Mohon tunggu...
Rina R. Ridwan
Rina R. Ridwan Mohon Tunggu... Penulis - Ibu yang suka menulis

Pembelajar Di Sekolah Kehidupan Novel: Langgas (Mecca, 2018) Sulur-sulur Gelebah (One Peach Media, 2022) Kereta (Mecca, 2023) IG: rinaridwan_23

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Belajar dari Lintasan Kata-Kata

28 Oktober 2024   09:18 Diperbarui: 28 Oktober 2024   09:26 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Hampir setiap hari, kita membaca lintasan kata-kata di linimasa. Dari sebuah berita, ghibahan, penggalan ayat, kata-kata mutiara hingga nasihat. Di mana kita berhenti untuk membaca, di sanalah kecenderungan hati kita. Jika berubah setiap hari, anggap saja bagaikan mood yang kadang suka jungkir balik tanpa diminta.

Begitu banyak dan riuhnya berita, dari berita benar hingga yang hoaks. Begitu juga dengan cerita-cerita, dari yang bisa dipertanggungjawabkan sumbernya, hingga cerita tak bertuan. Kita perlu memilah agar tak jatuh dalam pemikiran yang tak sepenuhnya bisa diandalkan di zaman yang sudah tak punya batasan saat ini. Kitalah yang harus menetapkan batasan itu sendiri sebelum jatuh tertelan.

Jangan pernah menyepelekan kata-kata.

Berapa banyak tragedi, semua berasal dari kata-kata. Berapa banyak kesembuhan juga berasal dari kata-kata. Rangkaian kata tak sekadar untuk dibaca, tetapi jauh lebih penting adalah untuk dipahami, baik secara tersirat juga yang tersurat. Begitu pentingnya kata-kata, hingga kita sering terkecoh dengan kemahiran seorang dalam berkata-kata.

Itulah kenapa ketika kita hendak berbicara atau menjawab apa pun, harus dipikirkan terlebih dahulu sebelum kata-kata itu keluar dan tak mampu ditarik kembali. Pun ketika kita hendak menyampaikan sesuatu, hendaknya membiasakan untuk berpikir sisi positif dan negatifnya.

Sebagian orang suka nyablak dan berkata spontan tentang apa saja. Terlihat menyenangkan, bahkan pada awalnya terlihat sebagai ujud kejujuran. Namun, kita tak boleh lupa, siapa saja bisa terselip lidahnya. Sehebat apa pun dia merangkai kata-katanya.  Dan ketika itu terjadi, maka rasa menyesal, malu pun tak terhindarkan. Bahkan bisa menjadi senjata makan tuan yang mencelakakannya.

"Berkatalah yang baik atau diam."

Sebuah nasihat kecil yang begitu berat dilakukan saat ini. Di zaman media sosial telah menjadi keseharian untuk berekspresi. Berapa banyak kegaduhan dimulai dari 'asal bicara' yang dibiasakan. Berapa banyak fitnah dihadirkan dari rasa 'sok tahu' dan berapa banyak kebodohan ditampakkan dari kata-kata tak berdasar yang terlontar.

Sehebat apa  pun Anda, tanpa mampu mengendalikan keinginan atau nafsu untuk terus berkata tanpa ilmu, tanpa berpikir, Anda akan dijatuhkan kata-kata Anda sendiri akhirnya.

Kitalah yang harus memilih, pada ratusan bahkan ribuan kata-kata yang melintas di lini masa atau di mana pun, untuk melewatkan saja atau dibaca dengan saksama.

Selalulah ingat, segala yang buruk selalu lebih cepat terserap dibanding dengan yang baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun