Penyetaraan kualitas pendidikan masih menjadi persoalan di Indonesia. Ketimpangan masih terlihat di berbagai daerah. Utamanya di daerah 3T (terdepan, terluar, dan terbelakang). Pada tahun 2020 pemerintah telah menetapkan 62 kabupaten sebagai daerah tertinggal periode 2020 - 2024.Â
Jumlah ini menurun dari periode sebelumnya yang mencapai 122 kabupaten. Indonesia sendiri memiliki 514 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi. Itu artinya, sebanyak 12 persen dari jumlah total wilayah kabupaten dan kota masih masuk dalam daerah 3T.
Pemerintah menetapkan beberapa kriteria dalam penentuan daerah 3T. Pertama, melihat perekonomian masyarakat. Kedua, keadaan sumber daya manusia (SDM). Ketiga, ketersediaan sarana dan prasarana. Keempat, kemampuan daerah. Kelima, aksesibilitas dan keenam, karakteristik daerah. Kriteria tersebut diukur berdasarkan indikator dan sub indikator yang diatur oleh peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan daerah tertinggal.
Pada dasarnya, pendidikan adalah hak bagi setiap individu untuk memilikinya. Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003, pemerintah memiliki kewajiban untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.Â
Pemerintah juga berkewajiban menyediakan sistem pendidikan nasional yang mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Berdasarkan amanat undang-undang tersebut, upaya untuk mengurangi ketimpangan pendidikan di wilayah 3T harus terus dilakukan. Pemerintah telah melakukan beberapa pendekatan agar terselenggara pendidikan yang merata. Salah satu langkah penting dalam hal ini adalah pengembangan Kurikulum Merdeka yang dirancang untuk memperkuat pendidikan termasuk di wilayah 3T.Â
Kurikulum Merdeka merupakan sebuah sistem pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai pusat dari proses pembelajaran. Peserta didik memiliki kebebasan dalam menentukan arah dan hasil belajar sesuai dengan potensi dan minat yang dimiliki.
Kurikulum Merdeka dirancang untuk menciptakan pendidikan yang fleksibel dan mampu disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Setiap daerah memungkinkan untuk memilih konten dan strategi pengajaran yang sesuai dengan kondisi lokal dan karakteristik siswa.Â
Penerapan Kurikulum Merdeka dapat mengatasi beberapa tantangan yang dihadapi oleh wilayah 3T, seperti jarak yang jauh, minimnya sarana dan prasarana pendidikan, serta minimnya ketersediaan tenaga pendidik yang berkualitas.Â
Dengan Kurikulum Merdeka, siswa di wilayah 3T dapat memperoleh pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan lokal, sekaligus mendapatkan akses yang lebih mudah dan merata terhadap pendidikan berkualitas. Diwaktu yang bersamaan, guru di daerah 3T dapat dengan mudah menyiapkan materi pembelajaran yang berkualitas dengan memanfaatkan Platform Merdeka Mengajar (PMM).