Dalam acara adat misalnya baik itu siriyaon (kegiatan adat yang berhubungan dengan kebahagiaan, misalnya pesta pernikahan dan syukuran) ataupun siluluton (kemalangan, kesedihan) tamu dari luar daerah akan diberi tempat selain rumah yang memiliki hajatan. Biasanya memakai rumah tetangga terdekat yang digunakan tempat makan bersama, istirahat, atau tempat markobar (Muysawarah adat berupa pemberian nasehat). Oleh karena itu masyarakat akan terus menjaga kebersihan rumahnya masing-masing agar tamu merasa nyaman dan tenteram. Selian itu membersihkan rumah dimata orang Angkola-Mandailing adalah tradisi masyarakat pada umumnya untuk memperhatikan kebersihan masing-masing rumah.Â
Marsipature hutana be dohot marsipature bagasna be (memperbaiki kampung halamannya masing-masing dan meperbaiki rumah masingmasing) adalah pemandangan yang menunjukkan masyarakat Angkola-Mandailing sangat peduli kedamaian dan ketenangan di rumah. Dalam bahasa Angkola-Mandailing dijelaskan "Muda ias bagas niba halak pe ringgas rot u bagas niba i. Inda bauan halak, sampah dohot kotoran selalu dipaias. (jika rumah bersih maka setiap orang akan rajin datang, orang tidak merasa bau, sampah dan kotoran selalu dibersihkan). Inda urka roha ni halak mangan dohot minum di bagas ni bai. Ias ni bagas tarmasuk ias ni roha ni na nampuna bagas. Muda ias roha ni nampuna bagas I, ias do roha ni halak ro dohot mangan minum dibagas i ".Orang-orang tidak ragu untuk makan dan minum di rumah. Rumah yang bersih akan menjadi cerminan dari pemiliknya yang memiliki hati yang bersih, dan orang-orang yang ada datang ke rumah itu akan memiliki hati yang bersih juga). 5. Paias Pakaranganmu (bersihkan pekaranganmu/ lingkunganmu). Paias Pakaranganmu, berarti anjuran untuk membersihkan pekarangan rumah. Dalam bahasa Angkola-Mandailing dijelaskan "Pakarangan ima lingkungan ni bagas i, tarmasuk alaman dohot kobun-kobun sakaliling bagas i. Ias ni pakarangan tarmasuk manjago kesehatan dohot keamanan, kebersihan ni pakarangan tarmasuk gambaran ias ni pangisi bagas. (Pekarangan yang ada di sekitar rumah kita, termasuk tanaman yang ada di sekitar rumah.Â
Membersihkan halaman juga semacam menjaga kesehatan dan keselamatan. Kebersihan halaman juga menggambarkan membersihkan hati sebuah rumah). Pakarangan marbatas dohot jiran tetangga. Parbatasan dohot jiran angkon ias, ulang adong parsalisihan dohot jiran tetangga. (Ia juga memiliki batas dengan tetangga, untuk itu wilayah perbatasan dengan tetangga juga harus bersih, jangan sampai ada perselisihan dengan tetangga). Muda rumbuk do dohot sude jiran manandahon ias ni roha. Bila Hubungan dengan tetangga baik, menunjukkan menunjukkan kebersihan hati kita juga baik). Jadi muda pakarangan kotor, terganggu kesehatan. Malosok halak ro tu pakarangan niba. Muda dipakarangan marserak duri, serpihan ni kaco, bisa mambaen bahaya, terganggu keselamatan. Muda parbatasan dohot tetangga inda beres, ketenangan pe terganggu. Jadi pakarangan dohot lingkungan harus ias, anso sehat, aman, tentram". (Tapi kalau rumah kita kotor, kesehatan kita juga akan terganggu, orang tidak mau datang ke rumah. Bila pekarangan rumah berserakan duri, kaca, akan menimbulkan bahaya dan hubungan dengan tetangga tidak akan baik juga, itu juga akan mengganggu ketenangan hidup kita. Untuk kasus tersebut, pekarangan rumah dan lingkungan sekitar rumah kita harus bersih agar tetap sehat).Â
Menjaga pekarangan tetap bersih harus dilakukan, biasanya setiap rumah membersihkan pekarangan masing-masing. Tidak boleh membuang sampah sembarangan apalagi membuang sampah pada pekarangan orang lain. Disamping itu, lingkungan masyarakat atau tempat-tempat umum juga akan dibersihkan secara bersama-sama agar lingkungan benar-benar bersih dan terjaga. Relevansi Penerapan Nilai Poda Na Lima Poda Na Lima memiliki nilai luhur yang positif yang mengatur cara hidup dalam masyarakat. Cara hidup, filosofi, dan nilai yang terkandung pada Poda Na Lima telah membentuk karakter tersendiri bagi etnis Angkola-Mandailing. Bagi beberapa generasi secara turun-temurun nilai ini telah diaktualisasikan dilingkungan formal maupun informal. Di sekolah para guru mengajarkan nilai ini secara langsung melalui papan pengumuman dijelaskan dalam bentuk lisan dan pengamalan.Â
Secara informal nilai ini diajarkan dalam masyarakat, dalam bentuk ucapan (dalam acara markobar), pengamalan misalnya dalam kegiatan gotong royong. Kementerian pendidikan meyebutkan bahawa Indonesia saat ini membutuhkan sumber daya manusia yang karakter yang religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017). Dalam mencapai cita-cita tersebut tentu tidak bisa dilakukan tanpa pendekatan budaya. Penguatan pendidikan karakter berbasis kearifan lokal menjadi penting untuk diterapkan agar siswa dan masyarakat tidak bisa dipisahkan dari akar dan identitas budaya mereka. Kearifan lokal, meskipun sebagai produk budaya masa lalu, perlu untuk dipertahankan karena memiliki nilai-nilai universal (Palmer, 2003).Â
Rumusan tentang pendidikan karakter tentu berhubungan dengan merumuskan kembali nilai luhur masa lalu. Azra memberikan pengertian bahwa pendidikan merupakan suatu proses dimana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efesien (Azra, 2002). Restorasi pendidikan harus dilakukan, agar nilai pendidikan itu didapatkan. Bukan hanya dalam bentuk bahan ajar atau nilai tertulis, tetapi nilai tertulis yang diajarkan dan diamalkan dalam kehidupan seharihari. Bila berbicara tentang karakter tentu tidak terpisahkan dari watak seseorang, yang mana watak ini selalu dipengaruhi oleh kondisi hati. Oleh karena itu sangat penting menjaga kondisi hati agar tetap baik, hati yang bersih akan menjadikan karakter terpuji bagi pemiliknya. Ditengah kondisi krisis multidimensi saat ini, nilai Poda Na Lima menjadi penting untuk digalakkan kembali. Dilihat dari kandungan nilai dan filosofi masih sangat sesuai untuk saat ini. Terlebih setelah pandemi covid 19 yang ikut memperdalam permasalahan pada sektor kesehatan, pendidikan, lingkungan, budaya, dan ekonomi.Â
Hampir semua tatanan kehidupan membutuhkan perbaikan. Dibutuhkan kesadaran masyarakat untuk turut serta bahu-membahu memperbaiki krisis yang terjadi. Pada sektor kesehatan dan lingkungan misalnya, nilai Poda Na lima sangat relevan untuk dijalankan. Bangsa ini belum bebas dari masalah lingkungan, masih banyak persolan yang belum menemukan jalan pengentasannya. Misalnya msalah sampah bila dilihat diberbagai media, permasalahan sampah masih sangat besar bahkan sudah mengancam keberlangsungan lingkungan. Sampah yang tidak tertangani dengan baik akan berakibat buruk pada lingkungan dan kesehatan. Dalam penelitian yang dilakukan Suharjo (2002) dampak negatif yang ditimbulkan oleh sampah berupa gangguan kesehatan masyarakat, yaitu timbulnya berbagai penyakit dan pencemaran air tanah serta polusi udara, serta salah satu penyebab banjir. Pengelolaan sampah masih mengalami berbagai kendala baik dari segi teknis maupun aspek sosial budaya. Diperlukan tindakan konkrit melalui sistem pendidikan dan komunikasi antara pemerintah dan warga masyarakat, kemudian melakukan sosialisasi untuk mematuhi peraturan yang terkait dengan sampah serta menumbuhkan perilaku positif dan peranserta aktif masyarakat.Â
Selain untuk mengatasi masalah sampah, nilai Poda Na Lima juga bisa diterapkan untuk menghindari penyebaran covid 19. WHO (World Health Organization atau Badan Kesehatan Dunia) secara resmi mendeklarasikan virus corona (COVID-19) sebagai pandemi pada tanggal 9 Maret 2020. Dalam kondisi Pandemi covid 19 tentu sangat penting agar tetap menjaga pola hidup bersih dan sehat. Nilai Poda Na Lima yang sudah lama dijalankan oleh etnis AngkolaMandailing sangat tepat untuk diterapkan dalam menjaga lingkungan, kesehatan, dan ketentraman masyarakat. Tantangan Penerapan Nilai Poda Na Lima Kearifan lokal adalah warisan leluhur masa lalu, fungsinya bukan hanya sebagai bahan sastra peninggalan masa lalu atau hanya sekedar bahan refleksi bagi generasi selanjutnya, tetapi memiliki nilai filosofi yang terus relevan dan berwujud untuk melindungi lingkungan, kesehatan, dan pergaulan masyarakat. menurut Suyono Suyatno dalam dialektika hidup-mati (sesuatu yang hidup akan mati), tanpa pelestarian dan revitalisasi, kearifan lokal pun suatu saat akan mati.Â
Bisa jadi, nasib kearifan lokal mirip pusaka warisan leluhur, yang setelah sekian generasi akan lapuk dimakan rayap. Sekarang pun tanda pelapukan kearifan lokal makin kuat terbaca. Kearifan lokal acap kali terkalahkan oleh sikap masyarakat yang makin pragmatis, yang akhirnya lebih berpihak pada tekanan dan kebutuhan ekonomi (http://badanbahasa.kemdikbud.go.id). Penelitian yang dilakukan oleh Ikhwanuddin Nasution, dkk, menunjukkan bahwa Filosofi Poda na lima sudah mulai dilupakan oleh masyarakat Mandailing (Ikhwanuddin Nasution, 2020). Banyak masyarakat yang mulai melupakan nilai yang terkandung pada Poda Na Lima. Dahulu teks Poda Na lima banyak ditemukan ditempat-tempat umum, seperti jalan raya, sekolah, kantor pemerintahan dan tempat umum lainnya. Namun saat ini, teks Poda Na Lima sudah jarang terlihat, pun pengamalannya kian memudar.Â
Penurunan pemahaman dan pengamalan nilai kearifan lokal seiring dengan perubahan karakter generasi bangsa. Arus globalisasi juga mempengaruhi perubahan perilaku dan tatanan nilai pada generasi muda. Secara faktual pergeseran nilai ini terjadi dimana saja. Pada kenyataannya mempertahankan nilai kearifan lokal memang tidak mudah. Bila dilihat dari sisi internal masyarakat Angkola-Mandailing sudah mulai kehilangan perhatian, cinta, bahkan kehilangan penghayatan terhadap budayanya sendiri. Dari sisi eksternal sendiri bagaimana modernisasi yang terus digalakkan oleh media memungkinkan untuk menjangkau semua lapisan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan revitalisasi untuk menjaga tatanan nilai kearifan lokal Poda Na Lima.Â
Kearifan lokal perlu dipertahankan namun pengetahuan global juga perlu dikembangkan. Think globally act locally, harus dilakukan untuk menjawab tantangan pergeseran nilai kearifan lokal. Dimana berfikir secara global namun bertindak secara lokal akan menjadi benteng diri bagi generasi agar tidak terbawa arus kemajuan yang tidak sesui dengan tatanan nilai dan moral. Globalisasi tidak mungkin bisa dihindari akan tetapi bisa dimaknai dengan filter nilai luhur kearifan lokal.