Secara umum joki berarti perwakilan orang untuk mengerjakan sesuatu secara ilegal. Joki identik dengan orang yang mengerjakan sesuatu yang seharusnya pekerjaan itu tidak boleh diwakilkan.Â
Dalam KBBI joki memiliki dua pengertian. Pertama, "orang yang mengerjakan ujian untuk orang lain dengan menyamar sebagai peserta ujian yang sebenarnya dan menerima imbalan uang. Kedua, joki berarti "orang yang memberi layanan kepada pengemudi kendaraan yang bukan angkutan umum untuk memenuhi ketentuan jumlah penumpang (tiga orang) ketika melewati kawasan tertentu.Â
Singkatnya joki merupakan pekerjaan tercela, melanggar aturan, dan menyimpang.Â
Meski menyimpang dan melanggar norma yang ada, aktivitas joki sangat marak terjadi. Peraktik joki bukan lagi hal yang tabu. Kegiatan jasa penyedia joki sudah dilakukan secara terang-terangan. Â Joki bahkan telah masuk pada ranah penelitian. Penelitian yang dianggap essensial dan penting dalam dunia akademisi tercoreng akibat adanya peraktik joki ini. Peraktik joki dalam penelitian dilakukan dengan rapi, sehingga sangat sulit untuk membedakan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh joki.Â
Penelusuran yang dilakukan oleh tim investigasi harian kompas selama bulan januari tahun 2023 menemukan fakta baru bahwa penggunaan jasa joki dalam penelitian sudah menyasar semua jenjang pendidikan. Mulai dari sekolah menengah atas, mahasiswa S1, S2, S3, bahkan untuk mendapatkan gelar guru besar. Hal ini tentu menjadi masalah yang sangat serius bagi dunia penelitian  dan publikasi kita. Â
Penelitian yang kita percaya sebagai sumber yang akurat kini  berada di persimpangan jalan. Apakah kita masih percaya dengan hasil-hasil yang dicantumkan beberapa jurnal? meskipun tidak semua jurnal dilakukan dengan cara yang sama tetapi kondisi ini tentu mempengaruhi kepercayaan kita untuk mengambil suatu rujukan dari jurnal hasil penelitian.
Peran joki dalam penelitian bukan saja menghilangkan reputasi sebuah penelitian akan tetapi juga menghilangkan reputasi perguruan tinggi, akademisi dan peneliti kita. Â
Beberapa waktu yang lalu, teman saya yang berkuliah di salah satu perguruan swasta di Sumatera Utara bercerita kepada saya penelitian skripsi yang dilakukan di kampusnya dikerjakan oleh dosen yang seharusnya menjadi pengampu akademiknya.Â
Ironis memang. Pertanyaannya apakah pendidikan tinggi  dan kepakaran sudah menjadi barang yang bisa diperjualbelikan?. Apakah pendidikan dan penelitian yang dilakukan oleh peneliti sudah menjadi bisnis?. Â
Pada sebuah artikel yang ditulis dalam kumparan (kumparan, 11 : 2022 ) bahwa pengguna jasa joki penelitian lebih banyak berasal dari perguruan tinggi swasta. Meskipun tidak menutup kemungkinan jumlah yang besar juga bersal dari perguruan tinggi negeri.Â
Dari data yang ada kuantitas publikasi penelitian kita dalam 7 tahun terakhir jumlahnya meningkat. Peningkatan publikasi penelitian kita terbesar dia antara negara-negara ASEAN. Â Namun peningkatan kuantitas tidak dibarengi dengan kualitas, publikasi peneltian kita 50 persen berada pada Q4 hanya 19 persen yang berapa pada Q1 dan banyak jurnal yang sudah QJ oleh scopus.Â
QJ pada jurnal biasanya disebkan oleh adanya indikasi pelanggaran yang biasa disebut predatori jurnal. Data ini menunjukkan ada praktik yang tidak sehat mulai dari penelitian sampai tahap publikasi penelitian akademisi kita.
Sudah waktunya kita mengembalikan kembali penelitian pada marwah yang sesungguhnya. Penelitian bukan hanya syarat untuk mendapat gelar tetapi lebih kepada tanggung jawab untuk mencerdaskan dan memajukan bangsa kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H