Mohon tunggu...
Rinaldi Syahputra Rambe
Rinaldi Syahputra Rambe Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan Perpustakaan Bank Indonesia Sibolga

Anak desa, suka membaca, menulis dan berkebun. Penulis buku "Etnis Angkola Mandailing : Mengintegrasikan Nilai-nilai Kearifan Lokal dan Realitas Masa Kini". Penerima penghargaan Nugra Jasa Dharma Pustaloka 2023 dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pentingnya Etika Kedermawanan

5 April 2023   22:20 Diperbarui: 5 April 2023   22:24 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi memberi.   Foto: shutterstock 

Indonesia merupakan negara paling dermawan di dunia. Menurut Indeks Kedermawanan Dunia (WGI) 2022 yang dipublikasikan Charity Aid Foundation, Indonesia menempati peringkat pertama sebagai negara paling dermawan di dunia. Pencapaian ini bukan pertama kalinya, Indonesia telah memegang rekor selama lima tahun berturut-turut sebagai negara paling dermawan. 

Singkatnya, kedermawanan tidak perlu diragukan lagi. Tradisi menyumbang di negara kita telah lama tumbuh dan telah mengakar kuat di masyarakat. Faktor keyakinan dan tradisi lokal menjadi inspirasi yang mendorong untuk terus berbagi dan memberi.

Dalam keyakinan kita, telah tertanam bahwa memberi tidak harus berkecukupan. Artinya, apapun yang dimiliki tidak menjadi penghalang untuk memberi. Memberi dimulai dengan hal paling sederhana yang bisa dilakukan. Selain sikap masyarakat yang suka berbagi, kedermawanan di negara kita juga tumbuh karena pengaruh relawan filantropi. Pegiat filantropi di Indonesia sangat terstruktur dan mengakar. Bergerak dengan suka rela secara bersama melibatkan unsur masyarakat.

Selama bulan Ramadhan ini saja, saya pribadi telah dikirimi beberapa poster ajakan berbagi dari berbagai kalangan, mulai dari komunitas, organisasi masyarakat, tempat kerja, dan lingkungan sekitar. Intinya terstruktur dan massif dilakukan. Gerakan semacam ini sejatinya didasari panggilan hati, dan pantas kita apresiasi.

Namun, belakangan muncul fenomena yang mengabaikan etika dalam memberi. Saya melihat banyak gerakan berbasis kedermawanan terkadang kurang memperhatikan etika dalam memberi. Etika dalam memberi sesungguhnya tidak bisa dipisahkan, karena telah menjadi bagian dari inti kegiatan itu sendiri.

Etika kedermawanan adalah prinsip-prinsip moral yang mengatur bagaimana seseorang harus bertindak dalam memberikan dan menerima sedekah atau bantuan. Kedermawanan itu sendiri adalah sikap atau tindakan untuk memberikan sesuatu kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan atau balasan yang serupa. Etika kedermawanan menjadi penting karena tidak semua tindakan kedermawanan dapat dianggap baik jika tidak dilakukan dengan cara yang benar.

Pengabaian etika semacam ini semakin marak terlihat di tengah gempuran teknologi visual yang kian berkembang. Sehingga motivasi seseorang untuk memberi terkadang menjadi kontroversi. Karena tidak jarang kita lihat kedermawanan didasari motivasi lain, bahkan politis dan sensasional.

Sebagai bukti bagaimana belakangan ini, banyak video viral yang menunjukkan bahwa betapa kekuatan media demikian dahsyat. Konten yang titampilkan terkadang terlihat berlebihan. Misalnya seseorang memberi uang kepada orang lain dengan nominal yang besar atau barang mewah lainnya. Kemudian upload menjadi konten di paltform media sosial yang sudah terhubung dengan adsense. Tulisan ini bukan untuk menduga-duga apa yang menjadi motivasi sang konten kreator membuat konten seperti itu. Saya tidak berhak menghakimi siapapun.

Sesungguhnya yang menjadi perhatian saya adalah tercorengnya etika mulia di balik kedermawanan. Terjadi penomena over dokumentasi yang muncul di jagat maya. Sengaja atau tidak, ekspose yang terlalu berlebihan akan berakibat terabaikannya hak orang lain.

Ilustrasi memberi.   Foto: shutterstock 
Ilustrasi memberi.   Foto: shutterstock 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun