Mirisnya, masih ada pula sekolah yang tidak memiliki buku sama sekali. Dalam mengatasi persoalan ini, kadang kala guru yang bersangkutan menyarankan untuk memfotocopy buku, ada pula yang menyarankan untuk dituliskan di papan tulis dan disalin ke dalam buku tulis masing-masing.
Selain itu, alokasi anggaran terhadap pengembangan perpustakaan dan sarana pendukung juga sangat minim. Padahal, ketersediaan fasilitas pendukung literasi juga merupakan representasi kualitas pendidikan dan pembelajaran.
Di sisi lain, profesi pustakawan juga masih dianggap marjinal dan kurang menarik. Sebagian besar pegawai yang mengisi posisi tersebut seringkali merasa tidak dihargai.
Kondisi inilah yang menyebabkan minimnya kualitas layanan di perpustakaan. Sebab, perpustakaan dikelola oleh orang-orang yang tidak tepat, tidak memiliki ketertarikan alias terpaksa, bahkan dalam kondisi tertentu dianggap sebagai hukuman.
Peningkatan kompetensi pustakawan merupakan faktor yang tidak boleh diabaikan. Karena pustakawan profesional memiliki peran yang sangat dominan dalam pengelolaan perpustakaan.
Dalam konteks ini, sangat penting untuk adanya komitmen serius dalam meningkatkan literasi, terutama dari pemerintah dan lembaga terkait. Meskipun, seharusnya peningkatan literasi menjadi tanggung jawab bersama seluruh lapisan masyarakat.
Keseriusan peningkatan harus dilakukan dalam semua sektor terkait. Misalnya, sektor pendidikan yang semestinya sudah melengkapi fasilitas pendukung literasi yang mumpuni. Alokasi anggaran untuk peningkatan literasi harus dilakukan dengan serius.
Begitu juga dengan perpustakaan harus terus diperhatikan dengan serius. Bukan hanya sekedar ada, atau hanya melengkapi. Namun, harus mendapatkan perhatian yang serius mengingat perannya yang sentral untuk meningkatkan literasi.
Perpustakaan dapat menjadi tempat belajar bagi siapa saja, sifatnya terbuka dan bebas akses berbeda dengan instansi pendidikan yang tidak bisa diikuti sembarangan orang. Karenanya, perpustakaan harus terus didorong untuk terlibat dalam peningkatan literasi bagi masyarakat secara keseluruhan.
Peningkatan literasi harus dilakukan dengan pendekatan yang serius dan terarah agar literasi masyarakat Indonesia dapat tumbuh dan berkembang. Perlu kesepahaman dan cita-cita yang sama. Makanan merupakan kebutuhan primer bagi tubuh dan fasilitas literasi merupakan kebutuhan primer bagi otak. Jangan biarkan anak bangsa menanti dengan penantian panjang yang tidak ada kepastian.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H