diatas adalah lagu yang pernah dinyanyikan oleh Achmad Albar. Lagu ini menceritakan tentang kehidupan manusia yang seperti di atas panggung sandiwara. Ada manusia yang di takdirkan Tuhan untuk memerankan peran yang wajar, dan ada juga peran yang penuh kepura-puraan.
Terdapat sisi lain yang sangat menarik dan substansial dari lagu di atas. Yaitu suatu pertanyaan "mengapa kita bersandiwara". Pertanyaan dari lagu itu, seakan-akan mengajak kita untuk merenung dan berpikir dengan sepenuh perhatian (berkontemplasi) tentang hakikat hidup yang sebenarnya.
Selain peran dan panggung sandiwara yang diciptakan oleh Tuhan. Ada juga peran dan panggung sandiwara yang di ciptakan oleh manusia, di buat begitu menarik sehingga menjadi suatu karya seni yang mengagumkan, tapi ada juga panggung sandiwara yang dibuat sedemikian rupa, sehingga menjadi seperti bukan panggung sandiwara. Tapi lebih seperti kehidupan sebenarnya yang didasari atas kebohongan saja. hehehehehe lucu ya…………………….!!!!!!!!!!!!!!!!!
Definisi Sandiwara Itu Sendiri
Sebelum kita memasuki pembahasan lebih jauh, alangkah baiknya kalau kita harus pahami dahulu apa itu sandiwara, agar tidak terjebak pada pemahaman yang salah, dan agar kita dapat memahami mana makna yang sesungguhnya, dan mana makna yang tidak sebenarnya atau hanya menjadi kata khiasan untuk menggambarkan suatu fenomena tertentu.
Dalam kamus bahasa Indonesia, sandiwara diartikan sebagai pertunjukan lakon atau cerita (yang dimainkan oleh orang), drama, teater. Bisa juga diartikan sebagai kejadian (politik dan sebagainya), yang hanya dipertunjukkan untuk mengelabui mata, atau tidak sungguh-sungguh.
Inti dari sandiwara ini adalah menampilkan suatu cerita yang penuh rekayasa. Di panggung sandiwara, para seniman menampilkan berbagai cerita, salah satu ceritanya adalah drama tentang percintaan.
Dalam drama tersebut, terdapat orang yang memerankan berbagai sosok termasuk sosok yang sangat romantis. Ada juga yang mementaskan kisah kepahlawanan yang diperankan oleh seseorang sebagai pahlawannya. Seseorang yang memerankan sebagai orang yang romantis, dalam dunia nyata tak seromantis perannya. Seseorang yang penuh dengan aksi-aksi heroik di atas panggung, dalam dunia nyata, tak seperti kelihatannya.
Dalam dunia nyata, dimana manusia sudah menjadi makhluk hedonis dan lebih mementingkan penampilan luar daripada substansinya. Manusia ketika bertemu dengan manusia lainnya, justru menampilkan hal-hal yang tidak sebenarnya seperti itu. Manusia harus berbohong untuk selalu tampil seperti manusia yang susila, dan berbohong untuk mendapatkan keuntungan. Bahkan yang lebih parah dari semua itu, manusia menggunakan kebohongan untuk mendapatkan kekuasaan.
Nah Ini Dia Panggung Sandiwaranya "Politik Panggung Sandiwara"
Di dunia politik, dimana kekuasaan yang menjadi tujuan utamanya, menggunakan berbagai macam cara untuk meraih kekuasaan. Mulai dari cara yang wajar, sampai pada cara yang benar-benar tidak wajar.
Paham Niccolo Machiavelli dalam berpolitik, menjadi kiblat bagi sebagian besar manusia yang terjun di dalamnya. Para politikus ketika tampil di depan masyarakat, berpenampilan layaknya manusia luar biasa, berbicara dengan bahasa ramah namun munafik. Semua bentuk, politik itu berdasar pada kebohongan.
Di Indonesia, berbohong adalah sesuatu yang sudah wajar dan lumrah. Salah seorang tokoh komunis yang bernama Pramoedya Ananta Toer mengatakan bahwa, jika ingin memahami pembicaraan orang Indonesia(pejabat Indonesia), maka kita harus menggunakan rumus x= bukan x.(Jalaludin Rachmat, Rekayasa sosial, Revormasi, revolusi, atau Manusia Besar, Rosda, 2005).
Rumus tersebut sangat relevan dengan dinamika politik di Indonesia. Dimana banyak para pejabat yang berkata x, tapi arti sebenarnya adalah bukan x. contohnya, ketika seorang politisi berkata "Katakan tidak pada korupsi", dalam kenyataannya justru melakukan korupsi.
Begitu juga panggung politik Indonesia, sebagian besar tidak terlepas dari politik machiavellinisme. Sejarah perpolitikan Indonesia memang selalu berkaitan dengan berbagai kecurangan dan kebohongan. Apalagi yang berkaitan dengan pesta demokrasi atau pemilihan, baik pemilihan umum maupun pemilihan derah. Mulai jaman orde baru sampai reformasi, masih banyak kecurangan yang terjadi.
