Mohon tunggu...
Rinana Nanae
Rinana Nanae Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketahanan Moral Remaja terhadap Lingkungan Sosial

10 April 2015   12:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:18 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Keinginan untuk melawan dan sikap apatis, merupakan dua hal yang menjadi karakter remaja (Soerjono Soekanto, 1987:356). Apabila tidak diarahkan dengan baik, maka sikap tersebut dapat menimbulkan perlawanan dan pemberontakan yang bisa mengarah pada penyimpangan sosial yang negatif. Karena itu, seorang remaja memerlukan bimbingan dan pembelajaran yang banyak mengenai nilai dan norma masyarakat. Tempat untuk memulai bimbingan dan pembelajaran dasar mengenai nilai dan norma bagi remaja adalah keluarga.

Keluarga memiliki peran yang penting dalam pembinaan dan pengenalan nilai dan norma pada remaja. Hal itu disebabkan karena keluarga atau orang tua adalah lingkungan dan tokoh pertama yang berhubungan dengan remaja sejak kecil. Dalam keluarga, seorang remaja akan mengalami proses sosialisasi yang biasanya diterapkan melalui kasih sayang. Dalam proses sosialisasi tersebut, keluarga mengenalkan dan menerapkan nila-nilai dan norma kepada remaja sejak dini. Contohnya seperti nilai ketertiban dan ketentraman, nilai kebendaan dan keakhlakan, nilai kelestarian, nilai keagamaan, dan seterusnya. Penanaman nilai dan norma kepada remaja sejak dini akan berpengaruh terhadap moral yang dimiliki remaja dikemudian hari. Baik dan buruk atau kuat dan lemahnya moral remaja sangat bergantung dan dipengaruhi oleh penerapan nilai dan norma dalam keluarga.

Moral mengacu pada akhlak yang sesuai dengan peraturan sosial, atau masyarakat hukum, atau adat kebiasaan yang mengatur tingkah laku (Chaplin, 2006). Moral juga bisa dikatakan sebagai kemampuan menentukan benar salah dan baik buruknya suatu tingkah laku (Wantah, 2005). Dalam hal ini, moral sangat penting ditanamkan pada seorang remaja sebagai ‘benteng’ dari pengaruh buruk dunia luar atau lingkungan sosialnya. Maka dari itu, remaja memerlukan ketahanan moral yang baik untuk bisa melindungi diri dari pengaruh buruk di luar keluarga saat ia berada di lingkungan sosialnya.

Ketahanan Moral dan Disorganisasi Keluarga

Sayangnya, ketahanan moral tidak mudah didapatkan oleh remaja. Tidak semua keluarga atau orang tua dapat memberikan bimbingan dan penerapan nilai dan norma yang baik pada anaknya. Banyak faktor yang menjadi penghalang hal tersebut. Salah satunya yaitu disorganisasi keluarga.

Disorganisasi keluarga adalah perpecahan keluarga sebagai suatu unit, karena anggotanya gagal memenuhi kewajibannya yang sesuai dengan peranan sosialnya (Juju, Kun, 2007: 23). Adanya disorganisasi dalam keluarga dapat mempengaruhi proses sosialisasi orang tua dalam penerapan nilai dan norma pada anak. Contohnya, seringkali remaja mengalami kekosongan akan bimbingan langsung dari orang tuanya. Contoh lainnya, pada keluarga dengan kasus kesulitan ekonomi menyebabkan orang tua harus mencari penghasilan dengan kerja keras, sehingga tidak ada waktu sama sekali untuk mengasuh anak. Sedangkan pada keluarga yang mampu, persoalannya ialah orang tua terlalu sibuk dengan urusan di luar rumah.

Ditinjau dari sisi psikologis, usia remaja merupakan usia yang ‘gawat’. Hal ini dikarenakan masa remaja merupakan masa transisi dan upaya menemukan identitas. Dalam kondisi tersebut, seorang remaja memerlukan figur atau tokoh ideal yang memiliki perilaku terpuji (Soerjono Soekanto, 1987:407). Dalam hal ini, orang tua memiliki peran yang sangat penting untuk menjadi figur teladan pada anaknya. Sayangnya, orang tua yang mengalami disorganisasi di dalam keluarganya akan mengalami kesulitan untuk memberikan teladan pada anak-anaknya karena adanya konflik dan perpecahan dalam keluarga. Sehingga, apabila figur teladan tidak ditemukan dalam keluarga atau orang tua, sangat mungkin remaja akan mencari figur ‘orang tua’ diluar lingkungan keluarga (yang belum tentu benar dan baik).

Dalam kondisi tersebut, ketahanan moral remaja sangat diperlukan. Remaja dengan ketahanan moral yang rapuh akan mudah terombang-ambing oleh lingkungan sosialnya seperti media komunikasi dan teman sebayanya. Sebaliknya, remaja dengan ketahanan moral yang kuat tidak akan mudah terpengaruh oleh lingkungan sosialnya dan pandai memilih dan memilah informasi yang didapatnya, serta memiliki pendirian yang kuat mengenai nila-nilai kebenaran dan kebaikan.

Sebagai ilustrasi, seorang remaja bergaul dengan teman sebayanya yang kecanduan mengkonsumsi Napza. Pada tahapannya, seorang remaja yangmemiliki ketahan moral yang rapuh akan mudah tersugesti mengenai pendapat temannya yang kecanduan mengkonsumsi Napza. Tahapan selanjutnya, remaja tersebut akan mengidentifikasi perilaku temanya dan mulai mengikuti perilaku temannya untuk mengkonsumsi minuman keras.

Contoh lainnya, banyak film yang menampilkan adegan kekerasan yang tidak sesuai dengan nilai dalam agama dan keluarga. Namun, karena kurangnya pemahaman dan pengawasan dari orang tua misalnya, dapat menimbulkan persepsi yang salah pada remaja. Mereka berfikir bahwa tokoh-tokoh kekerasan adalah pahlawan. Persepsi ini akan terbawa ketika mereka menghadapi persoalan dengan sesama pelajar, sehingga terjadilah tawuran.

Dampak disorganisasi keluarga terhadap moralitas remaja semakin terlihat jelas dengan timbulnya berbagai masalah lain. Misalnya, jumlah anak remaja yang berhadapan hukum cenderung meningkat (Kompas, 18/10). Pada 2011, Komisi Nasional perlindungan anak menerima 1.851 pengaduan anak remaja yang diajukan ke pengadilan. Hampir 90% diantaranya berakhir dengan putusan pidana. Kondisi tersebut diperkuat oleh data kementrian hukum dan hak asasi manusia yang mencatat terdapat 6.505 kasus anak remaja, dan 4.602 diajukan ke pengadilan. Kasus tersebut semakin menguatkan asumsi bahwa disorganisasi keluarga dapat berdampak besar terhadap moralitas anak remaja. Remaja yang mendapatkan pendidikan buruk dari orang tuanya yang mengalami disorganisasi keluarga rentan terpengaruh oleh lingkungan sosialnya yang buruk.

Solusi

Keluarga, dalam hal ini orang tua, merupakan kunci dari penerapan dan pembinaan nilai dan norma terhadap remaja. Ketahanan moral remaja sangat bergantung terhadap seberapa kuat nilai dan norma yang diterapkan dalam lingkup keluarga. Oleh karena itu, tidak ada pihak lain yang dapat menggantikan peranan keluarga terutama orang tua.

Selain itu, keluarga merupakan tempat remaja untuk berlindung dan mendapatkan kedamaian melalui keserasian antara ketertiban dengan ketentraman, dengan mempertimbangkan pengaruh-pengaruh yang datang dari luar rumah (Soerjono Soekanto, 1987: 413). Maka dari itu, faktor-faktor penyebab terjadinya disorganisasi keluarga harus diminimalisir. Salah satu upaya untuk mengatasinya, yaitu menciptakan komunikasi efektif diantara anggota keluarga dan menjaga situasi harmonis dalam keluarga.

Ketahanan moral juga perlu didukung oleh pihak selain keluarga. Diantaranya sekolah sebagai lembaga pengendalian sosial dan sebagai tempat penerapan dan pembinaan nilai dan norma kepada siswanya. Pihak sekolah dan orang tua juga harus pro-aktif dan saling berkoordinasi untuk melakukan pemantauan kepada remaja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun