Putusan tersebut, sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap permohonan Yusri Ardisoma yang mengajukan pengujian terhadap Undang-Undng Republik Indonesia Nomor 56 PRP Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pertimbangannya, pembatasan tersebut seperti yang diatur dalam UU 56/1960 yaitu maksimal 20 hektar tanah pertanian.Â
Hal ini tidak bertentangan dengan UUD 1945. Apalagi sebagaimana diuraikan di atas, tanah dan hak kepemilikannya adalah berfungsi sosial. Tujuan dari UU 56/1960 adalah dalam rangka  penataan ulang kepemilikan tanah (landreform) sehingga fungsi sosial tanah dapat benar-benar terwujud sebagai implementasi atau perwujudan (manifestasi) Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 yaitu tanah dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Seperti yang dikutp dari lembaran putusan, hal tersebut diucapkan dalam Sidang Pleno terbuka untuk umum, pada hari ini Kamis, 20 September 2007, yang dihadiri oleh Jimly Asshiddiqie, sebagai Ketua merangkap Anggota, Maruarar Siahaan, H.A. Mukthie Fadjar, Soedarsono, H.A.S. Natabaya, I Dewa Gede Palguna, H. Harjono, H.M. Laica Marzuki, dan H. Achmad Roestandi, masing-masing sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Eddy Purwanto sebagai Panitera Pengganti, dan dihadiri oleh Pemohon, Pemerintah atau yang mewakili, dan Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili.
Berikut cuplikan pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 56 PRP Tahun 1960 sebagai berikut:
(1) Dipidana dengan hukuman kurungan selama-lama 3 bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 10.000,-;
a. barangsiapa melanggar larangan yang tercantum dalam pasal 4;
b. barangsiapa tidak melaksanakan kewajiban tersebut pada pasal 3, 6 dan 7 (1):
c. barangsiapa melanggar larangan yang tercantum dalam pasal 9 ayat (1) atau tidak melaksanakan kewajiban tersebut pada pasal itu ayat (2).
(2) Tindak pidana tersebut pada ayat (1) pasal ini adalah pelanggaran.
(3) Jika terjadi tindak pidana sebagai yang dimaksud dalam ayat (1)
huruf a pasal ini maka pemindahan hak itu batal karena hukum, sedang tanah yang bersangkutan jatuh pada Negara, tanpa hak untuk menuntut ganti-kerugian berupa apapun.