Berbagai kecurangan yang terjadi mempunyai berbagai modus, ada yang menggunakan money politik, politisasi calon pemilih serta berbagai cara lain yang begitu memalukan. Di Indonesia, bobroknya pemilihan umum dapat terlihat dari banyaknya laporan masuk ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). laporan masuk ke DKPP menyangkut pelanggaran Anggota Pemilihan Umum. Secara keseluruhan, sejak januari hingga desember 2013, ada  577 kasus yang diadukan.( sumber:Tempo.com 19 Desember 2013).
Selain berbagai kecurangan yang terjadi dalam pesta demokrasi Indonesia, banyak juga kebohongan yang dilakukan oleh para calon pemimpin Negara maupun daerah yang setelah menjabat justru tidak menepati janjinya. Contoh kebohongan yang dilakukan oleh para Pemimpin di Indonesia adalah kebohongan yang dilakukan oleh Presiden Indonesia Susilo Bambang.
Dalam buku berjudul "Presiden Offside, Kita Diam atau Memakzulkan", ditulis oleh mantan aktivis era reformasi Desmond J Mahesa. Menurut Mahesa, ada 10 kebohongan Presiden SBY, Kebohongan-kebohongan itu, salah satunya, Pemerintah mengklaim penduduk miskin berkurang, tinggal 31,02 juta jiwa. padahal dari jumlah penerima beras raskin tahun 2010 ada 70 juta jiwa, dan penerima layanan Jamkesmas mencapai 76,4 juta jiwa. Serta Presiden pernah mencanangkan 100 hari untuk swasembada pangan, namun yang terjadi adalah kesulitan ekonomi dan pangan secara masif.
Para tokoh agama, dan segenap aktivis serta elemen masyarakat juga ikut merilis dan mencatat 18 daftar kebohongan yang dilakukan rezim Susilo Bambang Yudhoyono selama memimpin Negara.
Tak hanya Pak SBY, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan dinyatakan telah melakukan kebohongan publik. Pasalnya, saat menjabat sebagai Direktur Utama PT PLN (Persero), Dahlan menjamin tidak ada lagi pemandaman bergilir di Indonesia. Tapi Berdasarkan data di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa politik Indonesia sudah menjadi politik panggung sandiwara, dimana para pemimpin di atas mimbarnya, mengatakan dan meneriakkan berbagai program yang ternyata terbukti bahwa itu semua hanya kebohongan semata.
Para pemimpin kita seakan-akan sedang berada di atas panggung sandiwara dan memerankan sebagai orang yang sangat baik dalam drama yang sangat menarik. Tapi itu semua hanya drama belaka, itu semua hanya kepura-puraan, itu semua hanya khayalan yang tak akan pernah jadi kenyataan.
Indonesia saat ini sedang menuju pesta demokrasi terbesar, yaitu pemilihan umum tahun 2014, dimana para calon pemimpin telah mempersiapkan berbagai strategi politiknya. Harapan rakyat Indonesia agar pemimpin yang terpilih adalah pemimpin yang berani, tegas dan berintegritas dan dapat membangun Indonesia menjadi lebih baik.
Pemilihan umum 2014, diharapkan tak seperti pemilihan-pemilihan sebelumnya yang sarat dengan kebohongan, dan seakan-akan menjadi panggung sandiwara. Seperti janji-janji palsu yang bisa dikategorikan wanprestasi. Dalam Al Quran surah An Nahl ayat 91 jelas-jelas mewajibkan semua manusia untuk menepati janjinya dan sangat melarang tentang janji-janji palsu. Ketika para calon pemimpin melakukan janji-janji palsu dan ingkar janji, maka itu termasuk wanprestasi dan suatu dosa besar dimata Tuhan.
Apakah Pemilihan Umum Tahun 2o14 akan lebih buruk dari pada tahun sebelumnya ? Apakah  Tahun Pemilihan ini terjadi kerusuhan yang mengakibatkan korban jiwa, yang  hanya  mengambil kekuasaan satu golongan saja???? biarlah waktu yang menjawab semuan ini.
Maka ketika para pemimpin dan penguasa terbukti berbohong, maka rakyat Indonesia dapat menuntut para pemimpin dan penguasa. Rakyat Indonesia dapat menggugat atas nama Pancasila, UUD NKRI tahun 1945 dan bahkan atas nama agama.
Maka di harapkan, agar para Calon Pemimpin tidak membuat janji palsu dan ingkar janji setelah terpillih. Peran akademisi, mahasiswa serta praktisi, agar lebih kritis untuk merespon dan mengkritik berbagai janji-janji yang tidak rasional. Peran masyarakat juga sangat penting, agar tidak mudah percaya dengan janji-janji para calon pemimpin, dan agar lebih jeli memilih pemimpin yang tepat.
Berdasarkan uraian kita di atas, maka dapat di simpulkan bahwa, kita tidak boleh terjebak pada kesalahan sama yang terjadi ketika pemilihan-pemilihan sebelumnya, dimana panggung pemilihan menjadi panggung sandiwara. Supaya, pemilihan umum menjadi bersih dari para pemain drama yang pandai menyembunyikan keburukannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H