Mohon tunggu...
Rinaldi Sutan Sati
Rinaldi Sutan Sati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Owner Kedai Kapitol

Pemerhati sosial, politik, dan ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penanganan Banjir di Pekanbaru dalam Sebuah Basa-basi

22 Mei 2024   09:53 Diperbarui: 22 Mei 2024   10:07 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pekanbaru Kota Rawan Banjir Menurut Para Peniliti

 

Banjir dan genangan air merupakan salah satu masalah dari sekian banyak persoalan yang terjadi di Pekanbaru. Jika banjir merupakan luapan air yang tidak berhasil terserap oleh tanah atau meluap karena gagal mengalir melalui anak sungai, parit-parit, drainase, dan sebagainya, maka genangan air sudah barang tentu tumpukan air yang berada di daratan. Dari sisi ketinggian air, banjir dan genangan memiliki perbedaan. Menurut Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), dikategorikan banjir jika ketinggian air melebihi 40 cm, mencakup area yang luas dan biasanya memiliki radius lebih dari 100 meter. Sedangkan untuk genangan, skala ruangnya adalah ketika ketinggian air kurang dari 40 sentimeter, dengan luas area hanya terkonsentrasi di satu bagian saja, dan biasa mencakup area kurang dari 100 meter.

Pekanbaru merupakan salah satu kota yang rentan terhadap keduanya; banjir ataupun genangan air. Seperti yang dimuat Kompas, edisi 10 Januaei 2024, Sekretaris Daerah (Sekda) kota Pekanbaru Indra Pomi Nasution terhadap banjir awal tahun 2024 mengungkapkan, sebanyak1.400 orang atau lebih dari 100 kepala keluarga terdampak banjir di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau. Sebelumnya, Pemkot Pekanbaru menetapkan status darurat banjir sejak akhir tahun lalu hingga 31 Januari 2024.

Menurut Nurdin dan Imam Suprayogi, dalam artikelnya yang berjudul Pemetaan Kawasan Rentan Banjir Dalam Kota Pekanbaru Menggunakan Perangkat Sistem Informasi Geografis (2015), bahwa  ketinggian Kota Pekanbaru yang berkisar antara 5 -- 50 meter (MSL) sebagian besar berada pada hamparan yang relatif datar, cukup sulit untuk mengalirkan air permukaan, sehingga jika terjadi curah hujan yang cukup tinggi berpotensi untuk menimbulkan banjir seperti yang terjadi pada tiap tahun nya terutama daerah yang berada pada hamparan yang relatif datar dikarenakan kecepatan pengaliran yang lamban. Ada 2 (dua) penyebab utama terjadi banjir dalam Kota Pekanbaru yakni, dikerenakan curah hujan yang tinggi di kota Pekanbaru pada musim penghujan dan curah hujan yang cukup tinggi di hulu DAS Siak, sehingga wilayah Pekanbaru yang relatif datar kurang mampu membawa air dengan cepat ke saluran pembuang. Ditambahkannya lagi dalam artikel tersebut, dari luas Pekanbaru yang sebesar 632,3 KM persegi, tingkat kerentanan sangat rentan banjir seluas 123,336 KM persegi  (19,32), rawan dengan luas 429,655 KM persegi, kurang rawan 85,074 KM persegi, dan tidak rawan hanya dengan luas 0,182 km persegi. Parahnya, hingga pemerintahan Firdaus-Ayat berakhir, Pemko Pekanbaru melalui beberapa media menyampaikan bahwa, mereka belum menyiapkan master plan penaggulangan banjir di ibu kota provinsi Riau ini. Padahal, wilayah sangat rentan banjit yanga disepanjang Bantaran Sungai Siak terdapat dalam Kecamatan Rumbai, Rumbai Pesisir, Payung Sekaki, Senapelan, Limapuluh Kota dan Tenayan Raya, sedangkan dibagaian Selatan dalam Kecamatan Tampan, Marpoyan Damai dan Bukit Raya.

Penanganan Banjir dan Basa Basi Politik

Saat menjelang musim Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2024, penanganan banjir di Pekanbaru merupakan salah satu soalan yang terpajang dalam banner, baliho, poster atau gambar-gambar mereka yang ingin maju menjadi kandidat di kontes pemilihan kepala daerah yang akan dilaksanakan serentak tanggal 27 November 2024 mendatang. Pola penanganan yang diumbar lewat media-media tersebut, hingga pesan-pesan berbuih dalam podcast absurd yang berseliweran di beranda-berada medsos, seperti memutus mata rantai persoalan menyelurah kota jasa ini. Misalnya, mereka ingin melaksanakan penanggulangan banjir dengan seabreg teori yang mereka miliki, namun luput terhadap penyiasatan anggaran untuk menyelesaikan pembangunan komplek pemerintahan di Tenayan Raya yang "menggantung". Atau mereka ingin mengatasi persoalan banjir, namun seakan lupa, jika banyak ruas-ruas jalan berikut dengan fasilitas pejalan kakinya yang tidak akan selesai hanya dengan "budget poles" saja atau sekedar overlay saja.

Dapat dikatakan, tidak banyak para pemasang poster-poster itu menampilkan jalan keluar menggali pendapatan untuk pembangunan kota, diluar peningkatan pajak dan retribusi daerah. Dalam beberapa kesempatan, selalu disampaikan bahwa, pajak dan retribusi merupakan andalan pemasukan kota yang sebentar lagi akan berusia 240 tahun ini. Dapat dikatakan, cara berpikir banal, tanpa kesegaran atau orisinalitas, usang atau basi  basi ini seakan mengikuti tren saja "ikut menyalahkan keadaan". Padahal, mereka saya kira juga bingung, bagaimana cara memanage keuangan, sehingga dana penanggulangan banjir di dahului master plannya. Banal dalam konsep definisi, sesuai KBBI menerangkan tentang dangkal, kasar (tidak elok) dan biasa. Melalui ketiga kriteria tersebut, kita memahami bahwa perilaku kita bermedia sosial telah mencapai tahap banalitas kompleks.

Mengapa kampanye penanggulangan bajir yang mereka sampaikan terkesan banal? Karena mereka sendiri banyak yang tidak tertib dalam penyampaiannya. Ada yang ingin menanggulangi banjir, namun masih memaku atributnya pada pepohonan yang membuat pohon-pohon tersebut rusak. Paku terbuat dari baja, memiliki sifat korosif atau mudah berkarat. Korosi terjadi ketika benda-benda dari logam keras, seperti paku, bersentuhan langsung dengan oksigen, suhu lembap, dan air yang ada di ruang terbuka. Oleh sebab itu, paku yang menancap pada pohon akan mengalami korosi seiring berjalannya waktu.Karat pada paku ditengarai dapat meracuni pohon.

Setelah memaku pohon, mereka juga sembarangan memasang baliho, termasuk pada tempat-tempat yang seharusnya tidak ada. Seperti baliho-baliho yang diduga tanpa izin, yang rata-rata berada menutupi Jembatan Penyebrangan Orang (JPO).

Tindakan-tindakan barbar seperti ini, tentunya berasal dari kesadaran dan nafsu kekuasaan tanpa batas. Walau ditutupi dengan berpura-pura alim, berpengetahuan, sekolah tamatan luar negeri, pintar dan lain-lain, tapi basa-basi yang terlalu gombal tersebut membuat kita hanya dapat menghela nafas. Bagaimana mungkin mereka serius, jika model gerakannya saja sembarangan, tidak beraturan dan kerap melanggar?

Basa basi politik memang sangat menggiurkan bagi yang terpukau.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun