Setiap kegiatan memiliki prosedur, yaitu serangkaian langkah yang diambil untuk mencapai tujuan. Prosedur dalam perencanaan adalah metode yang diikuti oleh perencana agar konsep perencanaan dapat terwujud. Prosedur ini dapat bervariasi di antara perencana pendidikan, namun secara garis besar tetap serupa. Prosedur perencanaan pendidikan melibatkan perencanaan partisipatif, di mana wakil dari lembaga pendidikan dan masyarakat bekerja sama. Aspek lain yang dibahas mencakup peramalan (forecasting), pemrograman, dan pengambilan keputusan. Ketiga elemen ini menjadi tahapan umum yang diperlukan dalam merancang rencana pendidikan yang efektif. Langkah-langkah tersebut membantu perencana mencapai hasil yang diinginkan.
Pertama, perencanaan partisipatori. Kata "partisipatori" berasal dari "partisipasi," yang berarti pelibatan seseorang atau sekelompok orang dalam suatu kegiatan. Perencanaan partisipatori merujuk pada proses perencanaan yang melibatkan sejumlah pihak dalam kegiatan tersebut. Hal ini berbeda dengan perencanaan yang hanya dibuat oleh individu atau sekelompok orang berdasarkan otoritas jabatan, seperti perencana di tingkat pusat, kepala kantor pendidikan di daerah, atau kepala sekolah. Dalam perencanaan partisipatori, banyak pihak dari daerah yang terlibat, terutama mereka yang memiliki kepentingan langsung terhadap objek yang direncanakan. Keterlibatan ini memperkaya proses dan menjamin relevansi hasil perencanaan.
Kedua, ramalan dan pembuatan program (forecasting). Forecasting memiliki dua makna. Pertama, sebagai ramalan terbatas, yaitu perkiraan tentang apa yang mungkin terjadi di lingkungan organisasi pendidikan di masa depan atau perubahan-perubahan yang mungkin muncul di masyarakat sekitar lembaga pendidikan. Contoh ramalan ini termasuk prediksi lonjakan jumlah penduduk, dampak pesatnya perkembangan komputer dalam kehidupan manusia, dan perubahan hubungan sosial dalam masyarakat. Arti kedua, yang lebih luas, mencakup tidak hanya meramalkan perubahan di lingkungan eksternal, tetapi juga menyesuaikan kegiatan atau program organisasi agar sesuai dengan hasil ramalan tersebut. Tujuannya adalah agar organisasi pendidikan mampu menyesuaikan diri dan bergerak sejalan dengan perubahan eksternal yang terjadi.
Ketiga, pengambilan keputusan. Setiap kegiatan pendidikan selalu melibatkan pengambilan keputusan, karena rencana kegiatan tidak dapat dilaksanakan sebelum ada keputusan resmi. Umumnya, pengambilan keputusan dilakukan oleh manajer atau administrator tertinggi, atau oleh tim manajerial. Namun, keputusan terkait kegiatan non-rutin dapat diambil oleh pejabat atau individu lain, karena kegiatan ini biasanya dikelola oleh panitia khusus. Dalam situasi ini, ketua panitia membuat keputusan berdasarkan kesepakatan bersama. Keputusan tersebut kemudian diajukan kepada manajer atau administrator pendidikan. Selanjutnya, administrator dan staf atau badan terkait meninjau keputusan panitia untuk menentukan apakah dapat diintegrasikan dalam kegiatan rutin atau tidak.
Perencanaan dalam pendidikan melibatkan prosedur yang terdiri dari langkah-langkah penting untuk mencapai tujuan. Prosedur ini mencakup perencanaan partisipatori yang melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat, untuk memastikan relevansi hasil perencanaan. Selain itu, forecasting memainkan peran krusial dengan meramalkan perubahan di lingkungan pendidikan dan menyesuaikan program agar sejalan dengan perubahan tersebut. Terakhir, pengambilan keputusan, yang biasanya dilakukan oleh manajer atau tim manajerial, memastikan bahwa setiap kegiatan dapat dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesepakatan panitia untuk kegiatan non-rutin. Ketiga elemen ini saling terkait dalam menciptakan rencana pendidikan yang efektif dan responsif terhadap kebutuhan dan perubahan.
Seluruh tulisan ini merujuk pada Modul Ajar Part 3 Poin D, Oleh Dr. H. A. Rusdiana, M.M.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H