Sejak kejadian Bom Sarinah kemarin, ingin sekali saya menulis satu tulisan mengenai serangan teror, kemudian mengaitkannya dengan kejadian-kejadian yang lain, mungkinkah terdapat korelasi atau tidak. Namun, rasanya tidak bijak jika hanya melihat hal ini secara kritikal belaka tanpa didukung bukti yang valid dan otentik, juga tanpa melihat kemungkinan aspek konstruktif atau sisi positif yang lain.
Sebelum memberikan pandangan, izinkan saya sebagai Warga Negara Indonesia (biasa) untuk menyampaikan rasa turut berduka cita atas serangan teror yang terjadi di Sarinah, Jakarta kemarin siang.
Berkaitan erat mengenai kejadian teror di Sarinah kemarin. Menarik untuk mengamati pemberitaan dan alur informasi di media massa maupun media sosial. Singkat kata, kejadian teror kemarin pasti menimbulkan efek ketakutan kepada masyarakat, apalagi ketika teror masih berlangsung. Namun beberapa saat setelah situasi mulai terkendali dan aparat kepolisian pun menyatakan situasi sudah mulai kondusif. Trending topic di Twitter juga bemunculan seperti #PrayForJakarta, #AkuTidak Takut,#KamiTidakTakut, dan juga lain sebagainya.
Seketika itu, gambaran saya mengenai teror menjadi paradoks tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Bahwa masyarakat Indonesia semakin bersatu serta saling menguatkan satu sama lain. Dan bahwa negara ini tidak bisa hancur oleh serangan teror yang dilakukan oleh siapapun dan dengan atas nama apapun.
Masyarakat Indonesia yang terdiri dari ribuan suku bangsa dengan keunikan dan diikuti dengan bahasanya yang khas, bersatu dalam ikatan tali NKRI dan berasaskan ideologi Pancasila. Negara Indonesia lahir dari perjuangan para pemimpin ulung terdahulu, dari Sabang sampai Meurauke, mereka bersatu demi terwujudnya negara merdeka yang berdaulat bernama Indonesia.
Jadi rasanya tidak mudah untuk memecah belah bangsa ini, apalagi untuk menghancurkan negara tercinta ini. “Negara ini tahan banting kok”, imbuh Allysa Wahid, putri Alm. Gus Dur. Negara ini bukan negara maju, tapi negara ini adalah negara yang kuat. Beberapa kali didera krisis finansial, dan Ibu Pertiwi masih tersenyum hingga detik ini. Puluhan kali bencana alam melanda Indonesia setiap tahunnya, dan coba lihat, hanya ada kata “Ayo Bangkit!!!” yang ada dibenak masyarakat Indonesia.
Justru rasa persatuan, kebersamaan dan rasa saling menggenggam tanganlah yang tercermin dalam masyarakat kita saat itu. Masyarakat Indonesia yang sebagian besar menganut paham kolektivis, yaitu tingginya rasa kekeluargaan dalam suatu kelompok membuat rasa saling menguatkan satu sama lain begitu kental dan begitu sulit untuk luntur karena sudah menjadi akar hasil budaya nenek moyang.
Bahkan isu-isu hukum dan politik yang beberapa hari terakhir masih menjadi isu hangat di banyak media, luntur begitu saja seperti tak berbekas karena dengan tekad dan semangat yang bulat dengan satu suara menyatakan diri, “Aku Tidak Takut!!!.”
Perjalanan bangsa ini masih sangat panjang, kekompakan, kebersamaan, persatuan dan gotong royong antar elemen masyarakat menjadi kunci utama bagi keberlangsungan kehidupan sosial masyarakat. Akhir kata, izinkan saya mengutip kalimat pernyataan dari “The Founding Fathers”, Ir. Soekarno yang sekaligus menjadi cambuk renungan bagi kita semua, khususnya diri saya pribadi.
“Zamanku lebih mudah karena menghadapi bangsa asing, yang kulitnya beda, hidungnya beda. Sedangkan zaman kalian (anak dan cucu-cucuku) akan lebih sulit karena menghadapi bangsa sendiri.”-Ir. Soekarno.
-Rinaldi Panji Putra-